Daftar Saham Kena Status UMA Januari 2018

Bareksa • 01 Feb 2018

an image
Pekerja melintas dengan latar belakang layar monitor yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (26/1). Pergerakan IHSG pada penutupan akhir pekan terkoreksi tipis 0,16 poin di posisi 6.615,32. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Hanya saham MABA yang kena UMA karena penurunan signfikan

Bareksa.com – Pasar saham semakin bergairah, yang terlihat dari pertumbuhan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang Januari 2018. Pergerakan saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia juga menarik diperhatikan, termasuk yang bergerak di luar kewajaran.

Per 31 Januari 2018, IHSG sudah tumbuh 3,93 persen menjadi 6.605,6 dari periode akhir 2017 yang masih berada pada level 6.355,6. Bandingkan saja dengan bulan pertama pada 2017. Saat itu, IHSG justru mengalami penurunan 0,05 persen dari posisi akhir 2016 pada level 5.296,7 menjadi 5.294,1.

Namun ada satu hal yang menarik dari pergerakan IHSG bulan pertama tahun 2018 ini. Terutama dari pergerakan saham-saham yang ada di dalamnya. (Baca juga Didukung Penguatan Bursa Global, IHSG Diperkirakan Masih Bergerak Positif)

Pada bulan pertama tahun 2017, penurunan IHSG diwarnai dengan penerbitan surat unusual market activity (UMA) sebanyak 10 kali. Dan pada bulan pertama tahun ini, Bursa Efek Indonesia (BEI) baru mengeluarkan tujuh surat UMA.

Pada awal perdagangan tahun ini, BEI langsung mengeluarkan surat UMA kepada tiga saham yakni PT Cahayasakti Investindo Sukses Tbk (CSIS), PT Arthavest Tbk (ARTA), dan PT Armidian Karyatama Tbk (ARMY). Salah satu alasannya, ketiga saham itu bergerak naik signifikan dalam empat hari terakhir perdagangan 2017.

Misalnya saja CSIS. Pada periode perdagangan 22, 27, 28, dan 29 Desember 2017, saham CSIS naik 58,73 persen dari Rp945 menjadi Rp1.500. Pada periode yang sama, saham ARTA juga mengalami kenaikan yang signifikan atau mencapai 91,09 persen dari Rp202 menjadi Rp386.

Saham ARMY naik lebih kencang atau mencapai 98,67 persen dari Rp151 pada 20 Desember 2017 menjadi Rp300 pada penutupan akhir tahun 2017. (Lihat Hari Pertama Perdagangan 2018: Dua Saham Ini Langsung Sentuh Batas Atas)

Tabel: Tujuh Saham Kena UMA Bulan Pertama 2018

Sumber: BEI

Setelah tiga saham tadi, BEI memberi status UMA pada saham PT Indonesia Prima Property Tbk (OMRE). Status UMA yang dirilis pada 4 Januari 2018 ini karena saham OMRE naik signifikan 96,43 persen dari Rp560 pada 21 Desember 2017 menjadi Rp1.100 pada 2 Januari 2018.

BEI kembali merilis UMA pada 8 Januari 2018 untuk PT Prima Cakrawala Abadi Tbk (PCAR) dan PT Marga Abhinaya Abadi Tbk (MABA). Saham PCAR naik 142,12 persen dari posisi akhir tahun 2017 Rp254 menjadi Rp615 per 5 Januari 2018.

Bahkan, saham PCAR terus menguat hingga Rp955 sebelum akhirnya mengalami koreksi pada periode 11,12, dan 15 Januari 2018 menjadi Rp920. Hari ini (Kamis, 1 Februari 2018), saham PCAR menapai level tertingginya sejak IPO atau berada pada level Rp2.070.

Berbeda dengan lima saham sebelumnya, status UMA untuk saham MABA karena terjadi penurunan secara signifikan. Sejak 27 Desember 2017 saat harganya Rp1.410, saham MABA terus mengalami penurunan dan menjadi Rp570 per 5 Januari 2018.

Grafik: Pergerakan Saham MABA Periode 29 Desember 2017 – 31 Januari 2018

Sumber: Bareksa.com

Adapun saham terakhir yang mendapat status UMA pada bulan pertama tahun ini adalah PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG). Pemberian UMA terkait peningkatan harga secara signifikan sejak periode akhir tahun 2017 sampai 24 Januari 2018. Pada periode ini, saham ENRG naik 98,88 persen dari Rp89 menjadi Rp177. (Lihat ENRG Restrukturisasi Utang, Saham-saham Grup Bakrie Kompak Menguat)

Seperti diketahui, BEI selalu menegaskan status UMA tidak serta merta menunjukkan adanya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Namun biasanya, BEI kerap menyampaikan agar para investor memperhatikan jawaban perusahaan tercatat, mencermati kinerja perusahaan, mengkaji kembai rencana aksi korporasi jika belum mendapatkan persetujuan RUPS, dan mempertimbangkan berbagai kemungkinan yang dapat timbul di kemudian hari sebelum mengambil keputusan investasi. (hm)