IHSG Diprediksi Capai 7.000 di 2019, Kalau Indikator Ini Terpenuhi

Bareksa • 02 Jan 2019

an image
Chief Economist and Director for Investor Relation at Bahana TCW Investment Management, Budi Hikmat. (Bareksa.com/ Alfin Tofler)

Bahana TCW menilai potensi kenaikan lebih ditentukan earning growth ketimbang price earnings ratio re-rating

Bareksa.com – PT Bahana TCW Investment Management memprediksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tahun 2019 akan mencapai level 7.000. Prediksi ini tentu saja berdasarkan beberapa indikator ekonomi yang akan terjadi nanti.

Kepala Makroekonomi dan Direktur Strategi Bahana TCW IM Budi Hikmat menuturkan, meskipun kondisi global tetap menantang, para pelaku pasar memprediksi kondisi ekonomi Indonesia di tahun 2019 akan membaik dan menghapus berbagai tekanan yang mewarnai tahun 2018.

Menurutnya, situasi ekonomi dan geopolitik global akan lebih mendukung kembalinya arus modal asing masuk ke Indonesia sehingga memperkuat kondisi ekonomi Indonesia. Berbagai sentimen eksternal di antaranya adalah situasi politik di Amerika Serikat setelah kemenangan partai Demokrat dalam pemilihan sela di tahun 2018, yang akan menjadi penyeimbang kebijakan ekonomi Presiden Donald Trump.

Penguatan dolar AS sepanjang tahun 2018 justru cenderung meningkatkan defisit perdagangan AS terhadap China. Di samping itu, tensi perang dagang AS dengan China tampaknya lebih melonggar dengan adanya gencatan senjata dan tekanan politik dalam negeri yang dialami Presiden Trump.

“Setelah kekalahan politik presiden Trump, China tak perlu tergesa-gesa bernegosiasi. Kompromi tampaknya bisa tercapai karena kedua belah pihak sama-sama saling membutuhkan dari sisi ekonomi,” ungkap Budi dalam siaran pers, Rabu, 2 Januari 2018.

Bahana TCW pun memproyeksikan selama tahun 2019, kurs Rupiah bergerak pada kisaran 14.350 sampai 15.200 per dolar AS. Secara konservatif, proyeksi tersebut sudah memasukkan kemungkinan dolar kembali menguat sebesar 2 persen dan rasio cost to income commodity naik 5 persen.

Sekedar info, rasio cost to income commodity merupakan rasio yang memproyeksikan kenaikan harga atau biaya impor minyak berbanding dengan pemasukan ekspor dari komoditas. Terkait aset saham, Bahana TCW menilai potensi kenaikan lebih ditentukan oleh faktor manfaat (earning growth) ketimbang martabat (price earnings ratio re-rating). Dengan mengasumsikan pertumbuhan laba 12 persen, Bahana TCW menduga IHSG pada akhir tahun 2019 sekitar 7.000.

Di sisi ekonomi China, neraca berjalan raksasa ekonomi Asia terbesar itu diduga akan menoreh angka negatif untuk pertama kali pada tahun 2019. Hal ini berisiko memicu potensi China akan melemahkan mata uang yuan.

Adapun, investor global menduga kondisi perekonomian AS telah melewati puncaknya dan mulai melambat walau tetap terbilang kuat. Sementara, kebijakan bank sentral The Federal Reserve diproyeksi akan tetap memperketat likuiditas meski tak sekencang tahun 2018.

Setelah menaikkan suku bunga sebesar 100 basis poin pada tahun ini, The Fed tampaknya bersikap netral pada tahun depan, mengacu pada tingkat suku bunganya lebih tinggi pada tingkat inflasi AS pada di kisaran 2,2 persen, tertinggi di antara negara maju. “Ada potensi The Fed hanya membutuhkan maksimal dua kali kenaikan selama 2019,” tambah Budi.

Di sisi lain, pasar menduga Bank sentral Eropa (ECB) akan mengikuti The Fed dalam mengakhiri stimulus kuantitatif tahun depan, dan menaikkan suku bunga menjelang akhir tahun. Hal ini didukung dengan adanya indikator penguatan ekonomi kawasan Uni Eropa.

Meskipun tekanan dari eksternal mereda, Budi berharap adanya kebijakan untuk mendorong daya beli dan meningkatkan produktivitas baik dalam sektor manufaktur maupun pariwisata.  “Optimisme kami dilandasi keberanian pemerintah menempuh kebijakan pre-emptive dan prudent untuk membedakan Indonesia dibanding negara berkembang. Namun demikian, untuk mendorong investor melakukan diskriminasi membutuhkan kebijakan mendorong daya beli, reformasi untuk meningkatkan daya saing dan produktivitas serta mendorong foreign direct investment,” ungkap Budi. (hm)

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut.