Inflasi Melebihi Perkiraan Konsensus, Ini Efeknya ke IHSG
Pada Desember 2018, andil terbesar terjadinya inflasi disumbang oleh harga bahan makanan
Pada Desember 2018, andil terbesar terjadinya inflasi disumbang oleh harga bahan makanan
Bareksa.com - Indonesia mengalami kenaikan harga barang-barang, atau yang disebut inflasi, dengan tingkat lebih tinggi dibandingkan dengan perkiraan sejumlah analis. Angka inflasi yang terjaga menjadi sentimen positif bagi pergerakan pasar saham Indonesia di tengah tekanan dari pasar global.
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka inflasi periode Desember 2018 dalam konferensi persnya di Gedung BPS, Rabu (2 Januari 2019). Pada periode tersebut, tercatat terjadi inflasi 0,62 persen secara bulanan (month on month/MoM), atau secara tahunan (year on year/YoY) 3,13 persen. Sementara itu, inflasi inti atau core inflation tercatat 3,07 persen (YoY).
Capaian tersebut berhasil di atas ekspektasi konsensus pasar yang dihimpun Reuters yang memperkirakan laju inflasi tahunan (year on year/YoY) pada Desember 2018 sebesar 2,98 persen.
Promo Terbaru di Bareksa
Grafik Tingkat Inflasi secara YoY
Sumber: BPS, diolah Bareksa
"Inflasi terjadi di 80 kota. Sedangkan 2 kota mengalami deflasi," kata Kepala BPS Suhariyanto.
Pada Desember 2018, andil terbesar terjadinya inflasi disumbang oleh harga bahan makanan yang mencapai 0,29 persen. Sementara, porsi kedua terbesar yakni transportasi, komunikasi dan jasa keuangan dengan andil 0,24 persen.
"Bahan makanan dipengaruhi oleh kenaikan harga telur ayam ras dengan andil inflasi 0,09 persen. Disusul daging ayam ras dengan andil 0,07 persen. Dan ada juga kenaikan harga bawang merah dengan andil 0,05 persen. Sementara untuk beras memiliki andil 0,03 persen," papar Suhariyanto.
Alhasil, secara keseluruhan laju inflasi Indonesia pada 2018 tercatat 3,20 persen. Angka tersebut cenderung melambat dibandingkan dengan tahun 2017 yang tercatat 3,81 persen. Tanpa adanya kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi dan tarif listrik, inflasi cukup stabil di tahun 2018.
Tingkat inflasi tersebut cukup terkendali dan sesuai dengan prediksi awal tahun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2018 (APBN 2018) dan proyeksi Bank Indonesia (BI).
Dalam APBN 2018, inflasi dapat terkendali dalam kisaran 3,5 persen sedangkan Bank Indonesia memproyeksikan 2,5 persen - 4,5 persen atau 3,5± 1 persen.
BI sendiri mengaku terus konsisten menjaga stabilitas harga dan memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, guna memastikan inflasi tetap rendah dan stabil, yang pada 2019 diperkirakan berada dalam sasaran inflasi sebesar 3,5± 1 persen.
IHSG Melemah
Di sisi lain, rilis data inflasi cukup membawa berkah bagi bursa saham domestik untuk menahan dari penurunan yang dalam. Dibuka naik tipis 0,05 persen ke level 6.197,87, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri perdagangan sesi pertama dengan melemah sebesar 0,27 persen ke level 6.178,03.
Grafik Pergerakan IHSG Intraday 2 Januari 2019
Sumber: Bareksa
Performa IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga diperdagangkan di zona merah, bahkan rata-rata turun lebih dalam. Indeks Shanghai (China) ambrol 1,11 persen, indeks Hang Seng (Hong Kong) merosot 2,38 persen, indeks Strait Times (Singapura) terpangkas 1,19 persen, dan indeks Kospi (Korea) anjlok 1,57 persen.
Tekanan bagi bursa saham Benua Kuning datang dari rilis data ekonomi yang cenderung mengecewakan. China yang merupakan negara dengan perekonomian terbesar kedua dunia mengumumkan Manufacturing PMI periode Desember versi Caixin di level 49,7, turun dari capaian bulan November yang sebesar 50,2. Capaian tersebut juga berada di bawah konsensus yang sebesar 50,1, seperti dilansir dari Trading Economics.
Sebagai informasi, data tersebut menggambarkan tingkat aktivitas manufaktur di China dan angka di bawah 50 menunjukkan adanya kontraksi jika dibandingkan dengan periode sebelumnya. Kontraksi pada bulan Desember merupakan yang pertama dalam 19 bulan, seperti dilansir dari CNBC International.
Sementara itu dari Singapura, pembacaan awal untuk pertumbuhan ekonomi kuartal IV 2018 diumumkan sebesar 2,2 persen YoY, jauh di bawah konsensus yang sebesar 2,7 persen YoY.
Kemudian dari Korea Selatan, Manufacturing PMI periode Desember versi Nikkei diumumkan di level 49,8. Sejatinya, capaian periode Desember membaik dibandingkan dengan November yang sebesar 48,6. Namun, angkanya tetap saja berada di bawah 50 atau masih menunjukkan adanya kontraksi. (KA01/hm)
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut.
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.391,78 | 0,56% | 4,06% | 0,28% | 8,00% | 19,80% | 38,02% |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.089,59 | 0,55% | 4,05% | 0,26% | 7,83% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.861,85 | 0,57% | 3,91% | 0,27% | 7,39% | 18,00% | 39,48% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.099,78 | 0,44% | 3,88% | 0,26% | 7,33% | 6,14% | - |
Insight Renewable Energy Fund | 2.297,29 | 0,61% | 4,12% | 0,25% | 7,51% | 19,62% | 35,64% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.