Bareksa.com - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan Kamis kemarin ditutup melemah 0,1 persen ke level 5.091. Salah satu katalis negatifnya ialah Dana Moneter Internasional (IMF) kembali memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Pasifik. Dalam laporan yang dirilis Rabu (21/10), IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi Asia Pasifik akan terkontraksi 2,2 persen tahun ini dan kembali menguat 6,9 persen pada 2021.
Laporan IMF juga menyebutkan pemulihan ekonomi Asia sudah dimulai pada kuartal ketiga 2020, tetapi tidak semua mesin pertumbuhan bekerja dengan kekuatan yang sama di berbagai negara. Ekonomi negara maju kawasan Asia Pasifik diperkirakan turun 4 persen tahun ini dan tumbuh 2,8 persen tahun depan, sedangkan ekonomi negara berkembang berpotensi terkontraksi 1,7 persen tahun ini dan kembali naik 8 persen pada 2021.
Selain itu, pelemahan juga dipicu oleh kekhawatiran investor terkait stimulus fiskal AS yang belum mencapai kesepakatan. Ketua DPR AS Nancy Pelosi dan Mentri Keuangan Steven Mnuchin masih melanjutkan negosiasi terkait besaran stimulus yang diberikan. Partai Demokrat mengajukan proposal bantuan sebesar US$2,2 triliun, lebih tinggi dari yang diajukan pemerintah US$1,8 triliun.
Pelaku Pasar Ragu Terhadap Stimulus AS, Harga Emas Masih Sideways
Harga emas Emas cenderung stagnan pada Rabu (21/10) petang dipicu kenaikan dolar Amerika Serikat setelah munculnya keraguan terhadap kesepakatan paket bantuan virus dapat tercapai sebelum pemilihan presiden pada November mendatang. Harga emas berjangka saat ini berada di level US$1.929,5 per ounce.
Trend Pergerakan Harga Emas
Sumber : Bareksa.com
Perundingan stimulus di kalangan para anggota parlemen AS menghadapi kemunduran pada hari Rabu ketika Presiden AS Donald Trump menyebut Partai Demokrat tidak mau membuat kompromi terkait paket bantuan.
Berita tersebut memberi tekanan bagi sentimen risiko dan mendorong penguatan dolar AS. Indeks dolar AS kembali naik 0,32 persen ke 92,898.
Goldman Sachs memperkirakan emas menuju level US$2.300 per ounce dalam jangka waktu 12 bulan dan mengatakan komoditas ini kemungkinan menuju tren pasar bullish tahun depan. Kebijakan fiskal dan moneter di pasar negara maju terus mendorong suku bunga rendah dan memacu permintaan atas aset lindung nilai inflasi, kata bank Wall Street itu.
Investor kini menunggu debat calon presiden AS terakhir antara Trump dan Joe Biden pada Kamis setempat serta rilis data klaim pengangguran mingguan.
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini adalah kinerja masa lalu dan tidak menjamin kinerja di masa mendatang. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.