Jakarta Diserang : Secara Historis, Bom Bisa Jadi Titik Balik Pergerakan IHSG

Bareksa • 14 Jan 2016

an image
Monitor menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (18/6). IHSG ditutup melemah 0,25 point atau 0,01 persen menjadi 4.945,49 pada perdagangan bursa saham awal ramadan. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

"Insiden bom bagi IHSG hanya sementara berkaca historis ke belakang. Ini mungkin saat akumulasi,"

Bareksa.com - Pagi ini (Kamis, 14 Januari 2016) sekitar pukul 10.50 wib, ledakan keras yang berasal dari bom terdengar di kawasan Sarinah, Thamrin, Jakarta. Ledakan tersebut cukup mengejutkan dan turut berdampak pada perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI)

Menyusul ledakan tersebut, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 1,2 persen ke 4.483,37 dari penutupan sebelumnya 4.537,17. Investor asing tercatat melakukan aksi jual bersih sebesar Rp158 miliar.

Dilihat secara historis, bagaimana dampaknya terhadap pergerakan IHSG?

Merujuk pada empat kejadian sebelumnya, yakni bom Bali pada 2002, bom JW Marriott (2003), bom Kedubes Australia (2004) dan bom Mega Kuningan (2009), efek dari terjadinya ledakan bom tidak mengganggu pasar dalam jangka panjang. Pada beberapa kejadian, ledakan bom justru menjadi titik balik IHSG untuk rebound.

"Insiden bom bagi IHSG hanya sementara berkaca historis ke belakang. Investor tetap harus lihat fundamental bila ingin investasi. Ini mungkin saatnya akumulasi," ujar Direktur Utama Samuel Aset Management Agus B. Yanuar saat diwawancara Bareksa (Kamis, 14 Januari 2016)

Pada kejadian bom Bali 12 Oktober 2002, IHSG terjun bebas 10 persen ke level 337,47 dari sebelumnya 376,46. Namun, sehari setelahnya IHSG kemudian melompat 4,4 persen ke level 357,37. Penguatan kemudian berlanjut hingga akhir tahun, di mana IHSG ditutup pada level 424,94 atau naik 25 persen dari tanggal terjadinya bom.

Grafik: Pergerakan IHSG Saat Bom Bali 2002


sumber: Bareksa.com

Kemudian pada kejadian bom JW Marriott pada 5 Agustus 2003, IHSG ambrol 3 persen ke level 488,52 dari sebelumnya 503,94. Sehari setelah kejadian tersebut, IHSG menguat 1 persen ke level 494,43 dan segera pulih pada 7 Agustus di mana IHSG kembali ke level 508,27. Pada akhir 2003, IHSG sudah berada di level 691,89 atau naik 41,6 persen dari tanggal kejadian bom.

Grafik: Pergerakan IHSG Saat Bom JW Marriott 2003


sumber: Bareksa.com        

Bom Kedubes Australia pada 9 September 2004 hanya mengakibatkan turunnya IHSG sebesar 1 persen dari hari sebelumnya. IHSG kemudian pulih dengan menguat 2 persen sehari setelah kejadian tersebut. Pada akhir  2004, IHSG justru sukses ditutup pada level 1.000 per saham atau naik 28 persen dari tanggal kejadian bom.

Grafik: Pergerakan IHSG Saat Bom Kedubes Australia 2004


sumber: Bareksa.com

Selanjutnya kejadian bom Mega Kuningan pada 17 Juli 2009 yang menewaskan 9 orang. Impaknya terhadap IHSG justru baru terjadi pada 18 Juli 2009, di mana IHSG anjlok 4 persen ke  level 1.950,99 dari sebelumnya 2.0224.

Grafik: Pergerakan IHSG Saat Bom Mega Kuningan 2009


sumber: Bareksa.com

Pada 19 Juli, IHSG kemudian bisa menguat 2 persen ke  level1.990,47. Sementara pada akhir  2009, IHSG ditutup pada level 2.534,36 atau naik 25 persen dari tanggal kejadian bom.