Apa yang menyebabkan penurunan IHSG pada perdagangan awal pe

Bareksa • 22 May 2014

an image
Karyawan melintas di depan layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta. - (AntaraFoto/Puspa Perwitasari)

Terdapat aksi ambil untung dari pelaku pasar, terlepas dari situasi politik

Bareksa.com - Penurunan IHSG yang terjadi selama dua hari pasca kedua capres mendeklarasikan wakilnya masing-masing, menimbulkan berbagai spekulasi dari pelaku pasar. Seperti yang diketahui, IHSG pada Senin kemarin ditutup tergelincir 16,58 poin atau 0,33 persen ke level 5.015 dan kembali melanjutkan pelemahan pada perdagangan Selasa hingga sempat menyentuh level terendahnya di 4865 sebelum akhirnya ditutup di level 4895.

Dari beberapa laporan awal yang kami pelajari, penurunan market yang cukup tajam ini dipicu oleh makin dominannya koalisi yang diusung Gerindra pasca bergabungnya Golkar. Dari persentase suara hasil pemilu, tampak koalisi partai-partai pendukung pasangan Prabowo dengan Hatta saat ini menguasai sekitar 47 persen, sementara koalisi partai-partai pendukung Jokowi hanya memperoleh sekitar 40 persen suara. Namun, dari beberapa laporan yang muncul kemudian berpendapat bahwa koalisi pra-pemilu belum tentu akan terefleksi pada hasil pemilihan presiden yang diselenggarakan secara langsung. Sehingga untuk kedepannya, arah pasar akan lebih didominasi oleh survei elektabilitas pada Jokowi vs Prabowo sebagai indikator utama untuk hasil pemilihan presiden pada bulan Juli nanti.

Sementara itu analis PT Jisawi Finas yang kami wawancarai, Hendri Prasetyo, menyatakan bahwa penurunan selama dua hari lalu hanya koreksi sementara saja yang disebabkan oleh sentimen sell on news pasca pengumuman cawapres masing-masing kandidat. Tidak ada hal fundamental terkait ekonomi yang menyebabkan penurunan ini dan IHSG masih punya peluang kembali ke 5000. Apalagi asing masih mencatatkan net buy yang artinya asing masih percaya perkembangan ekonomi dan politik akan kembali positif.

Hendri mengatakan sejak awal capres yg disambut baik oleh market adalah Jokowi. Sementara keputusan Jokowi untuk berpasangan dengan JK sebagai cawapresnya dipandang sebagai hal yang positif, karena Jokowi adalah sosok yang terkesan halus dan tidak banyak bicara sehingga kehadiran JK yang dikenal lugas dan tegas merupakan sosok pendamping yang tepat. Terlebih lagi JK sudah memiliki pengalaman yang cukup di pemerintahan.

Sedangkan menurut analis PT Profindo International Securities, Bayu Cahyadi, yang kami hubungi mengatakan bahwa penurunan dua hari ini lebih disebabkan karena valuasi IHSG pasca menembus level 5000 sudah terbilang cukup mahal dengan P/E 17,2x, jauh di atas rata–rata 10 tahun terakhir yang sebesar 12,2x sehingga koreksi saat ini dipandang masih wajar. Selain itu pengumuman JK sebagai cawapres Jokowi juga sudah diantisipasi oleh pelaku pasar, sehingga investor melakukan aksi ambil untung ketika beritanya keluar (sell on news).

Tabel : Persentase Perolehan Kursi DPR Pemilu 2014
Sumber : Pemilu.com

 

 

Chart Analisis Teknikal IHSG
Sumber: Bareksa.com

Apabila ditilik dari sudut analisis teknikal, koreksi yang terjadi merupakan hal yang wajar karena setelah berhasil menembus level resisten di 4910, IHSG terus melaju hingga berhasil menutup gap bulan Juni 2013 di level 5055-5068. Selain itu juga dilihat dari indikator Stochastic, pada hari Senin lalu IHSG juga sudah berada di teritori jenuh beli sehingga rawan terjadi aksi ambil untung. Jika dilihat secara tren dari awal 2014, IHSG masih berada dalam zona bullish dan penurunan yang terjadi awal pekan lalu masih bertahan diatas garis trend yang menjadi level support nya sehingga kami berpendapat IHSG masih berpotensi melanjutkan penguatan kembali.

Untuk kedepan Bayu tetap merekomendasikan saham – saham yang berfundamental bagus. Menurutnya, sektor perbankan dan perkebunan masih menjadi pilihan. Untuk sektor perbankan, Bayu merekomendasikan saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang menurut penilaiannya masih dapat terus bertumbuh. Baik secara revenue 2014F diperkirakan tumbuh 15 persen dibandingkan FY2013, sementara net income 2014F diperkirakan tumbuh 12 persen. Saat ini BBRI diperdagangkan di harga Rp. 10.500, pada P/E 10,79x, PBV 3,07x untuk 2014F. Level P/E BBRI ini berada di bawah salah satu kompetitornya PT Bank Mandiri (Persero)Tbk (BMRI) yang diperdagangkan pada P/E 11,82x 2014F. Sedangkan untuk sektor perkebunan, Bayu memilih PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI). Menurutnya AALI memiliki produktivitas yang baik dan paling efisien dibandingkan kompetitornya karena size perusahaannya yang besar. Target Price untuk AALI Rp. 32.500, sedangkan untuk BBRI Rp. 12.500.

Berbeda pandangan dengan Bayu, menurut Hendri dengan kondisi sekarang ia masih merekomendasikan sektor tambang dan infrastruktur. Untuk sektor tambang, harga - harga tambang terutama untuk nikel dan timah terus mengalami kenaikan akibat supply di pasar menurun akibat konflik Ukraina dan aturan minerba di indonesia. Untuk nikel, walaupun secara fundamental sudah terbilang mahal, namun masih ada potensi untuk naik terus mengingat sampai sekarang pun di market supply bijih nikel masih langka. Kuncinya terletak pada konflik Ukraina, jika hal itu sudah selesai dan Rusia bebas dari embargonya, baru harga nikel bisa mulai turun. Sementara infrastruktur, dengan adanya pemerintahan baru nanti  berpotensi akan ada pembangunan infrastruktur yang gencar dan masif. Apalagi secara siklus, kuartal 3 hingga kuartal 4 biasanya potensi pendapatan di infrastruktur meningkat.

Untuk sektor tambang, Hendri merekomendasikan saham PT Timah Tbk (TINS). Saat ini, secara valuasi TINS dengan P/e 14x relatif undervalued apabila dibandingkan dengan emiten pertambangan lain seperti INCO dan ANTM. Apalagi pasca berlakunya UU minerba, harga-harga komoditas tambang logam melejit sehingga membawa angin segar bagi TINS yang pemproduksi timah yang sudah diolah terlebih dahulu.

Sedangkan untuk infrastruktur, Hendri merekomendasikan saham PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM). Secara fundamental, margin perseroan masih menarik, yaitu sebesar 24 persen. PER perseroan sebesar 18x (peers 40x). Artinya, harga saham perseroan masih relatif undervalue dan masih menarik sebagai pilihan investasi. Apalagi TLKM akan ada rencana akuisisi tiphone mobile (TELE), sehingga TLKM akan punya channel distribusi yang tetap dan luas.