Bareksa.com - Saat ini, ada banyak sekali jenis produk investasi di Indonesia yang tersedia untuk masyarakat, salah satunya adalah reksadana. Meski saat ini reksadana sudah mulai populer bagi investor awam, masih banyak yang belum memahami keuntungan reksadana karena mendengar berbagai mitos.
Sebelum membaca lebih jauh mengenai mitosnya, pertama-tama kita harus paham mengenai arti reksadana itu sendiri. Reksadana merupakan wadah yang dapat digunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat dengan tujuan untuk diinvestasikan dalam portofolio efek oleh Manajer Investasi.
Portofolio efek ini merupakan surat berharga, seperti saham, obligasi, ataupun deposito. Dari portofolio efek ini, kumpulan dana investor dalam reksadana nantinya akan memberikan untung bagi mereka.
Nah, Manajer Investasilah yang mengelola portofolio efek ini berdasarkan kebijakan investasi yang telah disepakati. Selain itu, Manajer Investasi juga pihak yang bertanggung jawab atas kinerja reksadana. Misalnya, memutuskan saham apa yang akan dibeli, dijual, ataupun dipertahankan. Karena perannya yang strategis, ada kriteria dan standar kualifikasi minimum untuk menjadi Manajer Investasi.
Dari Manajer investasi pula, investor akan mendapat prospektus, yakni dokumen yang di dalamnya berisi kebijakan investasi. Misalnya, strategi dan instrumen investasi dalam reksadana, legalitas dan pihak pendukung lainnya, seperti akuntan, Bank Kustodian, dan kantor hukum. Prospektus ini wajib dipahami calon investor sebelum melakukan pembelian reksadana.
Masih minimnya pengetahuan soal reksadana yang diketahui banyak orang terkadang menjadi kendala kenapa banyak orang belum mau menempatkan dananya di reksadana. Beberapa mitos yang kerap membuat salah paham di antaranya:
Mitos 1: Keuntungan Reksadana Fluktuatif dan Berisiko Tinggi
Nilai reksadana dianggap bisa naik-turun dalam waktu dekat sehingga berisiko besar. Atas dasar itulah, mengapa banyak orang yang lebih memilih untuk menempatkan dananya pada deposito atau tabungan bank.
Faktanya, tidak semua reksadana yang tersedia pasti berfluktuasi dan berisiko tinggi. Salah satu jenis reksadana, yaitu reksadana pasar uang, juga menempatkan dananya dalam deposito atau tabungan atau surat utang dengan waktu jatuh tempo 1 tahun. Reksadana jenis ini memiliki nilai yang stabil dengan risiko sangat rendah.
Sementara itu, memang ada reksadana yang keuntungannya bersifat fluktuatif, yakni jenis rekadana saham dan campuran. Kedua reksadana ini mengandung unsur saham yang pergerakannya sangat tinggi dalam waktu dekat, sehingga bisa dibilang berfluktuatif. Selain itu, di dalam portofolio keduanya ada juga obligasi atau surat utang yang keuntungannya bisa berubah seiring ruku bunga acuan.
Reksadana saham menempatkan minimal 80 persen dana kelolaanya pada instrumen saham yang perkembangannya tidak menentu. Kemudian, reksadana campuran juga bisa berisi saham, obligasi dan pasar uang. Biasanya porsi saham dan obligasi mendominasi dalam reksadana campuran sehingga berpengaruh terhadap fluktuasi nilainya.
Risiko investasi reksadana datang karena pergerakan nilai aset dalam portofolionya. Akan tetapi, risiko ini seiring dengan potensi keuntungannya. Semakin besar risiko, semakin tinggi potensi keuntungannya (high risk high return) tetapi risiko yang rendah juga memiliki potensi yang rendah (low risk low return).
Setiap investasi pasti mengandung risiko. Malah patut dicurigai apabila ada instrumen atau pihak yang menjanjikan keuntungan tinggi, tetapi tanpa ada risiko. Instrumen tanpa risiko sangat mustahil terjadi kecuali terdapat indikasi penipuan alias investasi bodong.
Mitos 2: Reksadana Tidak Dijamin Aman
Banyak yang masih menyalahartikan risiko dengan faktor keamanan reksadana. Seperti yang sudah dijelaskan pada poin sebelumnya, risiko pasti akan hadir dalam produk investasi apapun tetapi besarannya sangat bergantung pada isi dari portofolionya.
Di sisi lain, terkait dengan keamanan, reksadana adalah produk resmi yang legal, tercatat dan diawasi oleh otoritas. Kalau tabungan dan deposito dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), reksadana juga diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Selain OJK yang memiliki fungsi pengawasan, ada juga PT Penyelenggara Program Perlindungan Investor Efek Indonesia atau Indonesia Securities Investor Protection Fund (SIPF) yang bertanggung jawab untuk melindungi dan menjamin hilangnya aset atau dana pemodal atau investor.
Dana atau aset yang gagal dibayarkan atau hilang dikembalikan dengan syarat investor menginvestasikan dananya lewat Anggota Dana Perlindungan Pemodal (DPP) yang di dalamnya adalah Bank Kustodian dan Perantara Pedagang Efek. Siapa saja yang telah menjadi anggota? Anda Bisa melihatnya di link ini.
Mitos 3: Investasi Reksadana Ribet
Masih banyak yang berpikir investasi reksadana itu ribet. Padahal, hal seperti mengisi formulir pendaftaran di kantor manajer investasi itu adalah cerita lalu.
Kini, memulai investasi reksadana sangatlah mudah, apalagi ada teknologi yang memungkinkan pendaftaran dan transaksi secara online, seperti di marketplace investasi Bareksa sebagai agen penjual reksadana yang resmi dengan izin dari OJK. Masyarakat bisa dengan mudah mendaftar di mana saja hanya dengan KTP elektronik dan melakukan tanda tangan digital. Tidak perlu lagi pergi ke bank, kantor MI, atau ke kantor Bareksa karena semua sudah online.
Nah kalau sudah memahami fakta tentang reksadana tersebut, kita bisa memulai investasi reksadana sekarang. Lebih awal berinvestasi, lebih cepat kita bisa mencapai tujuan keuangan kita.
(KA01/hm)
* * *
Ingin berinvestasi di reksadana?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.