Dana Asing Keluar Sepanjang 2018 Tembus Rp41 Triliun, Bagaimana Prospek IHSG?

Bareksa • 21 May 2018

an image
Seorang karyawan melintas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (7/3). (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

IHSG turun 2,91 persen dalam periode 14 hingga 18 Mei di level 5.783

Bareksa.com - Mengakhiri pekan ketiga Mei 2018, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan 2,91 persen dalam periode 14 hingga 18 Mei dengan berakhir di level 5.783,31.

Secara year to date imbal hasil IHSG masih tercatat negatif 9,01 persen. Hal tersebut menjadikan IHSG menjadi bursa saham berkinerja paling buruk nomor dua atau peringkat ke-12 di kawasan Asia Pasifik.

Posisi tersebut hanya berada satu tingkat di atas Filipina yang memiliki imbal hasil negatif 10,35 persen atau yang terburuk di Asia Pasifik.

Secara sektoral, mayoritas sektor berakhir di zona merah dalam sepekan kemarin dengan delapan di antaranya ditutup melemah. Adapun tiga sektor yang mengalami penurunan terdalam yaitu aneka industri (-6,11 persen), keuangan (-4,95 persen), dan konsumer (-4,56 persen).

Sementara itu, terpantau ada dua sektor yang berakhir di zona hijau dalam sepekan kemarin yaitu pertambangan dan pertanian yang masing-masing menguat 5,14 persen dan 0,71 persen.

Arus dana keluar (capital outflow) investor asing terpantau masih terus berlanjut dalam sepekan kemarin dengan tercatat adanya aksi penjualan bersih (net sell) Rp3,42 triliun.

Secara year to date hingga pekan ketiga Mei 2018, investor asing telah keluar dari pasar saham Tanah Air Rp41,03 triliun. Hal itu untuk pertama kalinya menjadikan aksi jual investor asing telah melampaui aksi jual yang terjadi sepanjang 2017 sebesar Rp39,87 triliun.

Adapun saham-saham yang paling banyak dilepas oleh investor asing dalam sepekan kemarin antara lain BBRI (Rp 641 miliar), TLKM (Rp 418,03 miliar), BBCA (Rp 363,79 miliar), ADRO (Rp 346,42 miliar), dan ASII (Rp 249,48 miliar).

Pasar saham Indonesia terlihat mengalami tekanan, terutama di dua hari terakhir perdagangan yang bertepatan dengan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia yang pada akhirnya memutuskan untuk menaikkan tingkat suku bunga acuan BI 7-day Reverse Repo Rate 25 basis poin (0,25 persen) ke level 4,5 persen yang mulai berlaku efektif per 18 Mei 2018.

Kenaikan suku bunga acuan BI sebelumnya sudah diekspektasikan oleh pelaku pasar, dan akhrinya ekspektasi itupun terwujud. Karena itu, kenaikan ini sebenarnya bisa menjadi energi positif bagi IHSG maupun rupiah untuk menguat, karena diharapkan dengan adanya kenaikan suku bunga akan mencegah dana asing keluar dari Tanah Air yang sebelumnya menyebabkan nilai rupiah melemah dalam beberapa hari terakhir.

Namun di sisi lain, dalam jangka panjang kenaikan suku bunga sebenarnya akan membebani pasar saham. Kenaikan suku bunga acuan akan mengerek naik suku bunga kredit dan imbal hasil obligasi yang pada akhirnya membuat biaya dana (cost of fund) dari emiten-emiten yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) akan ikut naik. Hal itu pada akhirnya dapat menggerus laba yang diperoleh perusahaan-perusahaan tersebut.

Analisis Teknikal IHSG


Sumber : Bareksa

Menurut analisis Bareksa, secara teknikal pergerakan IHSG pada pekan kemarin terlihat cenderung negatif dengan mayoritas candle bearish yang terbentuk. Adapun pada perdagangan Jumat, IHSG membentuk bearish candle dengan short upper shadow menggambarkan adanya tekanan jual cukup tinggi hingga menyebabkan IHSG berakhir di level terendahnya

Selain itu, indikator relative strength index (RSI) menunjukkan pergerakan negatif dengan kembali mendekati area jenuh jual mengindikasikan adanya potensi sinyal penurunan dengan support terdekat saat ini berada pada level 5.717. (AM)

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut.