Bareksa.com - Mengawali perdagangan di awal pekan ketiga Desember 2018, pasar saham Indonesia mengalami pergerakan negatif dengan turun cukup dalam.
Padahal sejatinya, mayoritas bursa saham utama kawasan Asia ditutup menguat pada perdagangan kemarin. Indeks Nikkei, Jepang menguat 0,62 persen, Indeks Shanghai, China naik 0,16 persen, Indeks Strait Times, SIngapura terapresiasi 1,21 persen, dan Indeks Kospi bertambah 0,08 persen.
Hubungan perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan China yang terlihat semakin mesra membangkitkan optimisme pelaku pasar untuk berburu instrumen berisiko seperti saham. Pada hari Jumat (14/12/2018), Kementerian Keuangan China mengumumkan bea masuk tambahan yang dibebankan bagi mobil-mobil pabrikan AS akan dihapuskan selama 3 bulan, terhitung mulai 1 Januari 2019.
Sebagai informasi, pada tahun ini China sejatinya telah memangkas bea masuk bagi mobil-mobil yang diimpor menjadi 15 persen, dari yang sebelumnya 25 persen. Namun, sebagai balasan dari pengenaan bea masuk oleh AS, China memberikan tambahan bea masuk 25 persen bagi mobil-mobil pabrikan AS sehingga totalnya menjadi 40 persen. Saat ini, AS mengenakan bea masuk sebesar 27,5 persen saja bagi mobil-mobil pabrikan China.
Sejauh ini, data ekonomi dari kedua negara, terutama China, sudah menunjukkan tanda-tanda perlambatan, yang salah satunya disebabkan oleh perang dagang. Jika perang dagang bisa segera diselesaikan sepenuhnya, laju perekonomian AS, China, dan dunia bisa dipacu untuk melaju lebih kencang.
Namun cukup disayangkan, pergerakan positif bursa saham benua kuning tidak terjadi di bursa saham domestik. Hal tersebut dikarenakan pelaku pasar mersepons negatif rilis data ekonomi dalam negeri, yakni neraca perdagangan November 2018.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), defisit neraca perdagangan November 2018 mencapai US$2,05 miliar, atau merupakan yang terbesar sepanjang tahun ini, bahkan yang terparah dalam lima tahun terakhir. Defisit tersebut disebabkan karena nilai ekspor yang loyo, sementara nilai impor justru melonjak.
Nilai ekspor secara bulanan diumumkan BPS turun 6,69 persen, sedangkan secara tahunan masih turun 3,28 persen. Sedangkan impor secara bulanan turun 4,47 persen, sedangkan secara tahunan mengalami kenaikan 11,68 persen.
Menutup perdagangan Senin, 17 Desember 2018, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 1,31 persen berakhir di level 6.089,3.
Aktivitas perdagangan terlihat cukup ramai di mana tercatat 12,222 miliar saham ditransaksikan dengan total nilai transaksi Rp8,52 triliun.
Secara sektoral, hampir seluruhnya berakhir di zona merah pada perdagangan kemarin, kecuali sektor pertanian yang menguat 0,48 persen.
Tiga sektor yang mengalami penurunan terdalam yakni industri dasar (-2,19 persen), manufaktur (-1,83 persen), dan konsumer (-1,74 persen).
Beberapa saham yang menekan IHSG kemarin :
1. Saham HMSP (-2,9 persen)
2. Saham BBRI (-2,2 persen)
3. Saham BMRI (-2,3 persen)
4. Saham UNVR (-2,2 persen)
5. Saham ASII (-1,8 persen)
Sebanyak 147 saham menguat, 264 saham melemah, dan 123 saham tidak mengalami perubahan harga. Di sisi lain, investor asing mencatatkan penjualan bersih (net sell) pada perdagangan kemarin senilai Rp405,61miliar.
Saham-saham yang paling banyak dilepas asing :
1. Saham BBCA (Rp224,14 miliar)
2. Saham BMRI (Rp84,38 miliar)
3. Saham UNTR (Rp53,28 miliar)
4. Saham ASII (Rp45,61 miliar)
5. Saham MNCN (Rp23,63 miliar)
Analisis Teknikal IHSG
Sumber: Bareksa
Menurut analisis Bareksa, secara teknikal candle IHSG pada perdagangan kemarin membentuk bearish candle dengan body yang besar serta terdapat short upper shadow.
Kondisi tersebut menggambarkan IHSG bergerak negatif dalam rentang yang lebar hingga ditutup pada level terendahnya.
Secara intraday, pergerakan IHSG sudah terlihat berada di zona merah sejak awal perdagangan dan cenderung mengalami penurunan yang semakin dalam sepanjang perdagangan kemarin, terutama pada saat sesi pre closing di mana aksi jual massal (sell off) membuat penurunan IHSG yang tadinya 0,9 persen melemah hingga 1,31 persen.
Penurunan IHSG kemarin membuat posisinya kini sedikit menembus middle bollinger band, yang menandakan adanya potens sinyal penurunan cukup kuat. Selain itu, indikator relative strength index (RSI) juga terpantau bergerak turun tajam, yang semakin menguatkan asumsi tersebut.
Dilihat dari sudut pandang teknikal, pergerakan IHSG pada hari ini masih berpotensi mengalami tekanan jual.
Di sisi lain, kondisi bursa saham Wall Street yang ditutup serentak melemah tajam dengan pada perdagangan kemarin diperkirakan bisa menjadi sentimen negatif yang kembali menekan IHSG pada hari ini.
Indeks Dow Jones anjlok 2,11 persen, kemudian S&P500 ambrol 2,08 persen, dan Nasdaq jatuh 2,27 persen.
(KA01/AM)
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut.