Bareksa.com - Bursa Efek Indonesia (BEI) mengindikasikan ada enam broker telah melakukan transaksi short selling ilegal. Transaksi yang memungkinkan investor menjual saham yang belum dimilikinya itu ditengarai menjadi salah satu penyebab terjungkalnya indeks harga saham gabungan (IHSG) belum lama ini.
Hanya dalam dua pekan, IHSG menurun tajam 14,68 persen menjadi 4.163,73 pada 24 Agustus 2015 dibanding 5.058,23 pada 6 Agustus 2015. Pada saat bersamaan, investor asing pun melakukan penjualan besar-besaran sebesar Rp6,15 triliun dalam 13 hari perdagangan saja.
Grafik Teknikal Pergerakan IHSG
Sumber: Bareksa.com
Direktur Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan BEI Hamdi Hassyarbaini mengatakan bahwa regulator tengah meningkatkan pengawasan terhadap broker yang diduga melakukan short selling. "Yang mungkin melakukan short selling adalah nasabah institusi dengan dana tersimpan di kustodian global. Brokernya tidak tahu nasabah itu punya saham atau tidak," ujarnya kepada wartawan 27 Agustus 2015.
Saat ini, BEI tengah melakukan pemeriksaan yang memang berawal dari kecurigaan. Namun, otoritas bursa mengaku kesulitan memastikan transaksi short selling ilegal tersebut karena bila ada pinjam-meminjam efek di bawah tangan tidak bisa dilihat jejaknya.
Oleh sebab itu, BEI pun tidak dapat memastikan sampai kapan pemeriksaan ini berlangsung. Namun, Hamdi mengatakan ada satu broker dari enam tersebut yang dipastikan tidak melakukan. "Karena nasabah broker itu pemilik rekening yang semuanya tercatat dan dipantau di KSEI. Yang lain sedang kami lakukan pemeriksaan."
Berdasarkan data perdagangan selama periode 6 Agustus - 24 Agustus, terlihat sejumlah broker mencatatkan jual bersih dengan nilai di atas Rp100 miliar. Mayoritas dari broker tersebut institusi asing, dan hanya satu yang merupakan institusi lokal, yaitu Mandiri Sekuritas (CC).
Tabel Broker dengan Nilai Transaksi Net Sell Terbesar 6-24 Agustus 2015
Sumber: Data Perdagangan BEI 6-24 Agustus 2015, diolah Bareksa.com
Broker yang melakukan jual bersih terbanyak adalah UBS Securities Indonesia (AK) dengan nilai net sell Rp2,17 triliun. Posisi itu diikuti oleh Nomura Indonesia (FG) dengan nilai net sell Rp976,7 miliar dan Macquarie Capital Securities Indonesia (RX) dengan nilai jual bersih Rp877,7 miliar.
Pengelakan Mandiri Sekuritas
Sebenarnya, tidak semua transaksi short selling dilarang, karena sudah ada acuannya, yaitu Peraturan Bapepam-LK no V.D.6. Ada syarat untuk melakukan short-selling termasuk jaminan aset dan daftar saham yang diperbolehkan.
Akan tetapi, pada saat pasar turun seperti dua minggu terakhir, muncul kesempatan untuk meraih untung cepat dengan praktik short selling. Investor menjual saham yang belum dimilikinya dengan harapan harganya turun dan baru membelinya dengan harga lebih murah. Pada saat penyelesaian, investor itu mendapat untung dari selisih harga yang dia jual dan beli.
Tak mengherankan bila pelaku short selling mempunyai reputasi kurang baik di kalangan pelaku pasar modal. Mereka dicurigai memiliki dorongan dan insentif besar untuk menjatuhkan harga saham-- pelaku short selling hanya akan untung bila harga saham jatuh atau turun. Agar harga jatuh, para short seller sering menuai tuduhan sebagai penyebar rumor palsu.
Bahkan para pelaku short selling ini dianggap sebagai biang keladi krisis di era Great Depression 1929. Mereka juga dituding sebagai biang keladi crash pada 1987, runtuhnya saham-saham dotcom pada 2000, dan rontoknya saham-saham lembaga keuangan di Amerika Serikat pada 2008.
BEI sebelumnya juga pernah menutup fasilitas short selling pada 6 Oktober 2008 karena diduga menjadi biang kejatuhan IHSG selama dua pekan pertama September 2008. Pada penutupan perdagangan 1 September 2008, IHSG masih berada di level 2.164,620. Pada penutupan perdagangan 15 September 2008, IHSG melorot jatuh lebih dari 400 poin ke level 1.719,254. (Baca juga: BEI Larang Short Selling; Ini Latar Belakangnya)
Akhir-akhir ini, beredar rumor di kalangan pelaku pasar bahwa ada broker yang melakukan short-selling ilegal, salah satunya adalah Mandiri Sekuritas. Menanggapi hal itu, perusahaan efek yang terafiliasi dengan bank nasional milik negara itu menampiknya.
“Kami memastikan bahwa Mandiri Sekuritas menerapkan kebijakan tidak menyelenggarakan fasilitas short selling. Sehingga secara sistem dan kebijakan, transaksi tersebut tidak dapat dilakukan,” kata Abiprayadi Riyanto, Direktur Utama Mandiri Sekuritas, dalam klarifikasinya di depan wartawan.
Mandiri Sekuritas mencatatkan volume transaksi sebesar Rp 71 triliun pada Januari hingga Juli 2015. Nilai tersebut menempatkan mereka di posisi 6 broker dengan transaksi terbesar di Bursa, dan peringkat tertingi untuk perusahaan sekuritas lokal dengan pangsa pasar 4,1 persen. Perusahaan mencatat transaksi harian rata-rata sebesar Rp 500 miliar per hari, sekitar 60 persennya berasal dari nasabah institusi dan 40 persen ritel.