Bursa Saham Global Mayoritas Menguat, IHSG Uji Level Resisten 6.565

Bareksa • 21 Feb 2019

an image
Karyawan melintas di dekat monitor pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (8/6). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

The Fed akan hentikan kebijakan penjualan obligasi dan aset lainnya

Bareksa.com - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Rabu, 21 Februari ditutup menguat 0,3 persen di level 6.512,78 setelah dibuka rebound. Tujuh dari Sembilan sektor dalam IHSG berakhir di teritori positif, dipimpin oleh sektor industri dasar dengan penguatan 1,61 persen, disusul sektor properti yang menguat 1,02 persen.

Di sisi lain, sektor infrastruktur dan pertanian masing-masing melemah 0,8 persen dan 0,69 persen. Asing mencatatkan net buy Rp450,32 Miliar.

IHSG menguat di tengah fluktuasi Bursa Saham Asia dengan Indeks Nikkei 225 Jepang (-0,19 persen) dan Indeks Kospi Korea Selatan (-0,23 persen), sedangkan Indeks Shanghai Composite dan Hang Seng Hong Kong tidak mengalami perubahan.

Sedangkan di Amerika Serikat, Indeks Dow Jones Industrial Average (0,24 persen), Indeks S&P 500 (0,18 persen) dan Nasdaq Composite (0,03 persen) ditutup menguat.

Bursa saham Amerika berakhir menguat setelah risalah dari Federal Reserve menegaskan kembali bahwa Bank Sentral AS akan bersikap sabar terhadap kenaikan suku bunga lebih lanjut.

Bursa Global Mayoritas Menguat, IHSG Uji Level Resisten 6.565

IHSG pada perdagangan kemarin mampu ditutup menguat berada di level 6,512. Indeks juga sempat menguji support level 6,475, namun belum mampu melewatinya.

Hal tersebut memberikan peluang untuk dapat melanjutkan penguatannya menuju resistance level 6,565. Stochastic berada di wilayah netral dengan kecenderungan menguat. Akan tetapi jika indeks berbalik melemah dapat menguji kembali 6,475.

Anggaran Pemerintah Defisit 0,28 persen Pada Januari 2019

Pada bulan Januari 2019, pemerintah mengalami defisit aggaran Rp45,8 triliun, atau setara dengan 0,28 persen dari PDB. Defisit ini lebih tinggi dibandingkan Januari 2018, yang mengalami defisit Rp37,7 triliun.

Defisit yang lebih tinggi ini disebabkan oleh pertumbuhan pendapatan negara yang lebih lambat dibandingkat pertumbuhan belanja negara pada bulan lalu. Realisasi pendapatan negara pada Januari 2019 bertumbuh 6,24 persen ke level Rp108,1 triliun, sementara realisasi belanja negara bertumbuh hingga 10,34 persen ke level Rp153,85 triliun.

Menurut Sri Mulyani, meskipun defisit anggaran secara absolut lebih besar, arah dari realisasi tersebut masih sesuai dengan target pemerintah di akhir 2019.

Fitch Pertimbangkan Penurunan Rating Inggris Raya

Berkaitan dengan ketidakpastian Brexit hingga saat ini, lembaga pemeringkat dunia, Fitch, mempertimbangkan adanya penurunan rating negara Inggris Raya, yang mana sebelumnya berada pada rating AA.

Fitch menyatakan bahwa “no-deal Brexit” akan menjadi pemicu penurunan rating tersebut karena diperkirakan dengan adanya “no-deal Brexit”, kondisi ekonomi dan perdagangan dari Inggris Raya akan semakin tidak kondusif.

The Fed akan Hentikan Kebijakan Penjualan Obligasi dan Aset Lainnya

Dalam nota rapat The Fed yang dirilis kemarin, 20 Februari 2019, The Fed menyatakan akan menghentikan aksi penjualan obligasi dan aset lainnya senilai US$4 triliun. Namun, The Fed masih belum memutuskan lamanya kebijakan “wait and see” yang sedang dijalankan The Fed saat ini.

Hal ini memberikan sinyal bahwa kebijakan The Fed masih akan cenderung dovish setidaknya hingga pertengahan 2019.

(KA02/AM)