Bareksa.com – PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (Manulife AM) menilai pasar saham Indonesia masih menawarkan pertumbuhan yang menarik tahun ini. Dengan adanya pertumbuhan tersebut, investor bisa memanfaatkan peluang untuk berinvestasi di sektor yang menangkap potensi pertumbuhan ekonomi.
Portofolio Manager, Equity Manulife Aset Manajemen Indonesia Andrian Tanuwijaya menjelaskan, Indonesia menawarkan potensi yang menarik karena berada dalam siklus pemulihan ekonomi. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi pada 2022 akan lebih baik dibandingkan 2021.
Dari sisi ketahanan ekonomi, Indonesia juga ditopang oleh indikator stabilitas makro ekonomi seperti suku bunga, inflasi, neraca transaksi berjalan dan cadangan devisa yang membaik sehingga kondisi ini dapat membuat Indonesia lebih kuat dalam menghadapi normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat.
“Indonesia juga memiliki potensi pertumbuhan struktural menarik dari sektor ekonomi digital dan rantai pasokan energi terbarukan seperti baterai listrik,” jelas Andrian dalam keterangan resmi akhir pekan lalu.
Karena itu, minat investor asing terhadap pasar saham Indonesia cukup baik, terlihat dari pembelian bersih investor asing di pasar saham yang mencapai US$425 juta pada Januari 2022, walaupun kondisi pasar global sangat fluktuatif. Risiko utama yang perlu diperhatikan adalah perkembangan kondisi pandemi, terutama terkait respon kebijakan pembatasan mobilitas dari pemerintah, dan perubahan kebijakan moneter yang mendadak dan di luar ekspektasi pasar.
Dengan melihat hal ini, Andrian berpandangan fluktuasi pasar karena makro ekonomi global menjadi risiko yang tidak bisa dihindari. Karenanya, Manulife AM dengan fokus berinvestasi pada saham perusahaan berkualitas yang menangkap potensi pertumbuhan struktural Indonesia seperti pada sektor e-economy, green economy, dan sektor yang diuntungkan dari kondisi pemulihan ekonomi seperti sektor finansial. Di samping itu kami juga terus mencermati kondisi pasar dan dapat sewaktu-waktu melakukan perubahan strategi apabila terdapat perubahan kondisi fundamental.
Terkait kondisi global, Andrian melihat pasar masih dibayangi oleh komunikasi The Fed yang mengindikasikan The Fed mulai terbuka untuk menaikkan suku bunga pada kuartal I-2022 atau berubah dari komunikasi sebelumnya yang relatif lebih akomodatif. Selain itu, data inflasi Amerika Serikat juga terus meningkat ke level tertinggi sejak 1982, yang meningkatkan kekhawatiran kalau The Fed akan menaikkan suku bunga lebih agresif dari perkiraan untuk menanggulangi lonjakan inflasi tersebut.
Ketidakpastian ini juga diperparah oleh jeda komunikasi The Fed yang panjang, dari komunikasi terakhir pada 11 Januari hingga rapat FOMC pada 27 Januari. Vakum komunikasi yang panjang ini menyebabkan spekulasi pasar menjadi semakin liar dan menekan sentimen pasar. Namun saat ini volatilitas pasar sudah relatif turun pasca rapat FOMC The Fed yang mempertegas arah kebijakan moneternya sehingga mengurangi ketidakpastian dan spekulasi di pasar.
Menariknya, dalam beberapa periode siklus kenaikan suku bunga Fed sebelumnya kinerja pasar saham Amerika Serikat dan Asia cukup resilien. Sejak tahun 1988 telah terjadi lima kali siklus kenaikan suku bunga The Fed, pada 1988, 1993, 1999, 2004, dan 2015. Pada periode tersebut, pasar saham Amerika Serikat dan Asia mencatat kinerja positif.
“Dalam pandangan kami kinerja pasar saham jangka panjang lebih dipengaruhi oleh faktor fundamental seperti pertumbuhan ekonomi dan outlook kinerja emiten. Selain itu kalau kami melihat dari perspektif lain, kenaikan suku bunga juga dapat dipandang sebagai sinyal bahwa ekonomi dalam kondisi yang kuat dan siap menghadapi kenaikan suku bunga,” kata dia.
Dari sisi regional, kondisi makroekonomi kawasan Asia saat ini lebih solid dibandingkan periode 2013 yang dapat memberi ketahanan lebih baik menghadapi siklus kenaikan suku bunga The Fed. Indikator makro ekonomi seperti suku bunga riil, inflasi, neraca transaksi berjalan, dan cadangan devisa berada pada posisi yang sehat sehingga dapat menopang stabilitas ekonomi dan sentimen pasar.
Asia juga memiliki peranan penting dalam rantai pasokan global sebagai produsen bahan baku, komoditas, maupun barang manufaktur, yang diuntungkan dari meningkatnya permintaan global seiring pembukaan ekonomi. IMF memperkirakan pertumbuhan volume perdagangan global mencapai 6 persen pada 2022, di atas rata-rata sebelum pandemic 3,4 persen. Karena itu arus dana diperkirakan tetap suportif bagi kawasan Asia yang dapat mendukung stabilitas neraca finansial negara kawasan Asia.
“Kami melihat potensi yang menarik di kawasan Asia terutama di ASEAN, India, dan China. Pertumbuhan ekonomi kawasan ASEAN dan India diperkirakan lebih tinggi tahun ini dibanding tahun lalu, berlawanan dengan tren global yang mengalami normalisasi pertumbuhan,” tukas Andrian.
(K09/AM)
***
Ingin berinvestasi aman di emas dan reksadana secara online yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Beli emas, klik tautan ini
- Download aplikasi reksadana Bareksa di App Store
- Download aplikasi reksadana Bareksa di Google Playstore
- Belajar reksadana, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS
DISCLAIMER
Investasi reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.