Bareksa.com - Nasabah PT Minna Padi Asset Management (MPAM) mendatangi gedung Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Kamis (27/2/2020). Mereka meminta bantuan OJK untuk menengahi persoalan pelunasan dana nasabah yang dianggap tidak adil.
Dilansir Bisnis.com. setidaknya 30 orang nasabah yang berasal dari Jakarta dan Bandung berkumpul di Gedung OJK, di kawasan Jakarta Pusat. Tujuan utamanya menyerahkan surat berisi keberatan mereka ke OJK. Selain itu, para nasabah juga akan menyerahkan surat ke Kementerian Keuangan dan Komisi XI DPR.
Jackson, juru bicara nasabah MPAM, mengatakan poin utama yang ingin disampaikan adalah mereka keberatan dengan skema pelunasan dana yang ditawarkan oleh MPAM, sebab jauh dari yang dijanjikan di saat roadshow direksi MPAM.
Dia menjelaskan kondisi terbaru MPAM menawarkan pengembalian dana 50 persen dari total investasi para nasabah, jumlah tersebut karena nilai aktiva bersih (net asset value/NAV) yang diklaim sudah turun 50 persen. Adapun pembayaran dana 50 persen itu dilakukan dengan proporsi 30 persen saham dan 20 persen tunai. “Masa dana nasabah jadi tinggal 20 persen uangnya? Kami dirugikan dong kalau begitu,” kata Jackson.
Menurut dia, para nasabah keberatan dengan skema itu karena MPAM tidak bersedia memberikan keterangan mengenai saham-saham apa yang akan dibagikan. Mereka khawatir saham yang diterima nantinya tidak memiliki nilai sepadan dengan yang seharusnya.
“Sempat ada daftar saham yang beredar, tapi tidak diakui [oleh MPAM] dan kami lihat kayaknya itu saham yang dibilang orang saham gocap itu. Jujur kami ini nggak mengerti main saham, kami bukan pemain saham,” tambahnya.
Para nasabah, diberikan tenggat hingga 28 Februari 2020 untuk menandatangani surat persetujuan pengembalian dana sesuai skema yang ditawarkan MPAM. Jika nasabah tidak setuju atau tidak menandatanganinya maka uang nasabah dinyatakan tertahan di bank kustodian.
Jackson mengatakan para nasabah kini kebingungan dan membutuhkan penjelasan resmi dari stakeholder. Mereka menuntut OJK memberikan pernyataan terbuka mengenai perkembangan likuidasi produk dari MPAM.
“Dari awal semua serba tertutup. Kalau memang [MPAM] melakukan pelanggaran, tolong dijelaskan. Di situs OJK nggak ada [penjelasannya]. Kami ini kan engga ngerti, kami percayanya investasi ya pokoknya terdaftar di OJK pasti aman. Ini tiba-tiba Oktober lalu dengar di-suspend dan sekarang nasib kami begini,” tuturnya.
Dia mengharapkan setelah mereka memberikan surat ke OJK, regulator mau turun tangan memberikan kejelasan bagi para nasabah dan utamanya membantu nasabah agar dapat menerima hak yang seharusnya.
OJK diketahui telah memperpanjang batas waktu pelaporan hasil pembubaran 6 produk reksadana PT Minna Padi Aset Manajemen (MPAM) sampai dengan 18 Mei 2020. Sebelumnya batas waktu pelaporan hasil pembubaran reksa dana MPAM dilakukan pada 18 Februari 2020. Artinya, ada perpanjangan batas waktu 3 bulan dari rencana awal.
OJK juga mengabulkan skema penyelesaian likuidasi reksadana yang terbagi menjadi 2 batch. Batch pertama yakni berbentuk tunai dan efek bagi nasabah yang setuju in kind, dan berbentuk tunai. Bagi nasabah yang tidak setuju in kind dengan ketentuan uang dibayarkan terlebih dahulu kepada nasabah, sisa pembayaran tunai berikutnya akan dibayarkan pada batch kedua setelah efek yang tersisa terjual.
Pembagian hasil likuidasi batch kedua yakni berbentuk tunai sebagai hasil penjualan efek yang tersisa dan pelaksanaan tanggung jawab dari manajer investasi dan/atau pemegang saham dan/atau pihak terafiliasinya untuk menyerap efek yang tersisa.
Kemudian karena adanya proses persetujuan nasabah dan diperlukannya koordinasi dengan pihak terkait seperti Bank Kustodian, auditor eksternal dan pihak terkait lainnya, penyelesaian pembayaran untuk batch pertama ditargetkan akan dilaksanakan sebelum 11 Maret 2020, sedangkan pembayaran untuk batch kedua akan dilaksanakan sebelum 18 April 2020.
Dana Kelolaan
Minna Padi Aset mencatatkan penurunan dana kelolaan Rp300 miliar pada Januari 2020, dibandingkan akhir bulan Desember 2020. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang diolah Bareksa, dana kelolaan (asset under management/AUM) Minna Padi AM per Januari 2020 tercatat Rp4,39 triliun, turun 7,58 persen dibandingkan Rp4,75 triliun pada Desember 2019.
Sebelumnya, OJK telah memberikan perintah pembubaran (likuidasi) enam reksadana PT Minna Padi Aset Manajemen pada 21 November 2019 silam. Adapun proses pembubaran dan likuidasinya paling lama 60 hari bursa sejak pengumuman tersebut.
Enam reksadana Minna Padi yang dibubarkan yaitu reksadana Minna Padi Pringgondani Saham, Minna Padi Pasopati Saham dan Minna Padi Amanah Saham Syariah. Selain itu ada Minna Padi Property Plus, Minna Padi Keraton II dan Minna Padi Hastinapura Saham.
AUM Reksadana Minna Padi Aset Manajemen per Januari 2020
Sumber: OJK, diolah Bareksa
Enam reksadana yang sedang dalam proses pembubaran tidak mengalami penurunan dana kelolaan, sebab investor tidak bisa melakukan penjualan (redemption) selama proses likuidasi ini.
Adapun total AUM enam reksadana tersebut per akhir November 2019 hingga Januari 2020 masih tetap sama Rp4,09 triliun, atau mencakup 93,23 persen total AUM manajer investasi tersebut per Januari 2020.
Aset manajemen afiliasi PT Minna Padi Investama ini mengelola 10 produk reksadana, termasuk enam yang harus dibubarkan tersebut. Empat produk lainnya adalah Minna Padi Indraprastha Saham Syariah, Minna Padi Kahuripan Pendapatan Tetap, Minna Padi Khazanah Pasar Uang Syariah, dan Minna Padi Keraton Balanced.
(*)