CEO Syailendra Fajar H: Empat Tips Memilih Manajer Investasi Kompeten

Bareksa • 13 Feb 2020

an image
CEO Syailendra Capital Fajar R. Hidajat, berbicara tentang investasi reksadana. (Bareksa/Anggie)

Syailendra Capital memiliki AUM Rp20,64 triliun per Januari 2020

Bareksa.com - Sejumlah kasus yang menerpa industri reksadana belakangan ini membuat sebagian investor khawatir untuk kembali menaruh dana di produk investasi. Namun, sebenarnya, masih banyak manajer investasi yang kompeten dan bisa dipercaya dalam mengelola dana masyarakat.

PT Syailendra Capital, salah satu manajer investasi swasta nasional yang masuk dalam top 10 dana kelolaan terbesar, membagikan tips bagi investor agar tidak salah langkah dalam memilih pihak untuk mengelola dana. Telah berdiri sejak 2006, manajer investasi ini memiliki dana kelolaan (asset under management/AUM) sebesar Rp20,64 triliun per Januari 2020.

CEO Syailendra Capital, Fajar R. Hidayat, menjelaskan setidaknya ada empat hal yang perlu dilihat oleh masyarakat investor sebelum memutuskan untuk memilih manajer investasi.

Pertama, rekam jejak (track record) dari manajer investasi dalam mengelola dana. "Track record tidak bisa dibohongi. Lihat MI, manajemen dan direksinya. Kami sudah beroperasi lebih dari 12 tahun. Sementara rata-rata manajer investasi yang bermasalah usianya di bawah 5 tahun," katanya dalam wawancara dengan Bareksa, 10 Februari 2020.

Kedua, hal yang perlu dilihat adalah keragaman dari jenis produk yang dikelola. Keragaman ini penting karena bisa menunjukkan kelihaian manajer investasi mengelola produk, sekaligus bisa mengurangi risiko dengan adanya diversifikasi (pembagian alokasi aset).

"Mereka harus punya berbagai asset class, ada money market, proteksi, fixed income, saham, RDPT. Artinya ada trust, juga mereka bisa mengembangkan produk. Beberapa (MI bermasalah) hanya punya saham saja," jelasnya.

Ketiga, jaringan distribusi produk dari manajer investasi juga perlu dilihat. Sebab, ini ada kaitannya dengan kolaborasi dan kepercayaan pihak lain.

Agen penjual, seperti bank dan fintech biasanya menerapkan uji tuntas (due diligence) terhadap produk yang bisa disalurkan melalui channel atau platform tersebut. Bila produknya tersedia di berbagai channel, tentu sudah lulus kualifikasi.

Keempat, investor juga perlu menelaah informasi yang beredar dan melakukan riset. "Informasi sudah ada, investor hanya perlu edukasi diri sendiri dengan riset dan membaca. Jangan hanya lihat kinerja jangka pendek saja," kata Fajar.

Kinerja yang terlalu pendek belum bisa menggambarkan performa produk tersebut. Oleh sebab itu, investor sebaiknya melihat kinerja jangka panjang dan banyak membaca informasi mulai dari prospektus hingga fund fact sheet, serta berita di media.

"Kata-kata sederhana 'teliti sebelum membeli' itu benar," tutupnya.

***

Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?

- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.