Ada Indikasi Datangnya Resesi di AS, IHSG Berpotensi Melemah atau Rebound?

Bareksa • 11 Dec 2018

an image
Pengunjung melintasi layar elektronik pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta. IHSG menguat dengan ditopang sektor mining, property dan basic industry. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Lima saham yang terbanyak dilepas asing yakni BBCA, TLKM, ASII, BMRI dan WSKT

Bareksa.com - Mengawali perdagangan hari pertama di pekan kedua Desember 2018, pasar saham Indonesia mengalami koreksi tipis pada perdagangan kemarin.

Pergerakan bursa saham domestik senada dengan bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan di zona merah, antara lain indeks Nikkei, Jepang anjlok 2,12 persen, indeks Shanghai, China turun 0,82 persen, indeks Hang Seng, Hong Kong melemah 1,19 persen, indeks Strait Times, Singapura terpangkas 1,14 persen, dan indeks Kospi berkurang 1,06 persen.

Sentimen negatif bagi bursa kawasan Asia masih datang dari Amerika Serikat (AS). Pasar obligasi masih mengindikasikan datangnya resesi di AS. Pada 4 Desember 2018, terjadi inversi spread imbal hasil (yield) obligasi AS tenor 3 dan 5 tahun. Pada akhir perdagangan hari itu, spread yield obligasi AS tenor 3 dan 5 tahun sebesar 2 basis poin (bps).

Kondisi tersebut merupakan indikasi awal dari akan datangnya resesi di AS. Dalam 3 resesi terakhir yang terjadi di AS (1990, 2001, dan 2007), selalu terjadi inversi pada spread yield obligasi tenor 3 dan 5 tahun.

Melansir CNBC International, dalam 3 resesi terakhir, inversi pertama spread yield obligasi tenor 3 dan 5 tahun datang rata-rata 26,3 bulan sebelum resesi dimulai.

Perang dagang antara AS dengan China menjadi salah satu hal yang berpotensi mendatangkan resesi di AS. Setelah Presiden AS Donald Trump bertemu dengan Presiden Xi Jingping menyepakati gencatan perang dagang saat bertemu di Buenos Aires beberapa waktu lalu, kini hubungan kedua negara kembali memanas.

Salah satu penyebabnya adalah karena penangkapan CFO Huawei global Meng Wanzhou di Kanada beberapa hari lalu. Penangkapan ini seiring dengan perintah dari AS yang sedang melakukan investigasi terkait dengan penggunaan sistem perbankan global oleh Huawei untuk menghindari sanksi AS terhadap Iran.

Di sisi lain, pelemahan rupiah juga menjadi salah satu faktor yang menekan IHSG kemarin. Pada perdagangan hari ini, rupiah ditutup melemah 0,59 persen di pasar spot ke level Rp14.550 per dolar AS.

Padahal sejatinya, ada sentimen positif yang bisa menyokong penguatan rupiah yakni memudarnya ekspketasi bahwa bank sentral AS (The Fed) akan mengerek suku bunga acuan sebanyak 3 kali pada tahun depan, sesuai dengan rencananya.

Namun lemahnya data tenaga kerja membuat investor meragukan The Fed. Pada Jumat (7/12/2018), data resmi versi pemerintah AS menunjukkan pada bulan November tercipta 155.000 lapangan kerja sektor non-pertanian, di bawah prediksi konsensus yang sebesar 198.000, seperti dilansir dari Forex Factory.

Sementara itu, rata-rata upah per jam di AS untuk periode yang sama hanya tumbuh 0,2 persen month on month (MoM), lebih rendah dibandingkan proyeksi yang sebesar 0,3 persen MoM.

Menutup perdagangan Senin, 10 Desember 2018, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 0,24 persen dengan berakhir di level 6.111,36.

Aktivitas perdagangan terlihat cukup ramai di mana tercatat 11,35 miliar saham ditransaksikan dengan total mencapai Rp8,21 triliun.

Secara sektoral, mayoritas sektor berakhir di zona merah pada perdagangan kemarin, kecuali sektor pertanian dan industri dasar yang masing-masing menguat 0,39 dan 0,19 persen.

Tiga sektor yang mengalami penurunan terdalam yakni aneka industri (-0,86 persen), keuangan (-0,42 persen), dan konsumer (-0,23 persen).

Beberapa saham yang memberatkan IHSG kemarin :

1. Saham BMRI (-1 persen)
2. Saham ASII (-0,9 persen)
3. Saham KLBF (-3,4 persen)
4. Saham GGRM (-1,2 persen)
5. Saham INDF (-2,6 persen)

Sebanyak 138 saham menguat, 255 saham melemah, dan 133 saham tidak mengalami perubahan harga. Di sisi lain, investor asing terpantau masih membukukan penjualan bersih (net sell) signifikan pada perdagangan kemarin senilai Rp1,05 triliun.

Saham-saham yang paling banyak dilepas asing yaitu:

1. Saham BBCA (Rp339,22 miliar)
2. Saham TLKM (Rp98,61 miliar)
3. Saham ASII (Rp54,46 miliar)
4. Saham BMRI (Rp38,38 miliar)
5. Saham WSKT (Rp29,06 miliar)

Analisis Teknikal IHSG


Sumber: Bareksa

Menurut analisis Bareksa, secara teknikal candle IHSG pada perdagangan kemarin membentuk hammer dengan posisi lebih rendah dibandingkan posisi sehari sebelumnya.

Kondisi tersebut sebenarnya menggambarkan pergerakan IHSG terlihat cukup baik karena setelah sempat turun di awal perdagangan, IHSG mampu berbalik arah hingga hampir berakhir di level tertingginya.

Secara intraday, pergerakan IHSG terlihat sudah tertekan sejal awal perdagangan dan terlihat semakin membesar hingga satu jam awal perdagangan sesi kedua.

Namun selepas itu, IHSG terlihat berangsur membaik dengan menguat secara perlahan meskipun belum berhasil ditutup pada level tertingginya.

Indikator relative strength index (RSI) terpantau masih sedikit bergerak turun, mengindikasikan IHSG sedang dalam fase koreksi sehatnya. Dilihat dari sudut pandang teknikal, pergerakan IHSG pada hari ini berpotensi melemah terbatas dengan potensi rebound yang mulai terbuka.

Di sisi lain, kondisi bursa saham Wall Street yang mayoritas ditutup menguat pada perdagangan kemarin diharapkan bisa menjadi sentimen  positif yang membawa IHSG keluar dari zona merah pada hari ini.

Indeks Dow Jones naik tipis 0,14 persen, S&P500 menguat 0,18 persen, sedangkan Nasqaq bertambah 0,74 persen.  

(KA01/AM)

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut.