Bareksa.com – PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) alias PLN resmi menghentikan penawaran umum berkelanjutan II dan Sukuk Ijarah berkelanjutan II. Keputusan itu dilakukan PLN karena sisa nilai penerbitan surat utang tersebut dinilai kurang diminati oleh pasar.
Keputusan itu tertuang dalam surat tertanda Sekretaris Perusahaan PLN Bambang Dwiyanto kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa, 3 April 2018.
Bambang menjelaskan, semula, PLN menargetkan bisa meraup dana segar hingga Rp8 triliun dari PUB II dan Rp2 triliun dari Sukuk Ijarah. Namun selama periode PUB II mulai tahap I sampai tahap III, PLN hanya berhasil meraup daa Rp6,68 triliun dan Rp1,79 triliun dari Sukuk Ijarah.
Dari realisasi itu, maka sisa target dana dari PUB II adalah Rp1,32 triliun dan Sukuk Ijarah Rp207 miliar. “Tidak tercapainya target dana yang akan dihimpun PLN disebabkan sisa PUB II tidak market sizeable, mengingat jumlah penawaran umum yang selama ini dilakukan PLN rata-rata lebih dari Rp1,5 triliun,” tutur Bambang.
Bambang juga menjelaskan, keputusan ini dibuat sebagai pemenuhan terhadap peraturan OJK No. 36POJK.042014 tanggal 8 Desember 2014 tentang penawaran umum berkelanjutan efek bersifat utang dan atau sukuk.
Sebagai informasi, PLN membagi PUB II melalui tiga tahap yakni tahap I senilai Rp1,6 triliun, tahap II Rp2,54 triliun dan tahap III Rp2,53 triliun. Sementara PUB Sukuk Ijarah dilakukan dengan dua tahap yakni tahap I Rp400 miliar, tahap II Rp698,5 miliar.
Dalam prospektus PUB II tahap III dan PUB Sukuk Ijarah tahap II lalu, PLN menyampaikan, dana yang diperoleh dari hasil Penawaran Umum Obligasi ini, setelah dikurangi dengan biaya-biaya emisi, seluruhnya akan digunakan untuk kegiatan investasi pembangkit, dan atau jaringan transmisi di Pulau Sumatera dan atau Jawa, dan atau Bali, dan atau Nusa Tenggara, dan atau Kalimantan dan atau Sulawesi, dan atau Maluku, dan atau Papua, dan atau interkoneksi di antaranya, dan atau jaringan distribusi tenaga listrik di Pulau Sumatera dan atau Jawa, dan atau Bali, dan atau Nusa Tenggara, dan atau Kalimantan dan atau Sulawesi, dan atau Maluku, dan atau Papua.
Sementara itu, dana yang diperoleh dari hasil Penawaran Umum Sukuk Ijarah, setelah dikurangi dengan biaya-biaya emisi, seluruhnya akan digunakan untuk kegiatan investasi-investasi pembangkit, dan atau jaringan transmisi di Pulau Sumatera dan atau Jawa, dan atau Bali, dan atau Nusa Tenggara, dan atau Kalimantan dan atau Sulawesi, dan atau Maluku, dan atau Papua, dan atau interkoneksi di antaranya, dan atau jaringan distribusi tenaga listrik di Pulau Sumatera dan atau Jawa, dan atau Bali, dan atau Nusa Tenggara, dan atau Kalimantan dan atau Sulawesi, dan atau Maluku, dan atau Papua.
Sementara itu, PLN berencana menerbitkan Komodo Bond dan obligasi berdenominasi dolar AS. Meski belum dapat dipastikan nilai emisi obligasi PLN, menurut sumber Bareksa, kemungkinan Komodo Bond perseroan dapat mencapai US$1 miliar (atau setara Rp13,7 triliun). Nantinya nilai emisi penerbitan obligasi akan disesuaikan antara jumlah (size) dan harga (pricing).
Akhir tahun lalu, Kementerian BUMN mengungkapkan bahwa Telkom dan PLN bakal menerbitkan Komodo Bond pada 2018. Dua BUMN tersebut bakal menyusul dua perusahaan pelat merah lainnya yang telah menerbitkan Komodo Bond.