IHSG Cetak Rekor Baru, Kenapa Asing Tetap Net Sell?
Sejak akhir Mei, dana asing keluar pasar saham Rp 41 triliun, masuk obligasi Rp67,8 triliun
Sejak akhir Mei, dana asing keluar pasar saham Rp 41 triliun, masuk obligasi Rp67,8 triliun
Bareksa.com- Pada akhir sesi perdagangan hari ini, Selasa, 3 Oktober 2017, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali mencatatkan rekor tertinggi sepanjang masa (all time high) dan mendekati level psikologis 6.000. Meskipun demikian, dana asing terpantau keluar dari pasar saham Indonesia.
Hari ini IHSG ditutup di area 5.953 atau menguat 0,66 persen dibandingkan dengan level penutupan kemarin. Namun, investor asing mencatatkan jual bersih (net sell) Rp228 miliar di pasar saham.
Bahkan, bila dipantau sejak akhir Mei 2017, dana investor asing yang keluar dari bursa saham Indonesia sudah mencapai Rp41 triliun. Hal ini bisa dilihat dari posisi kepemilikan saham-saham Indonesia oleh investor asing di bursa saham. Per 2 Oktober 2017, nilai kepemilikan asing Rp140,45 triliun, turun dibandingkan Rp181,58 triliun per 26 Mei 2017.
Promo Terbaru di Bareksa
Padahal, di saat yang sama IHSG sedang mengalami tren peningkatan (bullish) dengan naik 3,4 persen selama empat bulan terakhir ini. Lantas faktor apa saja pendorongnya?
Grafik: Kepemilikan Asing di Bursa Saham (Rp Triliun) dan Level IHSG Sejak Awal Tahun
Sumber: Bareksa.com
Menurut analis Oso Securities, Riska Afriani, kekhawatiran asing masih dipengaruhi rencana The Fed yang akan menaikkan suku bunga akhir tahun ini. Selain itu, jika dipehatikan nilai mata uang rupiah juga terus terdepresiasi dan menyentuh level terendah sepanjang tahun ini Rp13.499.
"Adapun faktor lain yang membuat asing banyak keluar dari pasar modal Indonesia adalah adanya ketegangan Amerika Serikat dengan Korea Utara, sehingga membuat investor asing cenderung wait and see atau mengalihkan ke aset safe haven dan masuk ke obligasi," ujarnya ketika dihubungi oleh Bareksa.com.
Jika ditelisik lebih jauh, arus dana asing telah dirasakan keluar sejak akhir Mei hingga Rp41 triliun tertekan keputusan The Fed yang menaikkan suku bunga acuan (Fed Fund Rate) sebesar 25 basis poin. Dengan begitu, kini suku bunga acuan terbaru AS menjadi 1 - 1,25 persen. Emas pun terpantau cukup menjadi primadona.
Grafik: Pergerakan Harga Emas Secara Year to Date (YTD)
Sumber: Bareksa.com
Selain itu, dana asing juga keluar karena terdorong rencana pemerintah Indonesia untuk melebarkan defisit anggaran direspons negatif pelaku pasar yang tercermin dari pelemahan rupiah serta obligasi dalam beberapa hari terakhir.
Pada 7 Juli 2017, nilai tukar rupiah melemah dan menembus level Rp 13.400 per dolar Amerika Serikat (AS), Padahal di awal Juni 2017, nilai tukar rupiah sempat menguat hingga di bawah level Rp 13.300 setelah lembaga rating internasional, S&P menaikkan rating utang Indonesia menjadi layak investasi (investment grade). (Baca juga: Indonesia Dapat Rating Upgrade S&P, Ini 4 Faktor Ekonomi Pendorongnya).
Kini rupiah kembali terdepresiasi hingga menyentuh level terendah sepanjang tahun 2017 Rp13.499 per dolar Amerika Serikat
Grafik: Pergerakan Rupiah Terhadap Dolar Amerika
Sumber: Bareksa.com
Asing yang telah keluar sejak Mei juga tertekan rencana pemerintah untuk meningkatkan defisit anggaran menjadi 2,67 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) dari sebelumnya 2,41 persen dalam APBN 2017.
Namun pada skenario terburuk, defisit berpotensi mencapai 2,92 persen. Angka ini tentu mendekati batas anggaran yang diatur dalam Undang-Undang (UU) nomor 17 tahun 2003 yaitu 3 persen dari PDB. Kekhawatiran pun muncul dari pelaku pasar karena Indonesia belum pernah mengalami pembengkakan defisit sejak krisis dan periode pemulihannya yakni antara 1998 - 2001.
Grafik: Defisit APBN Terhadap PDB Indonesia Periode 1998 - 2016
Sumber: Kementerian Keuangan, diolah Bareksa.com
Di luar kekhawatiran investor asing, meningkatnya IHSG hari ini terdorong pelaku pasar domestik, karena pemerintah optimis pertumbuhan ekonomi tahun depan mencapai 5,2-5,4 persen. Selain itu, di tengah rencana The Fed yang akan menaikkan suku bunga, Bank Indonesia justru menurunkan suku bunga acuan BI 7-day Repo Rate sebesar 25 basis poin. Dengan demikian, suku bunga acuan BI turun dari 4,75 persen menjadi 4,5 persen.
Switching
Pada saat yang sama, saat investor asing keluar dari pasar saham, pasar obligasi justru mendapatkan arus dana masuk. Seperti yang terlihat di dalam grafik, posisi kepemilikan asing di pasar obligasi per 29 September 2017 mencapai Rp819,37 triliun, dibandingkan Rp751,57 triliun per 26 Mei 2017. Artinya ada dana asing masuk pasar obligasi Indonesia Rp67,8 triliun sepanjang periode empat bulan tersebut.
Grafik: Kepemilikan Asing di Obligasi (Rp Triliun)
Sumber: Bareksa.com
Hal ini berkaitan dengan kebijakan suku bunga BI yang turun dua kali berturut-turut sejak Agustus 2017. Bila suku bunga turun, maka yield (imbal hasil) obligasi pun naik. Artinya, harga obligasi pun semakin mahal. Pada saat yang sama, kenaikan pada IHSG pun sudah cukup tinggi hingga mendekati level 6.000. Wajar apabila investor asing pun beralih dari pasar saham ke pasar obligasi. (hm)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.382,65 | 0,56% | 4,26% | 7,54% | 8,69% | 19,21% | - |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.093,4 | 0,43% | 4,43% | 6,99% | 7,44% | 2,54% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.079,4 | 0,60% | 3,98% | 7,06% | 7,74% | - | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.844,45 | 0,53% | 3,89% | 6,66% | 7,38% | 17,02% | 40,39% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.270,42 | 0,81% | 3,88% | 6,54% | 7,20% | 20,19% | 35,64% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.