Pemotongan Suku Bunga China Tidak Direspon Positif Analis, Kenapa?

Bareksa • 26 Aug 2015

an image
An investor sleeps on a chair in front of an electronic board showing stock information at a brokerage house in Nantong, Jiangsu province, China, August 4, 2015. REUTERS/China Daily

China kembali memangkas suku bunga acuan hingga level terendah sepanjang sejarah

Bareksa.com – China kembali memangkas tingkat suku bunga sebagai stimulus pertumbuhan ekonomi yang dikhawatirkan akan turun di bawah 7 persen. Apakah dampak atas kebijakan ini?

China mengumumkan memangkas suku bunga acuan 25 basis poin (bps) menjadi 4,6 persen dan kembali menjadi rekor terendah sepanjang sejarah Negeri Tirai Bambu itu. Bahkan tingkat bunga ini lebih rendah dari rata-rata tingkat suku bunga dari periode 1996-2015 yang mencapai 6,36 persen.


Sumber: Trading Economic

Pelonggaran dari segi moneter ini dilakukan China untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi 7 persen hingga akhir tahun ini.

Hingga kuartal kedua tahun ini, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) China masih bertahan di level 7 persen. Dalam lima tahun terakhir level tertinggi pertumbuhan ekonomi China hanya terjadi pada akhir 2009 yang mencapai hampir 12 persen, selanjutnya terus melemah setelah pemerintah China mengetatkan perekonomian mengantisipasi bubble ekonomi akibat aliran arus asing yang tiba-tiba melonjak akibat subprime mortgage di Amerika.


Sumber: Trading Economics

Lantas apakah penurunan bunga bisa membawa sentiment positif ke pasar?

Bursa Amerika semalam justru merosot. Indeks Dow Jones kembali terkoreksi 1,29 persen. Sementara indeks Nasdaq harus turun 0,44 persen.

Makoto Noji, strategis SMBC Nikko Securities  melihat keputusan China mungkin hanya efektif untuk mendorong investor membeli saham yang telah menurun tajam, tetapi belum cukup mendorong outlook ekonomi China seperti diberitakan Reuters.

Sementara itu, Willie Chan, strategis dari Kim Eng Securities dalam laporan riset yang disampaikan kepada nasabah juga menilai pemotongan suku bunga China tidak mengubah proyeksi pertumbuhan ekonomi China yang bisa turun hingga di bawah 7 persen.

Apa yang dilakukan Bank Central China masih berada di belakang kurva, artinya terlambat dalam melakukan kebijakan karena beberapa indikator ekonomi sudah melemah yang menunjukan sebetulnya kebijakan ekonomi China belum sepenuhnya longgar. Walhasil dibutuhkan lebih banyak pelonggaran moneter, ungkap Willie.