Bareksa.com – Performa pertumbuhan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga sisa tahun ini memang masih negatif jika dibandingkan tahun 2017. Tapi, siapa sangka? Ternyata, di antara indeks saham negara-negara ASEAN dan Asia Pasifik, performa IHSG menduduki posisi teratas.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) hingga 14 Desember 2018, IHSG berada di urutan pertama ASEAN meski secara year to date turun 2,92 persen menjadi 6.169,84. Hal ini terkait dengan penurunan yang lebih dalam yang dialami indeks negara ASEAN lainnya.
Lihat saja indeks PSEi Filipina yang turun 12,08 persen. Ada juga indeks STI Singapura dengan penurunan 9,58 persen, disusul SETi Thailand turun 8,15 persen dan FTSE BM Malaysia yang turun 7,5 persen.
Sementara itu, jika ditarik lebih luas ke Asia Pasific, IHSG menduduki posisi kedua indeks terbaik berada di bawah India yang performanya positif 5,58 persen.
Pada perdagangan Jumat, 14 Desember 2018, IHSG menutup hari dengan penurunan 0,13 persen ke level 6.169,84 dari penutupan hari sebelumnya 6.177,72. Ini menjadi level tertinggi IHSG sejak 24 April 2018 saat menyentuh level 6.229,64.
Sementara sepanjang tahun ini, level IHSG tertinggi sempat menyentuh 6.689,29 yang terjadi pada perdagangan 19 Februari 2018. Adapun level terendah IHSG tahun ini mencapai 5.633,94 saat menutup perdagangan 3 Juli 2018.
World Benchmark Indices Comparison
Sumber: BEI
Hingga 14 Desember 2018, rata-rata nilai transaksi harian IHSG mencapai Rp8,44 triliun dengan nilai kapitalisasi pasar Rp6.993 triliun. IHSG diperdagangkan dengan rata-rata price to earning ratio (PER) 14,1 kali dan rata-rata price to book value (PBV) 2,6 kali.
Pada perdagangan hari ini (Senin, 17 Desember 2018), IHSG masih dalam posisi turun. Jelang penutupan sesi I, IHSG berada pada level 6.108,72 atau turun 099 persen dari penutupan hari sebelumnya 6.169,84. (hm)
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut