IHSG Tertekan Pekan Lalu, Lima Saham Ini Terbanyak Dijual Asing
Menurut analisis teknikal, ada indikasi IHSG masih berpotensi melemah dalam jangka pendek
Menurut analisis teknikal, ada indikasi IHSG masih berpotensi melemah dalam jangka pendek
Bareksa.com - Sepekan lalu, pergerakan pasar saham Tanah Air terlihat mengalami tekanan cukup berat hingga harus tercatat melemah secara mingguan. Dalam periode 22 hingga 26 April 2019, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 1,63 persen point to point dengan ditutup pada level 6.401,080.
Secara sektoral, mayoritas berakhir di zona merah pada pekan kemarin, dengan penurunan terdalam yaitu industri dasar (-4,44 persen), pertanian (-4,21 persen), dan manufaktur (-3,62 persen). Sementara itu, hanya tiga sektor saham yang mampu menghijau yakni infrastruktur (0,90 persen), perdagangan (0,57 persen), dan pertambangan (0,35 persen).
Di sisi lain, investor asing terpantau cukup banyak keluar ke saham domestik dengan mencatatkan penjualan bersih (net sell) di seluruh pasar sepanjang pekan lalu senilai Rp2,30 miliar. Namun jika sejak awal tahun 2019 hingga saat ini, investor asing masih mencatatkan pembelian bersih (net buy) senilai Rp12,92 triliun.
Promo Terbaru di Bareksa
Saham-saham yang terbanyak dilepas oleh investor asing dalam sepekan kemarin :
1. Saham BBRI (Rp926,3 miliar)
2. Saham BMRI (Rp396,4 miliar)
3. Saham GGRM (Rp265,2 miliar)
4. Saham BBNI (Rp224,8 miliar)
5. Saham PTBA (Rp215,1 miliar)
Berbagai Sentimen Pekan Lalu
Performa pasar keuangan Indonesia senada dengan negara-negara Asia lainnya yang juga melemah. Sepertinya pelaku pasar memang sedang menghindari instrumen-instrumen berisiko di negara berkembang.
Perdagangan pekan lalu dimulai cenderung lambat. Maklum, pelaku pasar masih agak jetlag setelah libur panjang karena memperingati Jumat Agung.
Pasar keuangan Asia, termasuk Indonesia, mengalami koreksi pada awal pekan karena sebelumnya sudah menguat cukup tajam. Sebagai catatan, IHSG sepekan sebelumnya melonjak hingga 1,58 persen. Di tengah suasana jetlag serta belum ada sentimen besar yang mempengaruhi pasar, pelaku pasar pun memilih mencairkan keuntungannya (profit taking).
Pekan pun berjalan, dan sentimen penggerak pasar masih belum ada yang “nampol”. Justru yang ada adalah rilis data ekonomi di berbagai negara yang agak mengkhawatirkan.
Misalnya di Eropa, produksi industrial di negara-negara Zona Euro pada Februari turun 0,3 persen secara year on year (YoY). Dengan demikian, produksi industrial Benua Biru sudah terkontraksi alias negatif selama empat bulan beruntun.
Kemudian di Jepang, bank sentral Negeri Sakura (BoJ) kembali mempertahankan suku bunga acuan di level -0,1 persen. Gubernur Haruhiko Kuroda dan kolega menyatakan kebijakan moneter ultra longgar ini kemungkinan akan bertahan cukup lama yaitu setidaknya hingga tahun depan.
Sebab, sepertinya butuh waktu lebih lama untuk mencapai target inflasi yang diincar BoJ yaitu di level 2 persen. Untuk tahun fiskal 2019, BoJ menurunkan proyeksi inflasi dari 1,6 persen menjadi 1,1 persen.
Perkembangan ini menunjukkan perekonomian Jepang masih terjebak dalam stagnasi. Inflasi yang rendah (bahkan kerap kali terjadi deflasi) menandakan dunia usaha enggan menaikkan harga karena permintaan yang begitu-begitu saja.
Sementara di negara-negara lain situasinya bikin deg-degan, di Amerika Serikat (AS) justru sebaliknya. Penjualan rumah baru di Negeri Paman pada Maret naik 4,5 persen dibandingkan bulan sebelumnya menjadi 692.000 unit. Ini menjadi angka penjualan tertinggi sejak November 2017.
Pada Maret, penjualan ritel di Negeri Paman Sam naik 1,6 persen secara bulanan, tertinggi sejak September 2017. Jauh membaik dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang tumbuh 0,2 persen.
Lalu pada Maret, pemesanan barang-barang tahan lama (durable goods) made in the USA naik 2,7 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Ini menjadi kenaikan paling tajam sejak Agustus 2018.
Kemudian pemesanan barang modal inti (non-pertahanan dan pesawat) naik 1,3 persen month on month (MoM) menjadi US$ 70 miliar, tertinggi sepanjang sejarah. Pertumbuhannya juga menjadi yang terbaik sejak Juli 2018.
Data ekonomi AS yang membaik menjadi sinyal bahwa perekonomian Negeri Adidaya masih bergeliat. Walau ada perlambatan, tetapi konsumsi masih kuat sehingga kemungkinan besar tidak akan terjadi hard landing. Risiko resesi pun sudah semakin jauh.
Akibatnya, arus modal berpihak ke AS. Sepanjang pekan lalu, indeks S&P 500 melonjak 1,2 persen. Sementara Dollar Index (yang mencerminkan posisi dolar AS secara relatif terhadap enam mata uang utama dunia) naik 0,55 persen. Kemudian yield obligasi pemerintah AS turun 5,4 bps dan menyentuh titik terendah sejak 10 April.
Analisis Teknikal IHSG
Sumber: Bareksa
Menurut analisis Bareksa, secara teknikal pergerakan IHSG pada pekan kemarin terlihat jelas mengalami tekanan cukup hebat meskipun di akhir pekan mulai ada sedikit indikasi perlawanan. Posisi IHSG yang mulai keluar dari garis lower bollinger band mengindikasikan adanya potensi penurunan dalam jangka pendek.
Di sisi lain, indikator relative strength index (RSI) terpantau masih berkutat di sekitar area netral meskipun cenderung bergerak turun. Saat ini, support krusial IHSG berada di level psikologis 6.300.
(KA01/hm)
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut.
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.