Bareksa.com - PT Sucor Asset Management menargetkan dana kelolaan (asset under management/AUM) tahun ini Rp15 triliun. Nilai ini meningkat dibandingkan perolehan akhir 2019 yang mencapai Rp10,8 triliun.
Presiden Direktur Sucor Asset Management, Jemmy Paul Wawointana, pihaknya mengandalkan beberapa jenis reksadana untuk menggenjot kinerja perusahaan. "Reksadana yang berkontribusi terbesar ialah reksadana pasar uang, terproteksi dan saham," ujarnya di Jakarta belum lama ini.
Perseroan juga berencana meluncurkan beberapa produk untuk menunjang ketiga jenis reksadana tersebut. Adapun produk baru yang akan diluncurkan adalah reksadana pendapatan tetap, Sucorinvest Stable Fund dan reksadana campuran dalam bentuk dolar AS.
Ketiga reksadana ini pula yang pada 2019 mendongkrak perolehan AUM ke angka Rp10,8 triliun. Perolehan AUM ini meningkat 80 persen dibandingkan perolehan pada 2018.
Jemmy menjelaskan dia optimistis bisa mencapai target AUM Rp15 triliun dengan produk reksadana saham sebagai salah satu produk andalan. Hal itu mempertimbangkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang diprediksi bakal bangkit dan bertumbuh tahun ini setelah sepanjang dua tahun terakhir hingga saat ini stagnan.
Setelah pada akhir 2018, IHSG terkoreksi hampir 2,6 persen jadi 6.194 dan pada akhir 2019 hanya naik 1,7 persen jadi 6.299. Pada penutupan perdaganan Jumat sesi I (31/1/2020) IHSG turun 1,5 persen jadi 5.966 atau di bawah level psikologi 6.000.
Perkembangan IHSG pada 2008 dan 2015 IHSG juga bertumbuh negatif dalam dua tahun berturut-turut. Jemmy menyebutkan pada 2008 IHSG turun, baru kemudian meningkat pada 2011. Begitu juga pada 2015 di saat IHSG menurun, pergerakan positif baru terjadi pada 2017.
Salah satu produk reksadana saham perseroan, yakni Sucorinvest Equity Fund juga berkembang signifikan. Menurut data Bareksa, Sucorinvest Equity Fund mencatat return hampir mendekati 27 persen dalam tiga tahun terakhir.
Sumber : Bareksa
Pihaknya juga meyakini bisa mencapai target AUM Rp15 triliun, meski ada beberapa isu negatif di industri reksadana. Kasus ini cukup mengganggu perkembangan industri reksadana.
Beberapa kasus reksadana yang cukup menyita perhatian adalah kasus gagal bayar PT Narada Aset Manajemen, kasus pembubaran enam reksadana milik PT Minna Padi Aset Manajemen. Kasus Minna Padi paling menghebohkan karena nilainya cukup besar, mencapai Rp6 triliun serta kasus lain yang belum terungkap.
Terkait kasus reksadana yang bermasalah tersebut, Jemmy mewanti-wanti para investor agar berhati-hati jika ada koreksi yang tajam pada sebuah produk reksadana saham.
"Kalau ada koreksi tajam, misalnya dalam sehari jatuh lebih dari 5 persen, maka bisa dipastikan ada pengelolaan yang salah pada manajer investasi tersebut," urainya.
Selain itu, praktik berutang atau skema margin juga sama sekali tidak diperbolehkan dalam pengelolaan reksadana.
Adapun Sucor Asset Management yang sebelumnya bernama Sucorinvest Asset Management berdiri pada 1997 dan memperoleh izin pada 1999. Kemudian, pada Oktober 2018, perusahaan melakukan spin off dari perusahaan induk, yakni PT Sucor Sekuritas.
Dalam mengembangkan usaha, perseroan telah menjalin kerja sama dengan bank dan agen penjualan. Kerja sama ini telah berkontribusi signifikan terhadap pertumbuhan dana kelolaan dan mengubah basis investor sehingga berfokus kepada investor ritel.
Menurut data Bareksa, Sucor Asset Management mencatat dana kelolaan Rp10,03 triliun pada akhir 2019, meningkat dibandingkan akhir 2018 yang mencapai Rp5,52 triliun.
Sumber : Bareksa
Sejauh ini, perseroan memiliki 43 produk reksadana. Produk tersebut terdiri dari lima produk reksadana campuran, tiga reksadana pasar uang, dua reksadana pendapatan tetap, dua reksadana penyertaan terbatas, lima reksadana saham, dan 26 reksadana terproteksi.
(K09/AM)
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.