Belum Ada Momentum Positif, Bagaimana Arah IHSG Sepekan ke Depan?

Bareksa • 23 Jul 2018

an image
Seorang karyawan beraktivitas di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (6/7). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang hari mengalami tekanan dan ditutup turun 44,42 poin atau 0,77 persen ke 5.694,91. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Dalam periode 16 - 20 Juli 2018, IHSG ditutup di level 5.872 atau melemah 1,2 persen

Bareksa.com - Di tengah mulai dirilisnya laporan keuangan kuartal kedua 2018 oleh beberapa emiten di Bursa Efek Indonesia, kinerja Indeks Harga Saham Gabungan terpantau (IHSG) tertekan pada pekan kemarin.

Pergerakan nilai tukar rupiah sepekan kemarin juga menjadi kontributor bagi pelemahan IHSG. Tercatat dalam periode 16 - 20 Juli 2018, IHSG ditutup di level 5.872 atau melemah 1,2 persen.

Tidak berbeda rupiah juga terdepresiasi 0,63 persen dalam sepakan kemarin. Berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia, pada Jumat lalu pelemahan rupiah telah menembus Rp14.520 per dolar Amerika Serikat (AS).

Secara sektoral, delapan dari 10 sektor saham mencatatkan pelemahan pada pekan kemarin, dengan penurunan terdalam terjadi di sektor perdagangan (-3 persen), kemudian konsumer (-2,41 persen), dan aneka industri (-1,63 persen).

Sementara dua sektor yang menghijau yakni sektor pertanian dan infrastruktur yang masing-masing naik 0,97 dan 0,46 persen.

Investor asing tercatat melakukan penjualan bersih (net foreign sell) dalam sepekan kemarin senilai Rp784,94 miliar. Jika diakumulasikan sejak awal tahun, investor asing telah keluar dari pasar saham domestik senilai Rp50,86 triliun.

Saham-saham yang paling banyak dilepas oleh investor asing dalam sepekan kemarin antara lain BBTN (Rp327,05 miliar), BMRI (Rp209,94 miliar), BBRI (Rp192,03 miliar), BBNI (Rp159,07 miliar), dan UNTR (Rp139,3 miliar).

Rupiah Melemah Terdalam di Asia

Rupiah menjadi mata uang dengan performa terburuk di kawasan Asia sepanjang pekan kemarin. Dalam lima hari perdagangan pekan kemarin, rupiah melemah hingga 0,7 persen terhadap dolar Amerika serikat (AS) di pasar spot, dari Rp14.375 per dolar AS menjadi Rp14.475 per dolar AS.

Mayoritas mata uang negara-negara Asia lainnya juga terpantau melemah, walaupun tak separah rupiah, antara lain rupee melemah 0,35 persen, ringgit melemah 0,25 persen, baht melemah 0,06 persen, dan dolar Hong Kong melemah 0,02 persen.

Adapun mata uang yang berhasil menguat terhadap dolar AS adalah dolar Singapura (0,23 persen), peso (0,39 persen), dan yen (0,86 persen).

Faktor eksternal mendominasi pelemahan rupiah sepanjang pekan kemarin. Pada hari Selasa dan Rabu (18 & 19 Juli), Gubernur The Fed Jerome Powell memberikan testimoninya.

Pada Selasa, Powell memberikan testimoni di hadapan Senate Banking Committee terkait dengan laporan kebijakan moneter setengah tahunan dan pada hari Rabu, Powell memberikan testimoni terkait hal yang sama di hadapan House Financial Services Committee.

Dalam kedua testimoninya tersebut, Powell dengan tegas mengatakan bank sentral masih akan menaikkan suku bunga acuan secara bertahap.

"Dengan pasar tenaga kerja yang kuat, inflasi mendekati tujuan kami, dan risiko terhadap prospek perekonomian yang kurang lebih seimbang, FOMC percaya untuk saat ini, jalan terbaik ke depan adalah terus meningkatkan suku bunga secara bertahap," papar Powell di hadapan Senate Banking Committee, seperti dikutip dari CNBC.

Kemudian, kritikan Presiden AS Donald Trump kepada The Fed juga menambah energi dolar AS untuk menguat. Pada Kamis (19/7/2018), Trump mengkritik The Fed yang terus-menerus menaikkan suku bunga acuan. Trump menilai kebijakan ini akan menghambat laju ekonomi Negeri Paman Sam.

"Kita membaik, dan setiap kali kita membaik mereka ingin menaikkan bunga. Saya tidak senang dengan itu, tetapi pada saat yang sama saya juga mempersilakan mereka melakukan yang terbaik. Saya hanya tidak suka kita sudah bekerja keras di bidang ekonomi tetapi kemudian suku bunga naik," ungkap Trump dalam wawancara bersama CNBC International.

Sebagai informasi, bank sentral merupakan sebuah institusi yang independen. Kini, ada ketakutan bahwa The Fed justru akan semakin yakin untuk bergerak lebih agresif guna membuktikan independensinya. Ketika peluang untuk menaikkan suku bunga acuan adalah 50:50, the Fed ditakutkan akan cenderung untuk memilih menaikkan.

Sementara dari dalam negeri, keputusan Bank Indonesia (BI) untuk menahan suku bunga acuan di level 5,25 persen tak membantu dalam meredam pelemahan rupiah, begitu pula dengan pernyataan Gubernur BI Perry Warjiyo bahwa stance dari bank sentral adalah hawkish.

Analisis Teknikal IHSG


Sumber : Bareksa

Menurut analisis Bareksa, secara teknikal pergerakan IHSG selama sepekan kemarin terlihat bervariatif dengan kecenderungan melemah sejak awal pekan.

Hal tersebut dikarenakan aksi ambil untung (profit taking) yang cukup wajar mengingat pada pekan sebelumnya IHSG mengalami rally cukup tinggi.

Pergerakan IHSG terlihat tertahan dan belum mampu menembus garis MA 60 mengonfirmasi bahwa IHSG masih dalam fase downtrend jangka panjang sejak akhir Februari lalu.

Selain itu, indikator relative strength index (RSI) terpantau bergerak flat dan berada di sekitar area netral mengindikasikan IHSG belum menemukan momentum positifnya kembali.

(AM)

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut.