Avrist AM: Minat Investor pada Reksadana Indeks Semakin Berkembang

Bareksa • 12 Jun 2020

an image
Layar menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) saat dibukanya perdagangan saham di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (26/5/2020). IHSG dibuka menguat 32,16 poin atau 0,71 persen ke posisi 4.578,11 pada pukul 09.25 WIB. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

Rencananya Avrist AM akan menambah produk baru reksadana indeks

Bareksa.com - Head of Investment Avrist Asset Management (Avrist AM), Farash Farich menyatakan secara global maupun di Indonesia, minat investor terhadap reksadana dengan strategi pasif seperti reksadana indeks dan ETF (exchange traded fund) semakin berkembang.

"Minat investor berkembang ke arah sana sehingga Manajer Investasi (MI) juga menyiapkan lini produk yang sesuai minat tersebut," kata Farash kepada Bareksa, Jumat (12/6/2020).

Menurutnya, peminat reksadana indeks karena preferensi investor tersebut untuk memiliki kinerja mirip kinerja indeksnya. "Mereka tidak memiliki ekspektasi untuk mendapat kinerja jauh lebih baik dari indeks karena di balik itu ada risiko juga bahwa kinerjanya jauh lebih rendah dari indeks," lanjut Farash.

Ia menjelasakan saat ini sendiri Avrist AM memiliki dua reksadana indeks yaitu yang berbasis IDX30 dan LQ45. "Ke depan, mungkin akan menambah satu lagi namun masih dipelajari indeks yang terbaik dari sisi kebutuhan investor, fundamental emiten, likuditas dan kinerja ke belakangnya," kata Farash.

Ia menjelaskan, berdasarkan peraturan Otoritas Jasa Keuangan, reksadana indeks sendiri mewajibkan untuk menginvestasikan seluruh dana dalam reksadana tersebut di saham. "Sehingga waktu rebound bisa lebih cepat dibandingkan reksa dana strategi aktif yang mungkin terlanjur under invest saat pasar bearish," imbuhnya.

Di sisi lain, Farash menyampaikan kemudian juga dari sisi biaya umumnya reksadana indeks memiliki cost yang rendah dibandingkan reksadana lainnya. Sebab, manajer investasi tidak akan banyak melakukan jual-beli (trading) saham karena portofolionya meniru indeks acuannya, yang perubahannya terjadi berkala misal per kuartal atau enam bulan sekali.

Sementara untuk penjualan sendiri, ia melanjutkan, sebenarnya tidak ada suatu kesulitan tertentu kecuali untuk sebagian investor yang memang tertarik untuk mendapatkan potensi kinerja jauh lebih tinggi dari indeks.

"Tentunya untuk investor ini (preferensinya untuk mendapatkan kinerja jauh dari indeks) lebih cocok di reksadana saham dengan strategi aktif," Kata Farash.

Cara Kerja Reksadana Indeks

Sebagai tambahan informasi dari Bareksa, berbeda dengan reksadana konvensional yang berusaha mengalahkan benchmark, target dari reksadana indeks adalah menyamainya.

Jadi, daripada dikelola secara aktif, pendekatan dari reksadana indeks adalah secara pasif dengan menyusun portofolio investasi menyerupai indeks acuannya. Karena komposisinya mirip atau bahkan persis dengan indeks acuan, maka hasilnya juga tentunya akan mirip dengan indeks acuannya. Cara ini dikenal pula dengan strategi manajemen pasif (passive management strategy).

Pengelolaan secara pasif menghasilkan efisiensi biaya karena manajer investasi tidak memerlukan tenaga analis yang banyak untuk menganalisis saham atau obligasi sebuah perusahaan.

Kemudian biaya transaksi juga menjadi lebih kecil karena manajer investasi tidak melakukan trading jual beli secara aktif. Karena itu, biaya reksadana indeks umumnya lebih kecil dibandingkan reksadana konvensional.

Nah, baik buruknya kinerja reksadana ini tidak diukur dari seberapa besar return yang dihasilkan ataupun dari seberapa kecil risiko fluktuasi harga, melainkan dari selisih antara kinerja reksadana dengan indeks acuan yang biasa disebut dengan tracking error. Proses peniruan indeks pada reksadana indeks umumnya dikategorikan menjadi dua, yaitu metode replikasi sempurna dan metode sampling.

Pada metode replikasi sempurna, isi dan pembobotan portofolio akan sama persis seperti indeks yang dijadikan acuan reksadana tersebut. Sementara metode sampling, manajer investasi tidak sepenuhnya mengalokasikan aset pada saham yang berada di indeks tersebut, tetapi bisa mengambil sekitar 80 persen dari seluruh saham yang terdaftar di indeks dan melakukan pembobotan sedemikian rupa sehingga pergerakannya menyerupai indeks.

Misalnya pada indeks IDX-30, terdapat 30 saham yang masuk ke dalam indeks tersebut. Maka reksadana yang menggunakan indeks IDX-30 sebagai acuan, minimal 24 saham yang terdaftar dalam indeks tersebut berada dalam portofolio reksadana tersebut.

Besarnya proporsi tiap saham yang berada dalam portofolio sekitar 80 hingga 120 persen dari bobot saham tersebut terhadap indeks. Contohnya, saham A memiliki bobot sekitar 8 persen dalam pergerakan indeks IDX-30. Maka proporsi minimum saham A dalam portofolio reksadana adalah 6,4 persen dari dana kelolaan dan maksimal 9,6 persen dari dana kelolaan reksadana tersebut.

Perlu diketahui, reksadana ialah wadah untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang telah terkumpul tersebut nantinya akan diinvestasikan oleh manajer investasi ke dalam beberapa instrumen investasi seperti saham, obligasi, atau deposito.

Reksadana juga diartikan sebagai salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka.

Di sisi lain reksadana indeks dikelola secara pasif dan berisikan aset saham-saham dalam indeks acuannya, yang bisa berfluktuasi dalam jangka pendek. Karena itu, reksadana indeks cocok untuk investasi jangka panjang dan untuk investor bertipe agresif.

(hm)

***

Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?

- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.