Bareksa.com - Menyambut tahun 2018, pelaku pasar menantikan berbagai sentimen positif yang bisa menggerakkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Kondisi ekonomi makro, baik di dalam maupun di luar negeri bisa mendorong IHSG untuk tumbuh lebih tinggi lagi.
Para investor yang menanamkan modal di instrumen reksa dana juga menunggu hasil yang lebih baik dibandingkan tahun lalu.
Bareksa berkesempatan untuk berbincang dengan Senior VP Head Business Development HP Asset Management, Reza Fahmi Riawan, untuk membahas pandangan pasar di tahun 2018. Berikut petikannya.
Bagaimana outlook ekonomi di tahun 2018, dilihat dari sisi GDP (produk domestik bruto), suku bunga, dan rupiah?
Kami melihat sejak running Presiden Jokowi, terutama dua tahun terakhir, di dunia investment banyak reformasi. Kalau tidak salah pertumbuhan GDP kuartal III-2017 sebesar 5,06 persen. Meski pertumbuhan GDP belum sesuai target 5,2 persen, inflasi terjaga baik di 3,6 persen dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di kisaran 13.400-14.500. Hal ini membuat pelaku pasar dan masyarakat menilai ekonomi ini stabil. Otomatis dengan keadaan ini kita pede.
Dengan GDP itu, kita juga lihat consumption rate yang saat ini masih kurang. Meski 7 day reverse repo rate turun, konsumsi masyarakat tidak naik. Akan tetapi bukan mereka tidak punya uang, hanya memang tidak konsumsi.
Kabar baik datang dari upgrade peringkat menjadi BBB- (investment grade) oleh S&P dan terbaru, Fitch juga melaukan upgrade menjadi BBB dengan outlook stabil.
Meski banyak dana keluar dari saham Rp40,94 triliun, dana itu stay tidak pergi ke mana-mana karena masuk ke obligasi (Rp170,34 triliun).
Grafik Kepemilikan Investor Asing di Pasar Saham
Grafik Kepemilikan Investor Asing di Pasar Obligasi
Sumber: Bareksa.com
Kalau government spending, kita lagi dari sisi infrastruktur memang lagi bagus. Tapi kita perlu lihat PR-nya, apakah spending bagus dan apakah penerimaan pajak bisa tercapai atau tidak.
Overall kita melihat bahwa highlight 2018 akan ok. Pemerintah sudah memberikan target pertumbuhan ekonomi dalam APBN 2018 sebesar 5,4 persen. Menurut kami itu masih OK.
Dikaitkan dengan pilkada, market Indonesia tidak terlalu terpengaruh menurut saya karena Indonesia udah terbukti kuat diterpa masalah teroris, politik, dll karena bursa kuat. Itu tidak pengaruh langsung ke bursa atau market. Tapi kalau pemilik emiten ikut politik atau ada afiliasi dengan politik pasti ada pengaruh. Overall, tidak terlalu pengaruh.
Setelah tahun lalu Fitch Ratings memberikan upgrade peringkat utang Indonesia, ada kemungkinan Moody's akan melakukan hal yang sama pada 2018. Bagaimana potensinya?
Menurut kami, kita lihat dari pernyataan Menteri Kuangan Sri Mulyani yang bilang 2018 ekonomi bagus, pilkada tidak memberi efek negatif. Dari pernyataan itu, sebenarnya dia berharap dan butuh meningkatkan GDP. Bagaimana bisa terjadi kalau consumption kurang bagus, kalau government spending tidak bagus -- menurut saya saat ini masih ada lack di pajak. Sampai ada wacana kita mau spending pakai dana haji dll, dan kalau itu kejadian pasti government spending tinggi. Sekarang yang bisa diutak-atik ya investment, dari sisi investor masuk.
Komponen dalam GDP itu ada spending, consumption, ekspor impor, dan investasi. Ekspor impor saya tidak bahas dulu. Dari sisi investasi kita butuh Indonesia diakui, dan itu yang dilakukan oleh Sri Mulyani. Langsung terbukti saat rating naik menjadi BBB-, banyak dana masuk. Sampai sekarang pun menurut saya pasar saham masih reli walau banyak orang yang bilang January effect itu tidak ada.
Terkait dengan kebutuhan Indonesia itu, apapun yang dilakukan pemerintah pasti menuju ke situ. Pemerintah juga butuh komunikasi bisnis juga. Satu lagi untuk meningkatkan GDP butuh itu. Kedua, terbukti korporasi Indonesia juga favorit di luar negeri, seperti waktu Jasa Marga di London Exchange menjual Komodo Bond itu.
Kemudian, diangkatnya Jerome Powell sebagai Gubernur The Fed juga positif. Dia itu modelnya tidak "grasak grusuk" menaikkan suku bunga, atau bisa disebut dengan dovish. Kita tidak khawatir dia akan menaikkan suku bunga dalam waktu dekat yang membuat investor lari ke AS, sehingga di Indonesia lebih stabil. Dengan demikian, kita bisa menaikkan konsumsi, lalu interest rate Indonesia turun dan itu bikin Indonesia bagus.
Moody's sendiri saat ini sudah memberikan rating investment grade bagi Indonesia dengan outlook positif (Baa3).
Salah satu isu dari pasar global adalah rencana pemangkasan pajak AS, seberapa besar dampaknya ke Indonesia?
Ada dua sisi, positif dan negatif. Dengan pajak dipangkas, GDP naik, ekspor AS meningkat, otomatis Indonesia sebagai importir juga terpengaruh karena mendapat harga tidak tinggi dan kita pun menerima hal positif.
Sisi negatifnya, income negara AS berkurang karena tarif pajak turun dari 35 persen ke 21 persen itu berarti mencari tambalan APBN. Kalau pemerintah AS "grasak-grusuk" menerbitkan obligasi, tentu berimbas ke kita.
Kalau income AS turun dan harus menambal anggaran sekitar US$4 triliun kalau tidak salah, mereka akan rilis obligasi baru. Kalau bunga obligasinya bagus, pasti investor lari ke sana dulu sehingga ada potensi capital outflow bagi Indonesia.
Walau ada capital outflow, investor domestik kita sudah kuat. Saya senang meski big caps yang naik cuma sedikit seperti BBNI, BBRI, BBCA, HMSP, itu-itu saja tapi sebenernya yang bikin naik domestik semua. Sepertinya pelaku pasar domestik sudah berupaya saham mereka naik dan tidak tergantung asing. Bahkan menurut data Bursa, trading sudah didominasi investor domestik.
Tahun 2017, investor asing membukukan jual bersih (net sell) Rp41 triliun dari pasar saham. Akan tetapi, secara YTD (hingga 10 Januari 2018), investor asing udah masuk kembali Rp2 triliun. Bagaimana optimisme investor asing terhadap pasar saham? Apa pendorongnya?
Pasti pertama upgrade rating itu. Begitu Fitch menaikkan rating, investor asing makin pede. Sebetulnya uang investasi dunia itu masih ada, tapi misalnya sekarang ditaruh dulu di Indonesia, lalu ditarik ke Vietnam terus ke Thailand. Kalau ditaruh di AS atau di Eropa terus tidak berkembang karena pilihan investasinya terbatas. Kalau mereka investasi di negara berkembang bisa lebih leluasa.
Kedua, yang kita harus siap-siap adalah aksi profit taking sekitar bulan Februari. Investor asing mungkin profit taking sekitar sebulanan kemudian stagnan. Kita lihat dulu report inflasi Januari. Kalau hasil report bagus ya pasti reli tapi kalau kurang ya mungkin agak stagnan.
Berapa target HPAM untuk IHSG akhir tahun ini?
Analis sekarang ini banyak yang over expect. Kami target 6.700, MI lain banyak yang prediksi IHSG 7.300. Kita lihat tergantung dolar AS, kalau nilai tukar Rp13.400-13.700 seperti sekarang ya IHSG sekitar 6.700. Kalau dolar sekitar Rp13.300-Rp13.400, IHSG bisa 7.300. Tapi kalau rupiah melemah ke Rp14.000 per dolar AS, IHSG sejelek-jeleknya bisa ke 5.800. Namun, secara umum sekarang pasar optimis, beda sama awal tahun lalu yang mikir 6.000 saja susah.
Sektor saham apa yang menarik?
Strategi kami adalah defensive. Kami sudah buktikan 5 tahun selalu dapat penghargaan, lihat data.
Kami masih percaya pada sektor basic industry. Di sektor consumer kita in out, itu alfanya. Saat ini, kita mencoba untuk lihat coal mining, dan construction karena sudah terkoreksi 40 persen lebih. Kita lihat it's time to buy. Untuk prime-nya tetap aneka industri
Seperti apa strategi pengeloaan HPAM untuk tahun ini?
Seperti sudah disebutkan, kami defensif. Untuk sektor kami lihat coal mining, tapi lihat secara bottom up. Kita lihat emiten bagus dulu, dari segi GCG, PER, dividen, dll. Banyak kriterianya, tapi kita selalu bottom up. Jadi apapun terjadi, kalau turun sedikit, tidak khawatir karena fundamental sudah bagus.
Grafik Return Reksa Dana HPAM Ultima Ekuitas Dibanding IHSG dan Indeks Reksa Dana Saham
Sumber: Bareksa.com
Kami lihat data bareksa, HPAM Ultima Ekuitas 1 berhasil mencatat return di atas benchmark indeks reksa dana saham. Sepanjang 2017, IHSG naik 19,9 persen, Indeks reksa dana saham naik 9,32 persen, dan HPAM Ultima Ekuitas 1 memberi return 17,78 persen. Apa yang mendorongnya?
Basically, kami selalu defensive. Kami tidak pernah ambil risiko lebih untuk suatu yang lebih daripada loss banyak. Saham big cap yang kita pegang juga bagus. Komposisi beta dan alfa bagus, kita punya rumusnya karena kita piawai di sana. Yang bikin naik antara lain saham HMSP, BBRI, dan saham bank lain. Kami rutin rebalancing. Untuk kondisi kurva normal, kami rebalancing secara 3 bulanan. Kalau rebalancing defensive, kami tidak banyak trading. Kami sudah punya sector allocation yang kami pegang, sehingga porsi trading tidak banyak.
Tidak seperti di tempat lain, di mana satu analis pegang satu produk, di HPAM satu sektor dipegang oleh satu orang. Jadi, satu analis pegang bank, tetapi CIO yang atur alokasi. Karena satu orang pegang satu sektor, maka dia akan lebih fokus dan bisa menguasai sektor tersebut.
Berdasarkan fund fact sheet reksa dana HPAM Ultima Ekuitas 1 per Desember, saham yang menjadi top holding masuk dalam sektor industri dasar. Saham itu termasuk bersifat defensif. Industri dasar banyak dipakai karena ini dasar. Contohnya, kaca, plastik, semen, kimia yang dibuat oleh emiten TPIA. Bahan itu orang banyak pakai lalu diolah. Kami percaya di banyak situasi sektor ini akan bagus. Kita lihat prospek infrastructure bagus, maka butuh semen, bahan kimia seperti produk TPIA, maka sektor industri dasar lagi bagus semua.
Untuk 2018 juga masih begitu. Kemudian, ditambah sektor konstruksi yang sudah terkoreksi 40 persen. Itu agak seksi.
Bagaimana outlook pasar obligasi tahun ini?
Tidak seseksi tahun lalu, for sure. Tahun lalu, yield obligasi pemerintah 10 tahun sebesar 6,8 persen. Untuk sekarang, yield diprediksi dalam kisaran 5,5-5,9 persen. Meski turun, tentu tetap bagus. Obligasi korporasi pasti bagus. Kondisi ini kembali lagi kepada kebijakan Gubernur The Fed baru Jerome Powel yang dovish. Bank Indonesia juga akan menjaga suku bunga acuan, dan bila turun hal itu juga bagus. Suku bunga acua BI bisa turun 25-75 bps, itu OK. Coba kita lihat penerbitan Komodo Bond oleh JSMR di Londong, itu oversold, banyak yang ikutan. Selain itu, credit default swap (CDS) juga mengecil. Itu berarti persentase gagal bayar turun, kemungkinan kecil sekali gagal bayar. Credit rating kita makin bagus. Jarang terdengar ada obligasi gagal bayar.
Bagaimana strategi pengelolaan reksa dana pendapatan tetap?
Obligasi seri FR saja, yakni obligasi pemerintah. Kami tidak akan ambil produk lain dulu. Kalau bisa masuk timing tepat, pasti bagus. Jarang-jarang produk reksa dana pendapatan tetap bisa memberikan untung 11,22 persen setahun seperti produk HPAM. Produk ini segera akan dijual di Bareksa.
Apakah tahun ini akan ada launching produk baru HPAM?
Ada beberapa produk. Jenis ETF, terproteksi dan saham.
Kalau dari sisi perusahaan, apa fokusnya?
Ritel tetap utama meski ada korporat, institusi.
Kita serius garap ritel. Buktinya kita buka jalur distribusi, termasuk Bareksa. Kita mau mengembangkan online. Jadi, pembukaan reksa dana online cepat. Kantor cabang akan banyak. Kalau terkait nasabah institusi akan banyak. Kami tidak pusing karena hampir semua institusi besar sudah ada di kita dan mereka sudah punya strategi sendiri.
Berbicara tentang reksa dana online dan perkembangan teknologi, apakah ini peluang bagi HPAM?
Pasti, karena kami sangat terbantu karena memudahkan calon nasabah. Dengan market cap Bareksa, kita bisa win win solution. Dulu persaingan keras, sekarang kerja sama.
Sebagai contoh sekarang armada taksi terbesar Uber tapi tidak punya mobil. Penjualan terbesar Alibaba tapi tidak punya gudang, barang saja enggak punya. Zaman now investasi harus pintar. Informasi ada, barang ada, salah kalau pilih produk non-OJK (tidak dilindungi OJK). Indonesia sekarang punya populasi 260 juta, potensinya sangat besar. Harusnya dengan bantuan online edukasi sosialisasi terbantu. Mana yang aman, mana yang dilindungi OJK.
Berapa target Asset Under Management (AUM) HPAM 2018?
Saya targetkan Rp8,3 triliun sampai Rp9 triliun. Saya benar-benar ingin HPAM akan jadi besar. Peningkatan AUM dan kinerja per tahun terbaca.