Klub Sepak Bola Indonesia Siap IPO? Belajar Dulu Dari Pengalaman MU & Juve

Bareksa • 07 Mar 2017

an image
Pesepak bola Persib Bandung Sergio van Dijk (kiri) berusaha mengejar bola pesepak bola Persiba Balikpapan Dedimar Ferreira Das Chagas (kanan) pada laga lanjutan Grup C Piala Presiden 2017 di Stadion Si Jalak Harupat Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. ANTARA FOTO/Fahrul Jayadiputra

BEI meminta bantuan IAI untuk membuat Pernyataan Standar Akutansi Keuangan (PSAK) untuk klub sepak bola

Bareksa.com - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) telah menangkap sinyal minat dari beberapa klub sepak bola di Indonesia yang ingin 'bertarung' di pasar modal. Mereka ingin meraup dana dan menggaet investor di pasar modal melalui penawaran saham perdana (initial public offering/IPO).

Direktur Utama BEI Tito Sulistio mengatakan, setidaknya sudah ada dua klub sepak bola yang telah menyatakan minatnya untuk 'merumput' di bursa saham. Namun dirinya masih merahasiakan nama-nama dari klub sepak bola tersebut.

"Itu sudah main di liga-liga besar di Indonesia. Saya enggak bakal kasih tahu namanya, pokoknya dari Jawa," tuturnya di Gedung BEI, Jakarta, Selasa (7 Maret 2017).

Namun, ternyata menawarkan saham klub bola ini tidak semudah yang dibayangkan. Pasalnya, sebagai sebuah perusahaan terbuka, klub bola juga harus memiliki pembukuan keuangan yang rapi dan menarik investor tentunya.

Pembukuan ini menjadi masalah sebab klub sepak bola di Indonesia masih menganggap pemainnya sebagai beban operasional karena ada pengeluaran gaji. Hal ini berbeda dengan keadaan di luar negeri yang menganggap pemain bola adalah aset. Untuk itu, Tito meminta bantuan Ikatan Akutan Indonesia (IAI) untuk membuat Pernyataan Standar Akutansi Keuangan (PSAK) khusus para klub sepak bola.

Belajar dari MU & Juve

Klub sepak bola yang merupakan calon emiten tersebut tentu harus belajar dari seniornya di luar negeri yang sudah lebih dulu tercatat di bursa saham. Apabila kita menilik di luar negeri, setidaknya sudah ada 5 klub sepak bola yang mencatatkan sahamnya di berbagai bursa efek dunia, antara lain :

1. Manchester United Plc yang listing di bursa NYSE (MANU.US)

2. Juventus FC yang listing di Italia (JUVE.IM) dan di Frankfurt (JUVE.GR)

3. Societa Sportiva Lazio yang juga listing di Italia dengan sandi emiten (SSL.IM)

4. AS Roma di Italia (ASR.IM)

5. Borussia Dortmund yang listing di Frankfurt dengan kode (BVB.GR)

Jika pada umumnya sebuah keputusan untuk membeli perusahaan mempertimbangkan banyak faktor seperti suku bunga dan lainnya sebagai tolak ukur harga saham mereka. Maka  sebuah klub sepak bola dapat diukur dengan menggunakan performa, baik dari segi kuantitas atau kualitas baik di dalam maupun di luar lapangan. Hal ini juga perlu dapat dikategorikan sebagai faktor internal dan eksternal.

Faktor Internal

Faktor internal yang dapat mempengaruhi harga saham sebuah klub antara lain adalah performa klub itu sendiri baik di liga domestik maupun kejuaraan antar benua. Ini adalah faktor utama dalam penentuan nilai saham sebuah klub. “Hampir 37 persen saham sebuah klub sepakbola ditentukan oleh kondisi di lapangan hijau. Meskipun banyak faktor lain yang mempengaruhi,” kata Sverrir Sverrison, equity analyst dari Saxo Bank.

Selain itu, ada beberapa faktor internal lain yang mempengaruhi harga saham sebuah klub. Siapa manajer tim tersebut? Bagaimana kinerja sang manajer? Bagaimana hubungan antara manajer, staf dan pemain? Hal ini sangat dipengaruhi sekali oleh sorotan media.

Lalu, faktor internal lainnya adalah jumlah pemain. Hati-hati dalam menyimpulkan hal ini, belum tentu semakin banyak pemain, saham klub tersebut akan menjadi semakin mahal pula.

Pemain dengan durasi kontrak yang panjang tapi memiliki performa yang labil dalam beberapa musim terakhir dapat mencederai harga saham klub. Begitulah salah satu alasan mengapa setiap pemain dinilai di setiap pertandingan, atau sering juga disebut rate tracking.

Rate tracking yang lebih dikenal untuk menganalisa performa seorang pesepak bola juga berpengaruh dari sisi bisnis klub guna menentukan harga saham klub pada awal setiap minggu.

Faktor Eksternal

Faktor eksternal biasanya lebih menilai kualitas kerja sama suatu klub dengan sponsor-sponsor yang mereka gandeng, dan hasil penjualan merchandise tentunya.

Sponsor sebagai penyuntik dana juga mempengaruhi nilai saham sebuah klub. Peran sebuah sponsor dapat dianalisa melalui jumlah dana yang diberikan kepada klub per tahunnya, panjang pendek kontrak, dan profil sponsor tersebut juga mempengaruhi nilai saham klub.

Sebagai contoh, Manchester United mendapatkan iklan dari sponsor (commercial) sebanyak 52,1 persen dari total pendapatannya GBP515,3 juta pada tahun fiskal 2016. Hal ini pun mendorong laba bersih klub sebesar GBP36,4 juta pada periode 12 bulan yang berakhir di Juni 2016 tersebut.

Faktor eksternal lain juga datang dari hak siar sebuah pertandingan. Hak siar di sini bukanlah dari televisi lokal, melainkan online TV milik klub tersebut, seperti Chelsea TV, Arsenal TV, Juventus TV, dan lainnya. Sedangkan di Indonesia, baru Bali United yang mempunyai TV klub resmi.

Semakin banyak pelanggan berbayar yang mereka jaring, semakin banyak pula keuntungan yang diperoleh dan hal ini merupakan stock booster atau penguat nilai saham, meskipun tidak terlalu banyak.

Bagaimana peluang investasi di saham sepak bola?

Sverrir Sverrison juga mengatakan bahwa melihat sejarahnya, kinerja harga saham klub-klub sepak bola cendrung buruk, meskipun ada beberapa pengecualian. “Tujuan utama emiten klub bola memang bukan menggenjot laba naik signifikan,” kata Sverrison.

Ia memiliki alasan yang kuat tentang hal ini. Terbukti sejak tahun 2012 lalu, klub-klub mapan sekalipun mengalami kerugian yang cukup telak sehingga beberapa sahamnya harus dijual ke publik, atau dalam bahasa bisnis, melakukan IPO. Beberapa klub dapat dianggap sukses dalam penawaran perdananya, seperti Glasgow Rangers yang kinerja sahamnya naik 0,7 persen pada bulan pertama mereka melakukan IPO, lalu menanjak menjadi 275 persen setahun kemudian.

Sementara saham klub bola raksasa Turki, Galatasaray mengalami penurunan drastis dengan pergerakan minus 5,8 persen sebulan setelah IPO, setahun kemudian anjlok 53,2 persen. Saham Borussia Dortmund juga mengalami hal serupa, start dengan penurunan 14,5 persen, dan terus anjlok 47,9 persen setahun kemudian. Saham Tottenham, Ajax, dan masih banyak lagi klub bola juga mengalami penurunan tersebut.

Di sinilah bukti ucapan Sverrison, bahkan Glasgow Rangers dan Lazio juga tidak dapat meraih keuntungan penuh karena sudah melewati titik batas, atau economic crush.

Lalu jika Investasi di klub sepak bola kurang menguntungkan, kenapa masih ada yang berani IPO?

Ambisi jadi satu hal. Banyak investor yang menaruh uang mereka di sebuah klub sepak bola, karena sebelumnya sudah merasakan keuntungan dari bisnis di industri olahraga. Hal lainnya, kecintaan terhadap klub atau permainan sepak bola itu sendiri. Layaknya merchandise, saham klub bola bisa juga dikoleksi oleh para penggemarnya. (hm)