Bareksa.com – Kinerja pasar obligasi domestik bangkit dalam keterpurukan setelah sepanjang Oktober 2017 mengalami tekanan. Indeks obligasi konvensional, Indonesia Composite Bond Index (ICBI) bergerak turun dengan pelemahan sebesar 1,15 persen sepanjang Oktober.
Memasuki November 2017, pasar obligasi kembali menguat. Indeks obligasi konvensional, berbalik arah dengan penguatan sebesar 1,06 persen hanya dalam sepekan (periode 30 Oktober – 06 November 2017).
Pergerakan yield (imbal hasil) obligasi pemerintah bertenor 10 tahun (sebagai benchmark) turut mencatatkan penurunan. Dalam sepekan terakhir (periode 30 Oktober – 06 November 2017), yield obligasi turun 2,5 persen menjadi berada di level 6,63 persen pada penutupan awal pekan (Senin, 06 November 2017). Penurunan yield berbanding terbalik terhadap harga obligasi yang menunjukkan peningkatan permintaan.
Potensi yield (imbal hasil) yang rendah di pasar obligasi Indonesia ini diperkirakan masih akan terjaga seiring adanya laporan terbaru dari Lembaga pemeringkat kredit, S&P Global Ratings yang mengeluarkan Indonesia dari negara-negara yang termasuk “Fragile Five” atau negara yang mata uangnya rawan terkena dampak kebijakan moneter Bank Sentral AS, The Fed.
Dalam laporan terbaru S&P tersebut, lima negara yang masuk dalam kategori Fragile Five antara lain Turki, Argentina, Pakistan, Mesir, dan Qatar. Sebelumnya, sejak tahun 2013, negara yang masuk dalam kategori Fragile Five adalah Brazil, India, Indonesia, Afrika Selatan, dan Turki.
Adapun dalam penilaiannya, S&P Global menggunakan tujuh variabel, termasuk neraca transaksi berjalan sebagai persentase pertumbuhan dan persentase utang dalam mata uang asing sebagai bagian dari total utang yang dimiliki negara-negara tersebut.
Negara-negara yang dikategorikan sebagai Fragile Five adalah negara-negara yang memiliki defisit transaksi berjalan yang cukup besar terhadap produk domestik bruto (PDB). Istilah Fragile Five juga mengacu pada lima negara yang paling bergantung pada investasi asing sehingga rentan ambruk akibat gejolak ekonomi global.
Dikeluarkannya Indonesia dari Fragile Five ini berpotensi meningkatkan optimisme investor asing untuk kembali masuk ke pasar domestik sehingga berpeluang sebagai katalis positif yang dapat menjaga tren imbal hasil yang rendah di pasar surat utang Indonesia.
Adapun sejak awal bulan November, arus dana asing tampak kembali meramaikan pasar obligasi. Tercatat, arus dana masuk investor asing hingga akhir pekan lalu (Jumat, 03 November 2017) adalah sebesar Rp8,37 triliun hanya dalam kurun waktu 3 hari sejak awal bulan.
Kembali positifnya pasar obligasi domestik turut mendorong kinerja reksa dana terutama jenis reksa dana pendapatan tetap mencatatkan return positif. Dalam sepekan terakhir, return rata-rata reksa dana pendapatan tetap tercatat tumbuh 0,72 persen (per 06 November 2017).
Adapun lima besar reksa dana pendapatan tetap yang tersedia pada Marketplace Bareksa berhasil mencatatkan return tertinggi di kisaran 1,21 persen hingga 1,63 persen dalam sepekan. Berikut daftar lima besar reksa dana pendapatan tetap dengan perolehan return tertinggi dalam sepekan (per 06 November 2017).
Sumber : Bareksa.com
Reksa dana pendapatan tetap, sesuai karakteristiknya, menempatkan aset dalam surat utang yang diterbitkan baik oleh pemerintah maupun korporasi. Oleh sebab itu, pergerakan yield obligasi berpengaruh terhadap kinerja reksa dana jenis ini.
Adapun reksa dana pendapatan tetap ini cocok untuk investor dengan profil risiko moderat, yakni bisa memberikan toleransi risiko untuk mendapatkan potensi untung yang lebih besar. Jenis reksa dana ini juga sesuai untuk investasi jangka menengah satu hingga tiga tahun. (hm)
**
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksa dana, klik tautan ini
- Pilih reksa dana, klik tautan ini
- Belajar reksa dana, klik Bareksa Fund Academy. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksa dana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksa dana..