Hingga Awal Februari 2020, Mandiri Investasi Daftarkan 5 Produk Baru Reksadana

Bareksa • 07 Feb 2020

an image
Endang Astharanti, Direktur PT Mandiri Manajemen Investasi, di Jakarta 2 Desember 2016.

Lima reksadana itu terdiri dari empat reksadana terproteksi dan satu reksadana penyertaan terbatas (RDPT)

Bareksa.com - PT Mandiri Manajemen Investasi melalui bank kustodian telah mendaftarkan hingga lima produk reksadana ke S-Invest milik Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dalam dua bulan awal di 2020. Lima reksadana itu terdiri dari empat reksadana terproteksi dan satu reksadana penyertaan terbatas (RDPT).

Berdasarkan data yang dihimpun dari informasi KSEI, reksadana pertama yang telah didaftarkan pada awal 2020 adalah Reksa Dana Terproteksi Mandiri Seri 210 melalui bank kustodian PT Bank DBS Indonesia. Reksadana ini efektif didaftarkan pada 13 Januari 2020.

Kemudian, perseroan melalui bank kustodian Bank DBS Indonesia juga mendaftarkan RDPT Infrastruktur Tirta Banyubiru. Reksadana ini sudah efektif per 14 Januari 2020. Masih pada tanggal yang sama, perseroan kembali mendaftarkan Reksa Dana Terproteksi Mandiri Seri 212 yang efektif pada 14 Januari 2020.

Selanjutnya pada 31 Januari 2020, perseroan mendaftarkan dua reksadana terproteksi melalui bank kustodian PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), yakni Reksa Dana Terproteksi Mandiri Seri 209. Berikutnya adalah Reksa Dana Terproteksi Mandiri Seri 213 yang juga terdaftar melalui bank kustodian BCA.

Berdasarkan data Bareksa, produk reksadana terproteksi memang mendominasi produk Mandiri Manajemen Investasi. Dari 214 produk reksadana Mandiri Manajemen Investasi, sekitar 159 adalah produk reksadana terproteksi.

Sedangkan untuk RDPT ada enam produk. Sementara sisanya adalah empat reksadana campuran, satu DIRE, satu reksadana indeks dan ETF, 13 reksadana pasar uang, 17 reksadana pendapatan teta dan 13 reksadana saham.

Dari 159 reksadana terproteksi yang dimiliki Mandiri Manajemen Investasi, ada satu produk yang membukukan kinerja cukup signifikan. Produk itu adalah Mandiri Seri 173. Produk yang diluncurkan pada 27 Juni 2019 ini sudah membukukan dana kelolaan (asset under management/AUM) Rp505,26 miliar per Desember 2019.

NAB Mandiri Seri 173


Sumber : Bareksa

Secara total, Mandiri Manajemen Investasi membukukan AUM Rp44,28 triliun pada akhir 2019. Nilai ini meningkat dibandingkan akhir 2018 yang tercatat sebesar Rp40,21 triliun.

AUM Mandiri Manajemen Investasi Desember 2019


Sumber : Bareksa

Mandiri Manajemen Investasi menargetkan AUM Rp65 triliun. Direktur Mandiri Manajemen Investasi Endang Astharanti, sebelumnya mengatakan, untuk mencapai target tersebut, perseroan akan mengoptimalkan kerjasama dengan bank mitra yang bertindak sebagai distributor atau agen penjual reksadana.

"Kami juga akan meningkatkan penetrasi di segmen investor institusi," ujar dia.

Untuk meningkatkan penetrasi tersebut, perseroan akan menyediakan solusi investasi yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing institusi. Misalnya, untuk kebutuhan likuiditas atau cash management, pihaknya menawarkan fasilitas reksadana pasar uang dengan fitur same day (T+0) settlement.

Selain itu, pihaknya juga tetap menawarkan produk reksadana lain seperti reksadana pendapatan tetap dan reksadana yang memberikan imbal hasil kompetitif untuk investor. "Untuk diversifikasi kami menawarkan produk-produk investasi alternatif seperti KIK Dinfra dan KIK EBA," kata dia.

Sebelumnya, Mandiri Manajemen Investasi menerbitkan Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK-EBA) syariah pada November 2019. Pihaknya menargetkan dana sekitar Rp2-3 triliun dari emisi tersebut.

Endang mengatakan, produk baru ini akan menggunakan underlying dari pendapatan tiket Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta (Jakarta outer ring road/JORR) Cilincing-Cikunir milik PT Jasa Marga Tbk. (JSMR).

"Setelah sebelumya kami telah merilis KIK-Dinfra, sekarang akan diluncurkan KIK-EBA Syariah untuk target pasar yang lebih luas. Konsep produknya kami yang kelola, kemudian originator-nya atau underlying-nya adalah tol JORR yang dimiliki Jasa Marga," papar Endang.

Endang menambahkan untuk produk ini perseroan akan melakukan sekuritisasi dari pendapatan tiket pada saat tol itu sudah beroperasi. Nantinya, produk ini akan terdiri dari empat tenor, yakni selama tiga tahun dengan imbal hasil 8,25 persen, tenor sepuluh tahun dengan tingkat imbal hasil 9 persen, kemudian tenor tujuh tahun dengan imbal hasil 8,75 persen dan lima tahun dengan imbal hasil 8,5 persen.

"Produk investasi alternatif ini diperkirakan akan menyerap pasar yang cukup besar karena produk semacam ini tidak terlalu sensitif dengan kondisi pasar keuangan yang volatil, jadi kami bisa launching kapan saja, bisa dibilang ini produk all weather fund," jelas dia.

Endang menambahkan, produk ini adalah produk EBA syariah pertama yang diterbitkan di Indonesia, mengingat aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang berisi tentang regulasi peraturan mengenai EBA Syariah baru terbit pada akhir tahun lalu.

"Potensi pasar untuk produk ini dinilai juga bisa lebih besar ketimbang dengan produk konvensional yang diterbitkan sebelumnya," kata dia.

Perlu diketahui, reksadana adalah wadah untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang telah terkumpul tersebut nantinya akan diinvestasikan oleh manajer investasi ke dalam beberapa instrumen investasi seperti saham, obligasi, atau deposito.

Reksadana juga diartikan sebagai salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka.

(K09/AM)

***

Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?

- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.