Bareksa.com – Nama PT Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk (BORN) masih menghiasi daftar saham suspensi panjang di Bursa Efek Indonesia (BEI). Yang terbaru, BEI memperpanjang suspensi saham emiten tambang ini di pasar reguler dan pasar tunai akibat belum menyampaikan laporan keuangan interim III-2016.
Perdagangan sahamnya sudah dihentikan sejak 30 Juni 2015,lalu, bagaimana kabar terkini perusahaan tambang milik Samin Tan ini?
Melalui keterbukaan informasi, manajemen Borneo Lumbung telah menyampaikan beberapa jawaban terkait laporan keuangannya. Melalui surat pada tanggal 27 Januari 2017 tertanda Direktur Borneo Lumbung Kenneth Raymond Allan, perseroan mengaku sudah menyelesaikan laporan keuangan dan tinggal menunggu penyelesaian audit terhadap laporan keuangan tahunan 2014 dan 2015.
“Oleh karena itu, laporan keuangan interim tidak dapat difinalisasi secara resmi akibat laporan keuangan tahunan audit untuk tahun sebelumnya belum diberikan pendapatan oleh auditor independen,” tulis Kenneth.
Adapun alasan auditor independen belum memberikan pendapatnya karena belum adanya surat keputusan Mahmakah Agung tentang telah ditolaknya kasasi Standard Chartered Bank terhadap pernjanjian perdamaian penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) PT Asmin Koalindo Tuhup (AKT), yang merupakan anak usaha Borneo Lumbung. Kenneth juga bilang, auditor independen ingin memperlajari aspek going concern dan potensi implikasi keputusan MA yang dimaksud terhadap kewajaran laporan keuangan perseroan.
Sementara itu, lanjut Kenneth, perseroan juga telah membayar denda-denda terkait keterlambatan penyampaian laporan keuangan secara keseluruhan.
Kegiatan Operasional
Sejak homologasi perjanjian perdamaian PKPU AKT oleh Pengadilan Niaga, kegiatan produksi perseroan kembali aktif dan secara umum berjalan dengan baik. Namun Kenneth bilang, karena musim hujan yang berkepanjangan pada 2016, maka jumlah produksi perseroan tidak mencapai target.
Kenneth menjelaskan, tambang AKT adalah tambang terbuka (open pit) sehingga kegiatan produksi dan pengangkutan batubara berhenti saat terjadi hujan dan satu-dua jam setelah berhentinya hujan. “Adapun jumlah produksi batubara perseroan secara efektif sejak Juli 2016 sampai akhir 2016 mencapai 1 juta ton,” imbuh Kenneth.
Untuk tahun 2017, Kenneth yakin, perseroan menetapkan target produksi hingga 2,7 juta ton.
Sebagai informasi, nama Borneo Lumbung mulai menghiasi perdagangan saham di BEI sejak akhir November 2010. Saat itu, perseroan mencatatkan saham dengan kode BORN pada harga Rp1.170 dan mencapai level tertinggi Rp1.770 pada 14 Januari 2011.
Grafik: Pergerakan Saham BORN Sejak IPO Hingga 1 Maret 2016
Sumber: Bareksa.com
Namun sejak saat itu, saham BORN terus mengalami penurunan. Puncaknya terjadi pada awal tahun 2015 saat menyentuh level Rp50.
Sejak 1 Juli 2013, saham BORN telah beberapa kali mendapatkan suspensi dari BEI terkait penyampaian laporan keuangan. Tidak lama setelah suspensi diterapkan, manajemen Borneo melalui Samin Tan memutuskan untuk melepas kongsi dengan Grup Bakrie dalam kepemilikan saham bersama di Bumi Plc, perusahaan tambang yang tercatat di Bursa London, Inggris.
Samin, melalui Borneo Lumbung, dan Grup Bakrie melalui PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR), serta Long Haul Holding Ltd masing-masing memiliki 23,8 persen saham di Bumi Plc, atau total 47,6 persen. Bumi Plc pada saat itu menjadi perusahaan induk yang mengendalikan saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) dan PT Berau Coal Energy Tbk (BRAU).
Berdasarkan presentasi perseroan, saat ini saham BORN dikuasai oleh PT Republik Energi & Metal dengan porsi 60,73 persen. Sementara itu, saham BORN yang dimiliki masyarakat atau publik sebanyak 39,27 persen.
Susunan Pemegang Saham BORN
Sumber: Perseroan
BORN sendiri memiliki dua anak usaha yakni Asmin Koalindo yang dikuasai 99,99 persen dan PT Borneo Mining Service dengan porsi 99,99 persen. Produksi utama BORN adalah batu bara kokas (coking coal) yang miliki kalori lebih tinggi dibandingkan dengan thermal coal. (hm)