Bareksa.com - Berikut sejumlah berita dan informasi terkait investasi dan ekonomi yang disarikan dari sejumlah media dan keterbukaan informasi, Selasa 11 Agustus 2020 :
Gaji ke-13
Konsumsi pada kuartal ketiga diperkirakan masih akan tumbuh negatif meski pemerintah tengah mengejar pencairan gaji ke-13 pegawai negeri sipil (PNS) dan penyaluran subsidi gaji bagi pekerja swasta dengan gaji di bawah Rp5 juta per bulan.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto menyatakan pencairan gaji ke-13 PNS maupun subsidi gaji memang dapat mengurangi tekanan perlambatan konsumsi rumah tangga. Hanya saja seperti dilansir Bisnis.com, ia melanjutkan, daya pacu langkah itu tetap bakal minim tanpa didukung dengan dengan dorongan belanja kelas menengah ke atas dengan daya beli baik dan cenderung memiliki dana simpanan yang besar.
"Tanpa itu dampak keseluruhan mungkin akan moderat. Artinya konsumsi triwulan ketiga bisa saja masih minus," ujar Eko saat dihubungi, Senin (10/8/2020).
Eko berpendapat daya beli kelompok rentan miskin dan miskin yang disasar berbagai bantuan pun tetap akan rendah. Kelompok ini cenderung lebih rasional dan menahan diri untuk mengeluarkan dana untuk konsumsi. "Mereka menahan diri untuk konsumsi lebih banyak karena kasus Covid-19 masih meningkat," kata Eko.
Ketua Satgas Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Nasional, Budi Gunadi Sadikin mengemukakan bantuan kepada kelompok pekerja diberikan karena pemerintah menyadari bahwa dampak ekonomi akibat pandemi meluas dan tak hanya membuat kelompok rentan kehilangan daya beli. Menurutnya, dampak Covid-19 juga dirasakan oleh kelompok berpenghasilan, namun pemasukannya berkurang akibat kondisi perusahaan yang terdampak pandemi.
"Ada segmen masyarakat yang unik, mereka masih bekerja dan tidak di-PHK, tapi karena kondisi perusahaan buruk mereka dirumahkan atau gajinya dipotong. Jadi kelompok ini diberi bantuan untuk melengkapi program bansos yang diberikan ke segmen yang sudah diberikan," kata Budi.
Perusahaan Digital
Sebanyak 16 perusahaan digital asing sudah siap memajaki konsumen Indonesia mulai awal Agustus dan September 2020. Nantinya, konsumen akan secara langsung dipungut pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10 persen dari nilai barang/jasa digital.
Direktur Pelayanan, Penyuluhan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Hestu Yoga Saksama mengatakan keenam perusahaan tersebut secara suka rela bersedia menjadi agen pemungut, penyetor, dan pelapor PPN. Kata Yoga, 16 perusahaan tersebut sudah siap karena pihaknya telah memberikan sosialisasi dan bimbingan secara one on one. "Tidak ada keberatan sama sekali," kata Yoga kepada Kontan.co.id, Senin (10/8).
Adapun, secara waktu enam belas perusahaan digital asing tersebut terbagi menjadi dua gelombang. Pertama, Amazon Web Service Inc., Google Asia Pasific Pte. Ltd., Google Ireland Ltd., Google LLC., Netflix Internasional B.V. dan, Spotify AB yang mulai melaksanakan kewajiban perpajakannya per 1 Agustus 2020.
Kedua, per 1 September 2020 perusahaahn digital asing yang memungut PPN antara lain Tiktok Pte., Ltd, Facebook Ireland Ltd., Facebook Payments International Ltd., Facebook Technologies International Ltd., Amazon.com Services LLC, Audible, Inc., Alexa Internet, Audible Ltd., Apple Distribution International Ltd., dan The Walt Disney Company (Southeast Asia) Pte. Ltd.
"Saat ini baru 16 itu yang sudah kita tunjuk. Kita sedang berkomunikasi dengan banyak perusahaan digital luar negeri lainnya untuk kita tunjuk di periode berikutnya," kata Yoga.
Di sisi lain, Yoga menegaskan sesuai ketentuan, apabila perusahaan digital luar negeri belum ditunjuk Ditjen Pajak, maka PPN atas pemanfaatan dari pembelian produk digital luar negeri wajib dipungut, disetor dan dilaporkan oleh konsumen sendiri. "Jadi selama belum kita tunjuk, perusahaan digital luar negeri tidak memungut PPN atas penjualannya kepada konsumen di Indonesia," terang Yoga.
Kata Yoga, tujuan pemerintah menerapkan PPN dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) untuk menciptakan level playing field dalam berusaha. Sebab, untuk PMSE dalam negeri, seperti platform marketplace dengan market cap besar, pada umumnya sudah paham dan patuh dengan kewajiban perpajakan mereka sendiri.
Artinya mereka sudah lapor surat pemberitahuan (SPT) pajak penghasilan (PPh) untuk wajib pajak (WP) Badan. Selain juga memungut PPN atas penjualan produk barang dan jasa yang diperdagangkan dalam platform digital dalam negeri.
"Untuk ke depannya, kita juga ingin berkolaborasi dengan PMSE dalam negeri untuk meningkatkan kepatuhan pajak dari pelapak atau mitra usaha yang ada di platform mereka," ujar Yoga.
Peringkat Utang Indonesia
Onny Widjanarko, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) menyampaikan Lembaga pemeringkat Fitch mempertahankan Sovereign Credit Rating Republik Indonesia pada peringkat BBB (investment grade) dengan outlook stabil pada Senin, (10/8/2020).
Menurut pandangan Fitch, beberapa faktor kunci yang mendukung afirmasi peringkat Indonesia tersebut adalah prospek pertumbuhan ekonomi jangka menengah yang baik dan beban utang pemerintah yang relatif rendah. Pada sisi lain, Fitch menggarisbawahi tantangan yang dihadapi, yaitu masih tingginya ketergantungan terhadap sumber pembiayaan eksternal, penerimaan pemerintah yang rendah, serta sisi struktural seperti indikator tata kelola dan PDB per kapita yang masih tertinggal dibandingkan negara peers.
Menanggapi keputusan Fitch tersebut, Gubernur BI, Perry Warjiyo, menyatakan, afirmasi rating Indonesia pada peringkat BBB dengan outlook stabil merupakan bentuk pengakuan Fitch, sebagai salah satu lembaga pemeringkat utama dunia, atas stabilitas makroekonomi dan prospek ekonomi jangka menengah Indonesia yang tetap terjaga di tengah pandemi Covid-19 yang menekan perekonomian global. Hal ini didukung oleh kredibilitas kebijakan dan sinergi bauran kebijakan yang kuat antara BI dan pemerintah.
"Ke depan, BI akan terus mencermati perkembangan ekonomi global dan domestik, mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta terus bersinergi dengan pemerintah untuk mempercepat proses pemulihan ekonomi nasional," kata Perry dalam keterangan tertulis BI yang dilansir Bareksa.
Ia menambahkan Indonesia telah mengambil berbagai kebijakan baik di sisi fiskal, moneter, maupun sistem keuangan secara berhati-hati dan terukur untuk mengatasi dampak Covid-19 terhadap stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Dalam kaitan ini, berbagai indikator menunjukkan bahwa stabilitas makroekonomi masih terjaga sehingga turut mendukung ketahanan ekonomi nasional.
Inflasi pada Juli 2020 tercatat 1,54 persen (year-on-year) dan diperkirakan akan berada dalam kisaran sasaran inflasi 3 persen plus minus 1 persen untuk keseluruhan 2020. Defisit transaksi berjalan triwulan II 2020 diprakirakan tetap rendah dan investasi portofolio asing kembali mencatat net inflows. Sejalan dengan itu, nilai tukar Rupiah secara point to point menguat 14,4 persen pada triwulan II 2020. Cadangan devisa pada akhir Juli 2020 meningkat menjadi US$135,1 miliar atau setara dengan pembiayaan 8,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Dalam asesmennya Fitch memperkirakan bahwa aktivitas ekonomi di Indonesia akan terkontraksi pada 2020, dipengaruhi pandemi Covid-19. Kontraksi ini merupakan dampak dari penerapan kebijakan social distancing yang memengaruhi konsumsi dan investasi, penurunan terms of trade yang bersifat temporer, dan terhentinya arus masuk wisatawan mancanegara.
Dampak dari pandemi yang cukup kuat dan menyeluruh terhadap aktivitas ekonomi ini tercermin pada kontraksi sebesar 5,3 persen pada triwulan II-2020. Namun, Fitch memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan kembali meningkat menjadi 6,6 persen pada 2021. Momentum pertumbuhan ekonomi diperkirakan berlanjut pada 2022, yaitu tumbuh 5,5 persen, antara lain didukung oleh fokus pemerintah pada pembangunan infrastruktur.
Lebih lanjut, Fitch menyatakan bahwa pemerintah telah merespons pandemi Covid-19 dengan cepat melalui berbagai kebijakan untuk mendukung sektor rumah tangga dan korporasi, termasuk Usaha Kecil dan Menengah (UMK). Secara keseluruhan, jumlah dukungan pemerintah untuk mengatasi pandemi mencapai Rp695 triliun (4,4 persen dari PDB), mencakup bantuan langsung tunai, penyediaan kebutuhan pokok, penyediaan jaminan, dan insentif perpajakan. Pemerintah juga menempuh sejumlah langkah terobosan yang bersifat sementara, termasuk penundaan ketentuan batas atas defisit fiskal sebesar 3 persen dari PDB selama tiga tahun serta kebijakan pembiayaan defisit secara langsung oleh bank sentral.
Dalam pandangan Fitch, kebijakan fiskal yang berhati-hati dalam beberapa tahun terakhir telah memberikan ruang bagi berbagai kebijakan yang ditempuh Pemerintah untuk mengatasi dampak pandemi Covid-19. Mengacu pada defisit fiskal selama satu dekade terakhir yang selalu berada di bawah 3 persen dari PDB, Fitch meyakini Pemerintah akan memenuhi komitmennya untuk membawa defisit fiskal kembali di bawah 3 persen dari PDB pada 2023. Fitch memperkirakan defisit fiskal pada 2020 akan meningkat menjadi sekitar 6 persen pada 2020 dari 2,2 persen pada 2019 dipengaruhi oleh belanja pemerintah yang lebih tinggi di tengah penerimaan yang lebih rendah akibat perlambatan ekonomi. Selanjutnya, defisit fiskal akan terus menurun menjadi 5 persen dan 3,5 persen masing-masing pada 2021 dan 2022, sejalan dengan berkurangnya pengeluaran terkait pandemi.
Mengenai kesepakatan “burden sharing” antara BI dan Pemerintah dalam membiayai pengeluaran negara terkait Covid-19, Fitch memandang kesepakatan ini akan membantu mengurangi beban bunga yang ditanggung pemerintah. Fitch memperkirakan kesepakatan ini tidak akan memberikan tekanan inflasi pada tahun 2020 seiring permintaan yang masih lemah. Kebijakan moneter di Indonesia selama beberapa tahun terakhir yang dinilai kredibel memberikan keyakinan kepada Fitch bahwa kesepakatan “burden sharing” ini akan bersifat temporer (one-off).
Fitch mencatat bahwa BI telah menyediakan likuiditas bagi sistem perbankan sebagai respon atas terjadinya pandemi disertai dengan penurunan suku bunga kebijakan sebesar 100 bps sejak Februari 2020 menjadi 4 persen. Selain kondisi likuiditas yang memadai, Fitch menilai kondisi permodalan sektor perbankan, sebagaimana tercermin pada capital-adequacy ratio, juga masih kuat, yaitu 22,1 persen pada Mei 2020.
Secara khusus, Fitch menyoroti upaya pemerintah untuk terus mendorong reformasi struktural. Dalam pandangan Fitch, dalam jangka menengah, berbagai upaya reformasi yang ditempuh Pemerintah berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi dan menarik investasi langsung asing.
Fitch sebelumnya mempertahankan Sovereign Credit Rating Indonesia pada BBB dengan outlook Stabil pada 24 Januari 2020.
OJK
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan kondisi terkini perihal kasus yang sedang dalam penanganan, yakni suspensi 24 produk reksadana PT Kresna Asset Management. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen mengatakan suspensi 24 produk reksadana milik PT Kresna Asset Management (KAM), hal tersebut merupakan bagian pembinaan dan pengawasan yang dilakukan OJK.
"Saya tidak bicara individual, ini bagian pembinaan dan pengawasan yang dilakukan OJK terkait dengan aspek-aspek di dalam market conduct. Ini yang memang kita belum bisa sharing hari ini terkait yang dilakukan," paparnya, Senin (10/8/2020).
OJK, sambungnya seperti dilansir Bisnis.com, saat ini masih memperdalam soal suspensi produk reksadana Kresna AM, dan juga pelbagai kasus reksa dana lainnya. Hoesen menambahkan perlindungan investor selalu menjadi fokus utama otoritas apalagi sejak terjadi praktik-praktik yang menyebabkan kerugian besar di industri pasar modal belakangan ini.
"Ke depan, kalau memungkinkan, kami juga akan bekerjasama dengan asosiasi terkait seperti AEI dan APEI untuk mengantisipasi pelanggaran yang sudah terjadi yang selama ini menjadi perhatian," tutur Hoesen.
Hoesen menyampaikan bahwa perlindungan investor harus sama-sama dikedepankan oleh semua pihak praktisi pasar modal, tak hanya OJK dan perusahaan SRO selaku regulator. Dirinya mengimbau agar para perusahaan tercatat dan Anggota Bursa juga turun mengedepankan tata kelola yang baik dan melindungi investor dari praktik-praktik yang merugikan.
Sementara itu, PT Kresna Asset Management menegaskan tidak terdapat pelanggaran peraturan pengelolaan seiring dengan suspensi 24 produk reksa dana perseroan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dalam keterangan resminya, Manajemen Kresna AM menjelaskan bahwa produk reksadana perseroan dikelola secara profesional dan diinvestasikan pada underlying yang sesuai dengan kebijakan investasi yang terdapat pada Prospektus atau kontrak Investasi Kolektif Reksadana, terdaftar serta diawasi oleh pihak OJK.
Manajemen pun mengatakan bahwa sampai dengan sebelum 5 Agustus 2020, perseroan tidak pernah mendapat teguran ataupun menerima pemberitahuan dari OJK tentang adanya pelanggaran aturan atau ketidakpatuhan terkait dengan pengelolaan 24 produk Reksdana yang disuspensi.
Harga Emas
Harga emas turun dari rekor teringgi sepanjang masa pada penutupan perdagangan Senin (Selasa pagi waktu Jakarta). Penekan harga emas ini adalah penguatan dolar AS. Seperti dilansir Liputan6, stimulus yang dikeluarkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memberikan ruang kepada penguatan dolar AS. Namun saat ini investor masing menunggu kesepakatan anggota senat untuk stimulus lanjutan untuk membantu ekonomi AS bangkit.
Mengutip CNBC, Selasa (11/8//2020), harga emas di pasar spot turun 0,2 persen menjadi US$2.030.26 per ounce, setelah mencapai rekor tertinggi di US$2.072,50 per ounce pada hari Jumat. Sedangkan harga emas berjangka AS ditutup naik 0,6 persen menjadi US$2.039,70 per ounce.
"Ini hanyalah kemunduran alami saat tren penguatan. Orang-orang hanya melakukan aksi ambil untung karena harga emas telah bergerak naik begitu cepat dan dolar AS juga kembali menguat selama dua hari terakhir," kata Michael Matousek, kepala pedagang di Investor Global AS. Namun ia melihat, sepertinya penguatan dolar AS hanya berlaku sesaat dan kemudian harga emas bisa kembali menguat lagi.
Sebelumnya, sejumlah analis memperkirakan harga emas akan terus melaju, setelah sebelumnya tercatat US$2.100. Menurut prediksi, harga emas dapat menembus US$3.000 untuk tahun ini.
Minat investor yang sangat kuat pada logam mulia menjaga reli tetap hidup, sementara penggerak makro semuanya utuh untuk menjaga momentum kenaikan harga emas, kata para analis. Harga emas tercatat naik ke tangga tertinggi sepanjang pekan ini.
Pertama menembus US$2.000 per ons, kemudian US$2.050, sebelum mencapai rekor baru US$2.089,20 pada penutupan pekan ini. Sementara, pada momentum yang sama, emas berjangka Comex Desember diperdagangkan pada US$2.043.40, turun 1,26 persen.
Melansir dari laman Kitco, Sabtu (8/8/2020), stimulus fiskal dan moneter global telah menciptakan badai yang sempurna untuk emas. Meskipun harga mundur 2 persen pada hari Jumat, tren keseluruhan tetap bullish. "Ini sehat bagi pasar untuk menelusuri kembali dan membiarkan sedikit udara keluar dari balon," kata ahli strategi pasar senior LaSalle Futures Group Charlie Nedoss.
Emas dipandang sebagai taruhan paling pasti untuk menjaga inflasi karena bank sentral terus mencetak uang untuk mendukung ekonomi di seluruh dunia.
"Bank sentral utama bekerja untuk menjaga stabilitas dengan memberikan stimulus dan dukungan ekonomi. Artinya ada banyak likuiditas yang mencari rumah. Emas adalah satu, ekuitas adalah yang lainnya. Unsur lainnya adalah suku bunga riil yang rendah, yang menghilangkan argumen bahwa emas tidak memberikan hasil apapun karena tidak ada hasil yang dapat ditemukan dalam obligasi pemerintah," kata Analis StoneX, Rhona O'Connell.
(hm)