Bareksa.com - Masalah Yunani yang berdampak ke negara-negara berkembang adalah bagian dari globalisasi, tapi apakah Indonesia bisa bertahan? Simak jawabannya dalam survei sentimen analis pasar modal oleh Bareksa.
Empat dari lima analis yang dihubungi Bareksa mengatakan memang akan ada dampak atas masalah Yunani tetapi tidak besar.
Semalam Perdana Menteri Yunani Alexis Tsipras mengumumkan hal yang mengejutkan yakni penutupan bank dan bursa efek mulai 29 Juni hingga 6 Juli 2015 mendatang, serta membatasi penarikan uang kas di mesin ATM menjadi 60 Euro per hari.
Hal ini dilakukan untuk menjaga likuiditas dana di sektor perbankan setelah Bank Sentral Eropa menolak permintaan Yunani untuk menaikkan dana darurat. Penutupan ini dilakukan sampai adanya kepastian apakah utangnya akan di-bailout atau tidak.
Menurut Manajer Investasi PT Tugu Reasuransi, Gopal Nurfalah, efek secara langsung masalah Yunani ke Indonesia akan sangat minim mengingat trade partner ke Yunani tidak banyak. Namun yang lebih mengkhawatirkan adalah efek turunannya. "Global appetite jadi turun sehingga investor banyak yang beralih dari risky asset ke safe haven seperti dolar AS, Treasury AS, German Bond, Swiss Franc dan yen Jepang untuk saat ini."
Opini senada disampaikan analis PT Syailendra Capital Lanang Trihardian. Menurutnya efek Yunani tidak terlalu berdampak bagi negara kita karena hubungan instrumen keuangan dengan Yunani tidak banyak.
"Sepanjang tidak merembet ke negara-negara lainnya, maka sentimen ini tidak berpengaruh ke kita, sedangkan untuk ke pasar modal, saya rasa sentimen negatifnya hanya jangka pendek dan tidak terlalu besar," tambah Lanang.
Sementara pandangan Satrio Utomo, Head of Research Universal Broker Indonesia melihat kondisi pasar saham yang hari ini sudah mulai rebound mencerminkan indeks saham sudah priced-in terhadap sentimen Yunani yang sebetulnya sudah mulai beredar dari dua bulan lalu. "Arus dana asing juga mulai masuk ke Indonesia meskipun masih belum banyak."
Seluruh pelaku pasar, yang terdiri dari analis dan manajer investasi, dalam survei ini memiliki pandangan optimistis terhadap pertumbuhan ekonomi dan pasar modal Indonesia ke depan.
Tabel: Hasil Survei Bareksa terhadap Pelaku Pasar
Sumber: Bareksa.com
Yang perlu diperhatikan pada keadaan seperti sekarang ini menurut Gopal adalah pergerakan nilai tukar rupiah, yield SUN dan credit default swap. Jika signifikan baru efek negatif ini yang akan berantai sampai ke IHSG mengingat prospek laporan keuangan kuartal-II 2015 juga belum akan membaik.
Dalam volatilitas pasar saham yang sedang tinggi seperti ini, Gopal menyarankan agar investor lebih melakukan pola trading. Jika kondisi pasar saham sedang mengalami kenaikan seperti saat ini bisa menjadi kesempatan bagi pelaku pasar untuk melepas sahamnya dan membeli lagi di harga yang lebih rendah apabila koreksi saham kembali terjadi.
"Secara teknikal jika IHSG belum berhasil menembus level 5.025 maka range perdagangan masih berkisar antara 4.800 sampai 5.000," tambah Gopal. Yang harus diwaspadai jika ternyata kondisi internal Indonesia belum membaik di kuartal kedua. Tentunya ini akan menambah tekanan rupiah yang berpotensi bisa menekan IHSG di bawah level 4.800.
Sementara katalis positif dalam waktu dekat menurut Gopal adalah reshuffle kabinet kerja terutama pos-pos kunci ekonomi yang kemungkinan terjadi sehabis Lebaran. Jika orang-orang yang digantikan merupakan nama-nama yang dikenal pelaku pasar memiliki kinerja masa lalu yang positif tentu ini akan menjadi dorongan saham kembali mengalami kenaikan. (np)