Serangan AS ke Suriah Kerek Harga Minyak Cetak Rekor Tertinggi Sejak Akhir 2014

Bareksa • 16 Apr 2018

an image
Peluncuran rudal Tomahawk di Laut Mediterania, 7 April 2017 (sumber : www.defense.gov)

Situasi di Suriah memanas pasca Amerika Serikat (AS) dan sekutunya (Inggris dan Prancis) memborbardir ibukota Suriah

Bareksa.com - Setelah isu perang dagang, dunia dan pasar keuangan kini kembali dibuat khawatir oleh ancaman perang yang sedang memanas dalam sepekan kemarin  di kawasan Timur Tengah.

Situasi di Suriah memanas pasca Amerika Serikat (AS) dan sekutunya (Inggris dan Prancis) memborbardir ibukota Suriah (Damaskus) dengan klaim ingin melumpuhkan fasilitas pembuatan senjata kimia.

Ketegangan di Suriah bermula dari serangan senjata kimia di kota Doumna. Rezim pemerintahan Presiden Suriah Bashar as-Assad dituding menjadi dalang di balik serangan yang menewaskan puluhan orang tersebut.

Menanggapi kejadian tersebut, Amerika Serikat (AS) tidak tinggal diam. Bersama dengan Inggris dan Prancis, tiga serangkai ini melakukan serangan ke Damaskus. Sebanyak 115 misil menghujani kota tersebut, serangan yang diklaim berhasil melumpuhkan fasilitas pembuatan senjata kimia.

Sementara itu Anatoly Antonov, Duta Besar Rusia untuk PBB, mengatakan Rusia merasas terusik dengan serangan tersebut. "Tindakan seperti itu tidak bisa didiamkan tanpa konsekuensi," tegas Antonov, seperti dilansir dari Reuters.

Bila Negeri Paman Saman bersama sekutunya dan Negeri Beruang Merah bersama sekutunya betul-betul akan mengadu senjata di Suriah, maka sudah bisa dipastikan akan menjadi sentimen negatif bagi pasar keuangan global yang akan kembali berguncang.

Harga Minyak Memanas

Naiknya tensi ketegangan di Timur Tengah menyebabkan harga minyak mentah dunia ikut memanas dengan terkerek naik dalam sepekan kemarin.

Pada penutupan akhir pekan, harga minyak jenis Brent ditutup di level US$ 72,58 per barel, sementara harga lightsweet berada di level US$67,39 per barel.

Keduanya telah melonjak lebih dari 8 persen dalam sepekan, dan mencatatkan rekor tertinggi sejak akhir 2014. Adapun secara year to date, masing-masing telah terapresiasi 11,63 persen dan 9,06 persen.

Sebagai informasi, kawasan Timur Tengah merupakan salah satu sumber utama pemasok minyak dunia. Kawasan tersebut berkontribusi sekitar 65 - 70 persen pasokan minyak dunia.

Karena itu, apabila terjadi ketegangan di kawasan tersebut, maka akan mempengaruhi aktivitas produksi dan distribusi si "emas hitam".

Persentase Kenaikan Harga Minyak


Sumber : Reuters

Ketika ada kekhawatiran pasokan yang tertanggu, maka harga minyak secara otomatis akan terkerek naik. Hal tersebutlah yang sekiranya terjadi pada kondisi harga minyak dunia saat ini.

Kemudian faktor lain yang turut mengangkat harga minyak datang dari surplus pasokan minyak yang semakin tipis akibat tingginya permintaan dan adanya pemotongan produksi di anggota Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) yang terus dikurangi. Maka dunia harus bergantung kepada cadangan untuk memenuhi pertumbuhan permintaan.

Dalam laporan bulanannya, OPEC menyampaikan bahwa cadangan minyak di negara-negara maju pada Februari 2018 turun 17,4 juta barel (0,7 persen) dari bulan sebelumnya 2,87 miliar menjadi 2,85 miliar barel.

OPEC sendiri melaporkan bahwa produsi minyak anggotanya juga turun 201.000 barel per hari (bph) pada bulan Maret, menjadi di bawah 31,96 juta bph secara rata-rata. Penurunan output banyak disumbang oleh Angola, Venezuela, Algeria, dan Arab Saudi. (AM)