Bareksa.com - PT Mandiri Sekuritas memperkirakan pasar modal Indonesia akan kembali melaju dengan estimasi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencapai 6.850 di penghujung tahun 2021. Perseroan menilai tahun 2021 akan menjadi titik balik dari pemulihan ekonomi Indonesia. Optimisme itu didorong oleh harapan ketersediaan vaksin Covid-19, peningkatan konsumsi masyarakat, serta reformasi birokrasi melalui implementasi Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law).
Makroekonomi
Chief Economist Mandiri Sekuritas Leo Putra Rinaldy mengatakan Indonesia mengalami masa kontraksi ekonomi di mana produk domestik bruto (PDB) tumbuh negatif 5,3 pada kuartal II 2020. Namun, kondisi ini adalah pilihan yang harus diambil karena pemerintah di manapun di dunia harus melakukan pembatasan mobilitas barang dan orang untuk menekan penyebaran pandemi Covid-19.
"Setelah melalui kurva terbawah, perekonomian Indonesia kini mulai memasuki siklus pemulihan dengan tren perbaikan yang terjadi di hampir seluruh sektor pada kuartal III 2020, terutama sektor teknologi informasi. Pembatasan mobilitas masyarakat dinilai mendorong penggunaan layanan berbasis teknologi, sehingga ke depan transformasi digital akan belangsung lebih cepat," ungkapnya dalam keterangan tertulis (29/12/2020).
Menjelang akhir tahun 2020, pemerintah masih akan menghadapi tantangan dalam mengendalikan kenaikan kasus Covid-19 di Indonesia di mana kenaikan tingkat infeksi sudah mencapai di kisaran 20 persen. Maka itu, dengan perkembangan vaksin yang lebih cepat daripada perkiraan, hal ini menjadi salah satu katalis dalam konteks pengendalian krisis kesehatan.
Menurut Leo, optimisme terhadap perkembangan vaksin telah mendorong reaksi positif dan peningkatan cukup signifikan di pasar finansial, walaupun masih decouple dengan kondisi perbaikan di sektor riil dan dari sisi permintaan. Hal ini disebabkan daya beli masyarakat kelas bawah-menengah dan bawah masih terimbas. Sedangkan, konsumsi kelas atas masih menahan diri dalam melakukan pengeluaran karena kondisi krisis kesehatan. Dan semua situasi tersebut, tentu berimbas terhadap momentum investasi.
“Dengan demikian, selain pengendalian krisis kesehatan, stimulus fiskal masih akan menjadi motor pertumbuhan ekonomi sampai pertengahan 2021 guna mendukung daya beli konsumsi kelas bawah dan menengah. Faktanya, walaupun tingkat pengangguran hanya meningkat ke 7,1 persen di bulan Agustus 2020 dari 5,3 persen di periode yang sama tahun lalu, sebagian pekerja di sektor formal mengalami pengurangan jam kerja atau pindah ke sektor informal. Sedangkan konsumsi kelas atas diperkirakan mulai meningkat seiring dengan vaccine roll out yang direncanakan akan dimulai kuartal II tahun 2021,” kata Leo.
“Harus diingat konsumsi masyarakat penting bagi pemulihan ekonomi karena memegang 56 persen kue ekonomi Indonesia. Karena itu, pemulihan ekonomi di Indonesia akan cenderung berbentuk nike-shape recovery dengan ekspektasi pertumbuhan PDB 4,4 persen. Seluruh motor pertumbuhan ekonomi, seperti investasi, akan mulai berjalan di semester II tahun 2021, sehingga inflasi cenderung akan mengalami normalisasi menjadi sekitar 3 persen dengan current account deficit (CAD) yang kembali melebar,” lanjutnya.
Walaupun CAD melebar, nilai tukar rupiah diperkirakan tetap stabil seiring dengan masuknya aliran dana asing di portofolio. Hal ini didorong oleh masih menariknya interest rate differential dan melimpahnya global liquidity supply karena masih berlanjutnya quantitative easing. Lebih lanjut, aliran dana langsung (direct investment) juga diperkirakan meningkat seiring dengan implementasi dari kebijakan struktural Omnibus Law.
“Ke depan, diharapkan pengendalian penyebaran Covid-19 terus berjalan baik, distribusi vaksin tepat waktu, dan stimulus fiskal terlaksana sesuai ekspektasi. Hal-hal itu diharapkan dapat menjaga pemulihan ekonomi nike-shape, bukan K-shape,” tutup Leo.
Pasar Obligasi
Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas Handy Yunianto mengatakan pasar obligasi tahun ini membukukan kinerja yang sangat bagus di mana performa indeks obligasi meningkat 14,5 persen sepanjang 2020 hingga pertengahan Desember (year to date). Kinerja tersebut melampaui kinerja saham maupun deposito.
“Meskipun sudah reli selama tiga tahun berturut-turut dan yield obligasi yang ditawarkan semakin rendah, investasi pasar obligasi di tahun 2021 kemungkinan masih akan memberikan hasil yang positif. Penurunan yield masih bisa berlanjut sehingga investor masih akan mendapatkan potensi capital gain di tahun depan,” ungkap Handy.
Berbeda dengan kondisi tiga tahun sebelumnya, pasar obligasi di Indonesia saat ini cenderung lebih stabil karena didominasi oleh investor lokal, khususnya perbankan yang bisa melakukan investasi sekitar Rp50 triliun setiap bulannya sejak April 2020. Tren ini didorong oleh likuiditas perbankan yang melimpah akibat permintaan kredit yang turun.
“Adapun komposisi investor asing di pasar obligasi saat ini hanya sekitar 26 persen dari sebelumnya 40 persen. Gambaran ini memberikan prospek yang positif di mana tingkat ketergantungan pasar obligasi di Indonesia menurun. Meskipun demikian, dalam tiga bulan terakhir, reli di pasar obligasi juga didorong oleh aliran investasi asing yang mulai masuk kembali ke pasar obligasi Indonesia, seiring dengan membaiknya sentimen global dampak dari perkembangan posisitif vaksin dan kebijakan akomodatif dari bank sentral,” kata Handy.
Handy juga menyoroti partisipasi investor retail yang meningkat di pasar obligasi. Hingga November 2020, nilai investasi investor retail mencapai Rp65 triliun atau meningkat hampir 8 kali dibandingkan tahun 2019 yang sebesar Rp8 triliun.
Tahun depan, diia memperkirakan pasar obligasi akan tetap memberikan imbal hasil yang positif. Estimasi tersebut dapat dilihat dari tiga indikator utama. Indikator pertama, nilai wajar yield obligasi pemerintah bertenor 10 tahun akan berkisar di angka 5,75 persen, didorong oleh kebijakan The Fed yang akan menahan suku bunga hingga 2023.
Kedua, likuiditas yang masih sangat besar, baik dari global maupun domestik, serta didukung oleh pasar obligasi Indonesia yang atraktif dengan nilai real yield kedua terbesar di bawah Afrika Selatan.
"Ketiga, dari sisi supply and demand, kami melihat masih manageable seiring dengan likuiditas yang melimpah serta adanya partisipasi Bank Indonesia di pasar perdana melalui skema SKB1,” papar Handy.
Pasar Saham
Head of Equity Research Mandiri Sekuritas Adrian Joezer mengatakan dengan pemulihan ekonomi dan reformasi kebijakan di Indonesia pada tahun depan, Mandiri Sekuritas menargetkan IHSG akan mencapai 6.850 di akhir tahun 2021.
Optimisme ketersediaan vaksin serta ekspektasi produksi, distribusi, pelaksanaan vaksinasi, dan penerimaan masyarakat di tahun 2021 diharapkan dapat mempercepat terjadinya herd immunity di masyarakat. Vaksinasi tersebut dapat meningkatkan kepercayaan diri masyarakat untuk kembali beraktivitas seperti normal, yang pada akhirnya akan mendorong peningkatan daya beli.
“Kami melihat ada enam katalis yang akan mendorong kenaikan pasar saham di Indonesia, antara lain, pemulihan ekonomi yang didorong vaksinasi, normalisasi dengan konsolidasi industri pasca pandemi, likuiditas global dan domestik yang melimpah, suku bunga global yang rendah, kenaikan harga komoditas, serta dimulainya reformasi struktural pemerintah,” papar Adrian.
Perbaikan ekonomi global dan domestik akan menguntungkan saham-saham cyclical dan juga komoditas. Faktor kedua adalah konsolidasi industri yang akan terjadi, khususnya di perusahaan-perusahaan yang memiliki struktur modal besar dan memungkinkan untuk ekspansi.
Selanjutnya, Adrian menyoroti likuiditas domestik yang berlimpah diharapkan akan meningkatkan sisi permintaan konsumsi jika vaksinasi sukses dilaksanakan di Indonesia. Sehingga, saham-saham yang merupakan proxy dari konsumsi domestik yang bersifat discretionary akan diuntungkan.
Dari faktor global, Indonesia bisa mendapatkan keuntungan dari suku bunga global yang rendah dan likuiditas yang masih berlimpah. Sementara itu, tingkat imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia masih sangat menarik, sehingga mendorong arus dana asing masuk ke Indonesia.
“Faktor terakhir adalah reformasi struktural pemerintah melalui Omnibus Law yang akan mengubah cara pandang investor asing terhadap Indonesia, dan juga berlangsungnya downstreaming di industri mineral yang akan berdampak positif terhadap neraca perdagangan Indonesia di kemudian hari. Hal ini akan berdampak positif terhadap penguatan daya beli di kemudian harinya, dan reformasi inilah yang membuat Indonesia berbeda ke depannya,” tutup Adrian.
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini adalah kinerja masa lalu dan tidak menjamin kinerja di masa mendatang. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.