Mengawali Pekan Ketiga 2019, IHSG Dibuka Melemah Terbatas

Bareksa • 14 Jan 2019

an image
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump saat mengumumkan serangan udara ke Suriah, di Gedung Putih, AS, 14 April 2018. (sumber : www.whitehouse.gov)

Government shutdown bisa mengakibatkan perlambatan ekonomi AS

Bareksa.com - IHSG ditutup menguat 0.52 persen pada penutupan perdagangan akhir pekan lalu. Tujuh dari sembilan sektor dalam IHSG berakhir menguat, didorong sektor industri dasar dan kimia dan sektor aneka industri.

IHSG menguat di tengah penguatan bursa Asia lainnya seperti indeks Nikkei 225 Jepang yang naik 0,97 persen, Shanghai Composite (0,74 persen), dan Hang Seng Hong Kong (0,55 persen) setelah Gubernur Federal Reserve Jerome Powell menegaskan sikap bank sentral Amerika Serikat (AS) untuk bersabar terkait kebijakan suku bunga. Selama sepekan, IHSG menguat 1,39 persen dan asing catatkan net buy Rp3,25 triliun.

Sedangkan di AS, indeks Dow Jones Industrial Average negatif 0,02 persen, indeks S&P500 (-0,01 persen) dan indeks Nasdaq Composite (-0,21 persen). Bursa Saham Wall Street ditutup melemah menyusul penutupan pemerintahan (government shutdown) AS yang berlarut-larut dan data ekonomi Negeri Abang Sam yang lesu.

Investor khawatir penutupan pemerintah berkepanjangan dapat merugikan ekonomi dan pasar keuangan.

IHSG Berpotensi Melemah Terbatas

IHSG pada perdagangan akhir pekan kemarin kembali ditutup menguat berada di level 6.361.Indeks berpeluang untuk dapat melanjutkan penguatannya menuju resistance level 6,380 hingga 6,410.

Pada hari ini, Senin, 14 Januari 2019, IHSG berada di level 6.329 atau melemah 0,5 persen dibandingkan penutupan akhir pekan lalu.


Sumber : Bareksa

Stochastic dan MACD berada pada kecenderungan menguat. Namun jika indeks berbalik melemah dapat menguji support level 6,330. Hari ini diperkirakan indeks kembali fluktuatif cenderung melemah terbatas.

Pajak e-Commerce akan Diterapkan

Pemerintah menggarap pajak pada perdagangan elektronik. Pedagang dan penyedia jasa di platform e-dagang akan dikenai pajak penghasilan atau pajak pertambahan nilai mulai 1 April 2019.

Secara umum, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) itu mengatur tata cara pemungutan pajak untuk mempermudah administrasi dan mendorong kepatuhan pelaku e-dagang demi menciptakan keadilan dengan pelaku usaha konvensional. Karena itu, tak ada jenis atau tarif pajak baru bagi pelaku e-dagang.

Pedagang dan penyedia jasa yang berjualan di platform e-dagang wajib membayar pajak penghasilan (PPh) final 0,5 persen dari omzet. PPh final dikenakan kepada pedagang dan penyedia jasa yang omzetnya di bawah Rp4,8 miliar dalam setahun. Sementara bagi mereka yang omzetnya lebih dari Rp4,8 miliar dalam setahun diwajibkan membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen.

Pedagang dan penyedia jasa juga wajib membuat faktur pajak sebagai bukti pembayaran PPh dan melaporkan surat pemberitahuan masa PPN melalui penyedia platform e-dagang. Rekapitulasi seluruh transaksi e-dagang akan dilaporkan penyedia platform e-dagang ke Direktorat Jenderal Pajak.

Government Shutdown Bisa Mengakibatkan Perlambatan Ekonomi AS

Government shutdown secara parsial yang terjadi di AS diperkirakan bisa mengakibatkan perlambatan ekonomi AS pada kuartal I 2019 dan memperburuk indikator ketenagakerjaan AS. Diperkirakan akibat adanya government shutdown, tingkat pengangguran dapat kembali di atas 4 persen.

Government shutdown ini akibat ketidaksepakatan antara Presiden AS, Donald Trump, dengan kongres terkait pembangunan dinding perbatasan Meksiko.

(AM)