Bareksa.com- Pengusaha Benny Tjokrosaputro akhirnya memenangi gugatan melawan Goldman Sachs terkait kepemilikan saham PT Hanson International Tbk (MYRX). Benny akan mendapat ganti rugi Rp320 miliar untuk kerugian material.
Seperti diberitakan sebelumnya, majelis menyatakan transaksi saham MYRX oleh Goldman merupakan perbuatan melawan hukum. Oleh karena itu, majelis menyatakan transaksi saham itu batal demi hukum. (Baca juga: Sengketa Saham MYRX, Benny Tjokro Menang Gugatan Lawan Goldman Sachs)
Sebelumnya, pada 8 September 2016, Benny mengajukan gugatan dalam perkara dengan nomor 618/Pdt.G/2016/PN JKT.SEL. Gugatan itu termasuk menjadi pemilik sah atas 425 juta saham MYRX (sekarang berjumlah 2,125 miliar pasca stock split).
Saham yang jadi pusaran sengketa tersebut dibeli oleh Goldman Sachs dari Platinum Partners di pasar negosiasi Bursa Efek Indonesia. Goldman membeli dalam tiga kali transaksi yaitu, 27 Februari 2015, 13 Maret 2015 dan 21 Desember 2015.
Diketahui, Benny telah menjual saham tersebut kepada Platinum Partners dengan perjanjian akan dibeli kembali (repurchase agreement/repo). Menurut perjanjian, saham tersebut seharusnya masih ada di tangan Platinum Partners.
Adapun kepemilikan Benny di saham MYRX sebelum adanya repo hingga saat ini bergerak sangat fluktuatif. Hal ini bisa dilihat dari data kepemilikan saham MYRX di Bursa Efek Indonesia.
Berdasarkan data pada laporan keuangan, pada kuartal II-2014, Benny tercatat memiliki saham MYRX sebanyak 12,46 persen atau setara 1,68 miliar lembar saham. Lalu jumlah saham MYRX yang dipegang Benny terus berkurang hingga kuartal III-2015 menjadi 1,27 miliar lembar saham atau setara 9 persen.
Semenjak akhir 2014 hingga akhir kuartal III-2015, terpantau kepemilikan saham MYRX oleh Benny tetap di 9 persen. Bisa diasumsikan bahwa dalam sembilan bulan tersebut Benny tidak memperjualbelikan sahamnya di MYRX.
Grafik: Kepemilikan Saham Benny Tjokrosaputro di Saham MYRX
Sumber: Keterbukaan Informasi Bursa
Benny kembali mengumpulkan kembali saham MYRX pada akhir 2015 menjadi 10,3 persen. Puncak kepemilikan saham terjadi pada kuartal I dan II 2016 sebanyak 18,34 persen saham atau setara 2,75 miliar lembar saham.
Setelah periode tersebut hingga data terakhir 25 Oktober 2017, Benny tercatat telah mengurangi jumlah sahamnya sehingga tersisa 10,63 persen. Meskipun demikian, berdasarkan laporan registrasi efek, Benny masih tercatat sebagai pemegang saham pengendali (PSP), yakni investor yang mengendalikan tidak hanya dari sisi saham tetapi juga operasional dan manajemen. (hm)