Bareksa.com - Tahun 2019 sudah berjalan dua bulan. Seluruh kinerja reksadana kompak mencatatkan kinerja yang positif meskipun masih di bawah kinerja pasar saham secara keseluruhan yang diukur dengan pertumbuhan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Perbandingan Kinerja IHSG dan Indeks Reksadana
Sumber: Bareksa
Sekadar informasi, sejak awal tahun ini hingga penutupan perdagangan Jumat (08/03/2019) IHSG telah menguat 4,24 persen. Dari 4 jenis reksadana yang ada, berikut pertumbuhan keempat jenis reksadana yang diukur berdasarkan indeksnya masing-masing.
1. Indeks Reksadana Campuran (3,07 persen)
2. Indeks Reksadana Pendapatan Tetap (1,85 persen)
3. Indeks Reksadana Saham (2,74 persen)
4. Indeks Reksadana Pasar Uang (0,92 persen)
Memasuki bulan Maret, investor reksadana tentu tidak ingin tertinggal dalam menghasilkan keuntungan.
Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa reksadana pendapatan tetap secara umum mencatatkan kinerja lebih baik (outperform) dibandingkan reksadana saham setidaknya sampai saat ini (year to date/YtD). Bagaimana prospek reksadana pendapatan tetap sendiri pada tahun ini?
Sekadar informasi, kinerja reksadana pendapatan tetap secara umum pada tahun 2018 mencatatkan kinerja negatif dengan turun 2,65 persen, sedikit lebih dalam dibandingkan dengan IHSG yang turun 2,54 persen dalam periode yang sama.
Menurut analisis Bareksa, prospek reksadana pendapatan tetap pada tahun ini masih cukup menarik, terutama di saat tren kenaikan suku bunga oleh Bank Indonesia (BI) yang kemungkinan besar tidak akan terlalu agresif seperti tahun 2018.
Suku Bunga Bank Indonesia
Sumber: Tradingeconomics
Arah kebijakan tersebut sudah mulai terlihat saat BI memutuskan untuk mempertahankan suku bunga BI 7 days Reverse Repo Rate di level 6 persen pada pertemuan bulan lalu. Kenaikan itu bisa memberikan sentimen positif pada kinerja reksadana pendapatan tetap.
Suku bunga BI yang stabil tentu membawa sentimen positif bagi kinerja reksadana pendapatan tetap, karena yang dikhawatirkan adalah ketika suku bunga naik dan akan berdampak pada turunnya harga obligasi.
Sebagai informasi, pergerakan harga obligasi sangat erat kaitannya dengan pergerakan suku bunga. Ketika suku bunga naik, maka harga obligasi akan cenderung turun. Sementara jika suku bunga turun, maka harga obligasi akan cenderung naik.
Suku Bunga The Fed
Sumber: Tradingeconomics
Di sisi lain, ancaman kenaikan suku bunga oleh bank sentral Amerika Serikat (The Fed) juga diperkirakan akan lebih mereda pada tahun ini mengingat data-data ekonomi AS yang menunjukkan indikasi perlambatan, yang apabila suku bunga kembali dinaikkan secara agresif pada tahun ini justru dikhawatirkan akan menjadi bumerang bagi ekonomi Negeri Adidaya.
Inflasi Indonesia
Sumber: Tradingeconomics
Kembali ke data ekonomi domestik, kondisi inflasi yang dalam tiga bulan terakhir menunjukkan tren penurunan (per Februari 2,57 persen) justru bisa membuka potensi adanya kemungkinan suku bunga mengalami penurunan meskipun peluangnya masih kecil, karena tetap harus melihat arah kebijakan suku bunga The Fed.
Dengan adanya potensi penurunan suku bunga, maka reksadana pendapatan tetap yang mayoritas memegang obligasi dengan tenor panjang akan lebih diuntungkan dibandingkan dengan obligasi dengan tenor pendek.
Hal tersebut disebabkan karena obligasi yang memiliki tenor panjang akan mengalami dampak fluktuasi harga yang lebih besar dibandingkan dengan obligasi yang memiliki tenor pendek jika terjadi perubahan pada suku bunga.
Terkait target pertumbuhan, kinerja reksadana pendapatan tetap ditargetkan bisa mengalami pertumbuhan 8-9 persen pada tahun ini dengan catatan kinerja pasar saham secara umum juga mengalami kinerja positif.
Daftar Reksadana Rekomendasi Bareksa :
Investor reksadana, terutama yang sudah menjadi nasabah di marketplace Bareksa, tidak perlu bingung untuk mencari produk reksadana yang bagus. Sebab Bareksa telah mengeluarkan riset yang merekomendasikan sejumlah produk terbaik yang bisa dibeli di marketplace reksadana Bareksa.
Dalam membuat rekomendasi ini, tim analis riset Bareksa mempertimbangkan empat hal ;
Pertama, reksadana memiliki konsistensi dalam menghasilkan kinerja berdasarkan nilai konsistensi beating index (KBI), yang merupakan indikator untuk melihat seberapa konsisten suatu produk reksa dana dalam mengalahkan benchmark atau acuan jenisnya di setiap bulannya.
Semakin tinggi persentase KBI maka semakin baik, sebab semakin sering produk tersebut mengalahkan acuannya di setiap bulan. Yang dimaksud mengalahkan benchmark atau acuan adalah seperti contoh berikut :
- Per Januari, produk reksadana pendapatan tetap A tumbuh 1 persen (vs indeks reksadana pendapatan tetap tumbuh 0,8 persen).
- Per Februari, produk reksadana pendapatan tetap A melemah 1 persen (vs indeks reksadana pendapatan tetap melemah 1,5 persen).
Misalnya, produk reksadana pendapatan tetap A mempunyai presentase KBI di 2018 sebesar 75 persen artinya reksadana pendapatan tetap A mampu mengalahkan benchmarknya selama 9 bulan dari 12 bulan di 2018.
Kedua, metode yang juga digunakan untuk menilai suatu kinerja dari reksadana adalah sharpe ratio, yaitu suatu metode analisis yang sudah familiar digunakan dalam menilai kinerja portofolio.
Nilai sharpe ratio diukur dengan cara mencari return lebih (excess return) yang dihitung dari selisih rata-rata return portofolio dengan return investasi bebas risiko, kemudian dibagi dengan variabilitas (variability) return portofolio yang dihitung dengan standar deviasi.
Semakin tinggi nilai sharpe ratio, menandakan kinerja suatu portofolio semakin baik. Begitupun sebaliknya, semakin rendah nilai sharpe ratio, menandakan kinerja suatu portofolio semakin buruk.
Ketiga, reksadana yang masuk rekomendasi memiliki portofolio yang berkorelasi positif dengan perkembangan makro dan mikro ekonomi.
Berdasarkan tiga kriteria tersebut, terdapat lima produk reksadana pasar uang yang mendapat rekomendasi. Adapun untuk jenis reksadana pendapatan tetap ada dua produk, untuk jenis campuran ada dua produk, serta jenis saham ada tiga produk.
Reksadana Pasar Uang
Dari lima produk reksadana pasar uang yang mendapat rekomendasi Bareksa ternyata bisa mengalahkan indeks 50-100 persen sepanjang satu tahun terakhir.
Setahun terakhir (per 28 Februari 2019), untuk kategori reksadana pasar uang dengan AUM kurang dari Rp150 miliar yakni Reksadana Setiabudi Dana Pasar Uang berhasil mengalahkan indeks reksadana pasar uang yang hanya memberikan keuntungan 4,75 persen.
Sementara reksadana pasar uang dengan AUM Rp150-500 miliar, ada Capital Money Market Fund mampu membukukan return 6,26 persen setahun.
Kemudian reksadana pasar uang dengan AUM lebih dari Rp500 miliar, Maybank Dana Pasar Uang memberikan return setahun terakhir 5,8 persen
Reksadana Pendapatan Tetap
Reksadana Campuran
Reksadana Saham
Sumber : hasil riset tim Bareksa
Reksadana adalah wadah untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang telah terkumpul tersebut nantinya akan diinvestasikan oleh manajer investasi ke dalam beberapa instrumen investasi seperti saham, obligasi, atau deposito.
Reksadana juga diartikan sebagai salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka.
Simak ulasan tips untuk memaksimalkan keuntungan berinvestasi di reksadana : Tips Menabung di Reksadana Agar Tujuan Investasi Dapat Tercapai
(KA01/AM)
***
Ingin berinvestasi di reksadana?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.