Bareksa.com - Berikut ini adalah intisari perkembangan penting di isu ekonomi, pasar modal dan aksi korporasi, yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Senin, 30 Desember 2019 :
Subsidi Listrik
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan pelanggan listrik golongan 900 VA Rumah Tangga Mampu tidak akan dikenakan tarrif adjustment pada 1 Januari 2020 mendatang.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengungkapkan pihaknya memutuskan untuk tidak mengenakan tarrif adjustment atau penyesuaian tarif pada pelanggan golongan 900 VA RTM dengan sejumlah pertimbangan. "Belum (dicabut subsidinya), jaga kestabilan dulu," ungkap Arifin di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (27/12) dilansir Kontan.co.id.
Menurut Arifin, hingga saat ini pihaknya masih melakukan validasi dan pendataan pelanggan demi menghindari kesalahan. Kementerian saat ini menanti pendataan yang dilakukan oleh PLN. Pendataan pelanggan ini juga sekaligus mencocokkan data dengan data yang dimiliki oleh Badan Pusat Statistik mengenai jumlah pelanggan golongan Rumah Tangga Mampu.
Menyinggung kemungkinan subsidi membengkak dari APBN 2020 yang telah disepakati sebelumnya, Arifin mengungkapkan akan ada langkah penghematan yang bisa dilakukan melalui sejumlah alternatif termasuk pemilihan bahan bakar untuk pembangkit.
Sekedar informasi, data PLN per 31 Oktober 2019, jumlah pelanggan 900 VA - RTM tercatat 22,1 juta. Adapun pada 2020 mendatang jumlah pelanggan diproyeksikan 24,4 juta. Sebelumnya, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Rida Mulyana memberikan gambaran, ketika tariff adjusment akan diberlakukan pada bulan Januari, maka pergerakan harga formula pembentukan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik akan dihitung dalam tiga bulan terakhir.
Adapun, empat faktor yang dapat mempengaruhi penyesuaian BPP adalah nilai tukar dolar Amerika Serikat terhadap rupiah (kurs), Indonesian Crude Price (ICP), inflasi, dan harga patokan batu bara.
Bursa Efek Indonesia
PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatatkan rekor baru penambahan jumlah investor saham dalam setahun ini, yakni 250.368 Single Investor Identification (SID) sepanjang 2019. Untuk 2020, BEI menargetkan jumlah keseluruhan investor pasar modal bisa tumbuh 20-25 persen year on year (yoy). Dengan begitu, hingga akhir tahun depan, BEI berharap jumlah SID pasar modal bisa mencapai 3,12 juta hingga 3,25 juta SID.
Direktur Pengembangan BEI Hasan Fawzi mengatakan, pada tahun 2018, penambahan jumlah investor saham baru hanya sebanyak 223.729 SID.
"Per Senin (23/12), sudah terlampaui penambahan lebih dari 250.000 investor saham baru pada 2019 yang merupakan rekor tertinggi selama ini," ungkap Hasan kepada Kontan.co.id (24/12).
Dengan begitu, investor saham di BEI per tanggal tersebut berjumlah 1.102.608 SID, meningkat dari akhir tahun lalu yang sebanyak 852.240 SID. Hasan berharap, dalam sisa hari kerja Bursa tahun ini, jumlah investor masih bisa bertambah lagi.
Sementara itu, jumlah investor pasar modal secara keseluruhan ditargetkan bisa mencapai 2,6 juta SID hingga akhir tahun ini. Jumlah tersebut terdiri dari investor saham, reksadana, dan surat berharga negara (SBN). Jika terealisasi, maka jumlah investor pasar modal per akhir tahun ini meningkat 60 persen dari realisasi 2018 yang sebanyak 1.619.372 SID.
Di samping meningkatkan jumlah investor keseluruhan, tahun depan BEI juga menargetkan memperbanyak jumlah SID aktif saham 20-25 persen. Sebagai gambaran, dari 1,1 juta SID saham, hanya 15 persen atau sekitar 120.000 yang aktif melakukan transaksi di BEI setiap bulannya.
Otoritas Jasa Keuangan
Rapat Dewan Komisioner (RDK) Otoritas Jasa Keuangan menilai stabilitas sektor jasa keuangan dalam kondisi terjaga dengan intermediasi sektor jasa keuangan membukukan kinerja positif dan profil risiko industri jasa keuangan manageable.
Dilansir Bisnis.com, sentimen positif yang berasal dari kesepakatan perang dagang AS-Tiongkok dan kemenangan PM Boris dalam pemilu Inggris mewarnai dinamika perekonomian global di akhir 2019. Selain itu, berlanjutnya kebijakan dovish oleh beberapa bank sentral negara maju terus menjaga likuiditas global dan penguatan pasar keuangan global.
Sampai dengan 20 Desember 2019, pasar SBN mengalami penguatan dengan yield turun 94,2 bps YtD disertai dengan aliran investor nonresiden ke pasar SBN tercatat Rp171 triliun. Sementara itu, pasar saham menguat 4,53 persen MtD atau 1,45 persen YtD menjadi 6.284,4. Penguatan ini ditopang oleh aliran masuk investor nonresiden. Secara YtD investor nonresiden mencatatkan net buy di pasar modal Rp47,8 triliun.
"Kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan November 2019 sejalan dengan perkembangan yang terjadi di perekonomian domestik. Kredit perbankan mencatat pertumbuhan positif 7,05 persen yoy, ditopang oleh kredit investasi yang tetap tumbuh dua digit di level 13,71 persen YoY," tulis siaran pers OJK Jumat (27/12/2019).
Dari sisi penghimpunan dana, Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan tumbuh 6,72 persen yoy, lebih tinggi dari capaian tahun lalu. Piutang pembiayaan perusahaan pembiayaan meningkat 4,5 persen YoY. Di tengah pertumbuhan intermediasi lembaga jasa keuangan, profil risiko masih terkendali dengan rasio NPL gross 2,77 persen (NPL net 1,2 persen) dan rasio NPF 2,5 persen.
Selain itu, sepanjang Januari 2019 - November 2019, industri asuransi berhasil menghimpun premi Rp261,7 triliun tumbuh 6,1 persen YoY. Sampai dengan 23 Desember 2019, penghimpunan dana melalui pasar modal telah mencapai Rp166 triliun. Adapun jumlah emiten baru pada periode tersebut 54 perusahaan dengan pipeline penawaran sebanyak 55 emiten dengan total indikasi penawaran Rp15,6 triliun.
Sampai dengan 20 Desember 2019 YTD, pertambahan kepemilikan SBN oleh perbankan tercatat Rp193,2 triliun. Peningkatan kepemilikan SBN oleh dana pensiun Rp43,9 triliun dan asuransi sebesar Rp13,6 triliun YtD. Jumlah tersebut mencerminkan positifnya peran lembaga jasa keuangan dalam mendukung pembiayaan perekonomian nasional, di mana dana yang berhasil dikumpulkan dari sektor jasa keuangan dimanfaatkan oleh pemerintah untuk pendanaan pembangunan.
Risiko nilai tukar perbankan berada pada level yang rendah, dengan rasio Posisi Devisa Neto (PDN) 2,13 persen, jauh di bawah ambang batas ketentuan 20 persen. Sementara itu, likuiditas dan permodalan perbankan berada di level yang memadai. Liquidity coverage ratio dan rasio alat likuid/non-core deposit masing-masing 201,7 persen dan 99,63 persen, jauh di atas threshold masing-masing 100 persen dan 50 persen.
Permodalan lembaga jasa keuangan terjaga stabil pada level yang tinggi. Capital Adequacy Ratio perbankan 23,81 persen. Sejalan dengan itu, Risk-Based Capital industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing 725 persen dan 329 persen, jauh di atas ambang batas ketentuan 120 persen.
OJK menyatakan senantiasa memantau dinamika perkembangan ekonomi global dan berupaya memitigasi potensi risiko yang ada terhadap kinerja sektor jasa keuangan. OJK juga terus memperkuat koordinasi dengan para stakeholder dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan.
Jiwasraya
Manajemen PT Asuransi Jiwasraya (Persero) menyatakan pembayaran klaim akan dimulai secara bertahap pada 2020, begitu perseroan berhasil memperoleh berbagai dana dari aksi korporasi. Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko menyatakan saat ini perseroan tidak mampu membayarkan klaim jatuh tempo 2019 senilai Rp12,4 triliun. Meski begitu, manajemen Jiwasraya akan berupaya memulai pembayaran klaim pada 2020.
Menurut Hexana, pembayaran klaim akan berlangsung saat perseroan memperoleh dana melalui berbagai upaya pemulihan kondisi keuangan, seperti pembentukan anak usaha Jiwasraya Putra dan pinjaman subordinasi dari holding perasuransian yang diinisiasi Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Jiwasraya menargetkan investor strategis Jiwasraya Putra dapat ditetapkan pada Maret 2019, pembentukan holding asuransi dapat rampung pada kuartal II 2019, dan mekanisme financial reinsurance dapat diterapkan pada kuartal III 2019 atau kuartal IV 2019.
"Jadi setelah aksi-aksi itu, walaupun bertahap, akan ada pembayaran klaim. Tentu tidak akan semua [dana yang diperoleh] untuk klaim karena perusahaan juga harus memperbaiki operasionalnya, tapi tentu [pembayaran] klaim akan menjadi prioritas," ujar Hexana pada Jumat (27/12/2019).
Dia menjelaskan manajemen, Kementerian BUMN selaku pemegang saham utama, dan pemerintah terus mengupayakan penyehatan kondisi keuangan perseroan. Upaya tersebut dilakukan di antaranya untuk membayarkan klaim yang terhenti sejak Oktober 2018.
Kasus Jiwasraya bukan hanya menimbulkan kerugian bagi nasabah yang belum mendapatkan kembali uangnya, tetapi diduga turut menimbulkan kerugian negara. Kejaksaan Agung memperkirakan kerugian negara akibat masalah Jiwasraya mencapai Rp13,7 triliun per Agustus 2019 dan dapat terus bertambah.
RUU Perlindungan Data Pribadi
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi Partai NasDem Willy Aditya meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengkaji secara mendalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi (PDP) dengan perspektif masa depan.
"Saya juga mendesak Kominfo sebagai inisiator pengusul RUU PDP juga melakukan koordinasi dengan lembaga pemerintahan lainnya sebelum draf akhir diserahkan untuk dibahas bersama DPR," kata Willy di Jakarta, dilansir Investor.id.
Dia menilai pelindungan Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan satu hal yang penting namun kemanfaatan bagi pemilik data pribadi juga tidak dapat dikesampingkan. Sehingga RUU PDP diharapkan membahas kedua hal tersebut. Menurut anggota Komisi I DPR RI itu, dalam pembahasan RUU PDP, bisa jadi bukan hanya Kominfo yang akan menjadi speaker pemerintah namun bisa juga Kementerian dalam Negeri dan lainnya, karena RUU ini multi stakeholder.
"Kita bisa lihat di negara lain menggunakan istilah Privacy Protection, Personal Data Protection dan yang mengusulkan itu bukan hanya kementerian telekomunikasi. Namun idenya sama, pelindungan HAM dan kemanfaatan bagi pemilik inheren data pribadi," ujarnya.
Willy menilai, kalau negara bisa memidanakan pelanggar data pribadi, maka pemilik data semestinya bisa menggugat perdata atau ganti rugi pelanggar atas hak pribadinya. Willy mengatakan, RUU PDP merupakan RUU penting untuk melindungi HAM warga negara karena di era disrupsi digital yang tidak bisa dihindari, PDP menjadi hal mendesak selain RUU Keamanan dan Ketahanan Siber.
Dia menilai, sudah banyak peristiwa yang mengusik kenyamanan ber-warga negara yang berkaitan dengan data pribadi, misalnya di media sosial, mudah sekali seseorang menyebarluaskan data pribadi orang lain.
"Belum lagi aplikasi tekfin yang abusive menggunakan phonebook contact nasabahnya. Itu semua perlu pengaturan yang tegas dengan perspektif pelindungan HAM," katanya.
Dia menjelaskan, RUU PDP makin menjadi penting sejalan dengan pemerintahan yang terus bertransformasi dalam dunia digital. Karena itu, menurut dia, RUU PDP harus dibahas pararel dengan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber dan revisi UU Penyiaran sehingga ada kesatuan semangat kebatinan dalam pengaturan digital Indonesia.
(*)