Bareksa.com - Sektor Jasa Keuangan (SJK) tak luput terkena dampak pandemi Covid-19. Untuk menekan dampak serta menjaga stabilitas sektor keuangan dalam negeri, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) turun tangan secara aktif berkoordinasi bersama pemerintah, serta pemangku kebijakan terkait. Koordinasi intens yang dilakukan hingga hari ini membuahkan hasil baik.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso, mengatakan pemulihan ekonomi Indonesia yang terus membaik serta penanganan penyebaran pandemi Covid 19 telah meningkatkan kepercayaan investor terhadap kondisi perekonomian Indonesia ke depan.
Wimboh menyampaikan ada pergeseran preferensi investor asing dari Surat Berharga Negara (SBN) ke pasar modal Indonesia, yang menggambarkan kepercayaan investor terhadap prospek pemulihan ekonomi Indonesia.
Kepercayaan investor terhadap pasar modal dan perekonomian Indonesia juga terlihat dari nilai penghimpunan dana yang hingga 26 Oktober 2021 mencapai Rp273,9 triliun dan 40 emiten baru yang telah melakukan penawaran umum. Jumlah ini melampaui perolehan di tahun 2020 yang sebesar Rp118,7 triliun.
Selain itu, pasar modal juga mencatat lonjakan pertumbuhan investor terutama dari kalangan milenial. Hingga 21 September 2021, tercatat investor di pasar modal Indonesia sebanyak 6,4 juta orang atau tumbuh 100,51 persen (secara tahunan/yoy).
"Karena itu, kami mengajak Anda berinvestasi di Indonesia khususnya di pasar modal dan menikmati hasil investasi yang baik," kata Wimboh dalam keterangannya beberapa waktu lalu.
Jumlah investor pasar modal menurut catatan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), telah mencapai 6,43 juta orang pada September 2021. Jumlah tersebut meningkat 65,73 persen dibandingkan akhir 2020 yang mencapai 3,88 juta orang.
Investor reksadana mendominasi jumlah investor pasar modal, yakni sebanyak 5,78 juta orang, atau meningkat 82,18 persen dari akhir 2020. Sementara investor saham mencapai 2,9 juta orang dan investor SBN mencapai 571.794 orang. Investor saham dan SBN masing-masing meningkat 71,58 persen dan 24,2 persen dari akhir 2020.
Di berbagai kesempatan, Wimboh menyampaikan pihaknya berkomitmen menjalankan amanat yang disematkan Undang-undang bagi OJK, termasuk kala pandemi maupun tantangan lainnya yang menghadang sektor jasa keuangan.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK, menyebutkan OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa Keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel; mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; serta mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.
Langkah nyata bahwa OJK turut ambil bagian dari penangganan dampak pandemi, setidaknya 18 peraturan atau kebijakan diterbitkan dalam menghadapi pandemi Covid 19.
Berikut Peraturan/Kebijakan/FAQ yang diterbitkan OJK terkait Covid-19 :
1. SEOJK Nomor 3/SEOJK.04/2020 tentang Kondisi Lain Sebagai Kondisi Pasar yang Berfluktuasi Secara Signifikan dalam Pelaksanaan Pembelian kembali Saham yang Dikeluarkan oleh Emiten atau Perusahaan Publik.
2. FAQ Restrukturisasi Kredit/Pembiayaan terkait Dampak COVID-19.
3. POJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical.
4. POJK Nomor 14 /POJK.05/2020 tentang Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 bagi Lembaga Jasa Keuangan Nonbank.
5. POJK Nomor 15/POJK.04/2020 tentang Rencana dan Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Terbuka.6. POJK Nomor 16/POJK.04/2020 tentang Pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Terbuka Secara Elektronik.
7. POJK Nomor 17/POJK.04/2020 tentang Transaksi Material dan Perubahan Kegiatan Usaha.
8. POJK Nomor 18/POJK.03/2020 tentang Perintah Tertulis untuk Penanganan Permasalahan Bank.
9. POJK Nomor 34 /POJK.03/2020 tentang Kebijakan bagi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Sebagai Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019.
10. POJK Nomor 36 /POJK.02/2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 4/POJK.04/2014 tentang Tata Cara Penagihan Sanksi Administratif Berupa Denda di Sektor Jasa Keuangan.
11. POJK Nomor 37/POJK.04/2020 Tentang Tata Cara Pengecualian Pemenuhan Prinsip Keterbukaan Bagi Emiten.
12. POJK Nomor 40 /POJK.05/2020 tentang Perintah Tertulis untuk Penanganan Permasalahan Lembaga Jasa Keuangan Nonbank.
13. POJK Nomor 48/POJK.03/2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019.
14. POJK Nomor 58/POJK.05/2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 14/POJK.05/2020 tentang Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 bagi Lembaga Jasa Keuangan Nonbank.
15. POJK Nomor 2/POJK.03/2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 34/POJK.03/2020 tentang Kebijakan bagi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Sebagai Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019.
16. POJK Nomor 7/POJK.04/2021 tentang Kebijakan dalam Menjaga Kinerja dan Stabilitas Pasar Modal Akibat Penyebaran Corona Virus Disease 2019.
17. SEOJK Nomor 19/SEOJK.04/2021 tentang Kebijakan Stimulus dan Relaksasi Ketentuan Terkait Pengelolaan Investasi dalam Menjaga Kinerja dan Stabilitas Pasar Modal Akibat Penyebaran Corona Virus Disease 2019.
18. SEOJK Nomor 20 /SEOJK.04/2021 tentang Kebijakan Stimulus dan Relaksasi Ketentuan Terkait Emiten atau Perusahaan Publik dalam Menjaga Kinerja dan Stabilitas Pasar Modal Akibat Penyebaran Corona Virus Disease 2019.
Untuk memudahkan masyarakat, peraturan/kebijakan/FAQ yang diterbitkan terkait Covid-19, setidaknya diterbitkan 36 keterangan pers. Tujuannya tak lain agar peraturan, kebijakan, dan penjelasan terkait penanganan pandemi, dapat sampai ke seluruh masyarakat
Daftar lengkap berikut salinan peraturan/kebijakan/FAQ, siaran pers hingga materi edukasi OJK terkait serta merespons pandemi Covid-19 terdapat dalam laman khusus yaitu https://www.ojk.go.id/id/berita-dan-kegiatan/Pages/informasi-covid-19.aspx yang bisa dibuka oleh siapa saja.
Di sisi lain, tahun ini genap berusia 10 tahun. Berdiri sesuai amat UU Nomor 21 Tahun 2011, OJK mulai berfungsi sejak 31 Desember 2012 yakni dengan diawali menggantikan fungsi, tugas dan wewenang pengaturan yang selama ini dilakukan oleh Kementerian Keuangan melalui Badan Pengawas Pasar Modal serta Lembaga Keuangan (Bapepam-LK).
Kemudian, mulai akhir tahun 2013, OJK mengambil alih fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan perbankan oleh Bank Indonesia (BI).Waktu berlalu. Tantangan demi tantangan dihadapi OJK dalam menjalankan fungsi, tugas dan wewenang yang dimiliki.
Wimboh menyampaikan OJK perlu menetapkan arah kebijakan ke depan yang selaras dengan dinamika Sektor Jasa Keuangan terkini. Makanya, di tengah pandemi Covid-19 yakni pada Desember 2020, OJK menerbitkan Masterplan Sektor Jasa Keuangan Indonesia 2021-2025 bertajuk Memulihkan Perekonomian Nasional serta Meningkatkan Ketahanan dan Daya Saing Sektor Jasa Keuangan.
Disampaikan, tema tersebut diangkat untuk menggambarkan arah pengembangan Sektor Jasa Keuangan serta komitmen OJK ke depan yang fokus pada pemulihan ekonomi nasional dalam rangka penanganan dampak pandemi Covid-19 serta membangun semangat untuk meningkatkan ketahanan dan mempersiapkan SJK dalam menghadapi persaingan regional maupun global.
Wimboh menyampaikan upaya pengembangan Sektor Jasa Keuangan masih dihadapkan dengan berbagai tantangan baik dari ketidakpastian ekonomi global maupun domestik. Tantangan dari global bersumber dari perlambatan pertumbuhan ekonomi, perang dagang yang masih berlanjut, gejala proteksionisme yang semakin meningkat, dan ketidakpastian pasar keuangan global.
Saat bersamaan, tantangan dari domestik bersumber dari defisit transaksi berjalan yang masih berlanjut, sumber pembiayaan ekonomi jangka panjang yang masih terbatas,ketimpangan ekonomi dan kesenjangan pendapatan, tingkat produktivitas dan daya saing yang masih rendah, belum optimalnya pembiayaan ekonomi berkelanjutan, terdapatnyagap pengaturan dan pengawasan lintas Sektor Jasa Keuangan, rendahnya literasi dan inklusi keuangan, dan disrupsi revolusi era ekonomi digital.
Menurut Wimboh, pada saat yang sama, ekspektasi pemangku kepentingan terhadap peranan Sektor Jasa Keuangan ke depannya pun meningkat dengan perekonomian Indonesia yang telah menembus tingkat kesejahteraan yang setara dengan negaranegara berpenghasilan menengah atas (upper middle income country).
Dengan latar belakang tersebut, OJK menyusun MPSJKI 2021-2025 sebagai kerangka dasar arah kebijakan strategis SJK yang diselaraskan dengan acuan utama pembangunan nasional sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Mempertimbangkan dampak pandemi Covid-19 terutama terhadap kondisi Sektor Jasa Keuangan dan perekonomian, maka dilakukan penyesuaian sehingga struktur MPSJKI terdiri dari Arah Kebijakan Sektor Jasa Keuangan Jangka Pendek (2020-2021) - Dukungan SJK terhadap Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan Kerangka Struktural 2021-2025 yang fokus pada tiga area yaitu :
(1) Penguatan Ketahanan dan Daya Saing;
(2) Pengembangan Ekosistem Jasa Keuangan; dan
(3) Akselerasi Transformasi Digital.Selain itu, MPSJKI 2021–2025 mengarus utamakan kolaborasi dan kerja sama antar pemangku kepentingan sebagai faktor penggerak utama (enabler) untuk pencapaiannya.
Direktur Avrist Asset Management, Tubagus Farash Akbar Farich, menyampaikan selama 10 tahun terakhir OJK semakin bagus. "Terutama peraturan terkait dengan Good Corporate Governance (GCG) terus diperkuat sehingga praktek-praktek di pasar modal lebih sehat," kata Farash.
Penilaian positif lainnya disampaikan Afifa, Presiden Direktur PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI). "Dalam sepuluh tahun terakhir, OJK telah melakukan berbagai upaya untuk mendukung pertumbuhan industri reksadana di Indonesia, di antaranya dengan mengadakan bulan inklusi keuangan yang saat ini tengah berlangsung, sejak 18 Oktober hingga 2 November 2021. MAMI juga turut berpartisipasi dalam kegiatan tahunan ini, yang selama dua tahun terakhir berlangsung secara online," kata Afifa.
Ia menyampaikan jumlah investor dan dana kelolaan industri reksadana mengalami pertumbuhan yang signifikan dalam 10 tahun terakhir. Hal tersebut, kata Afifa, tentunya tidak lepas dari berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh OJK.
"Jumlah investor reksadana Indonesia bertambah dengan pesat setelah OJK membuka peluang pembukaan rekening, transaksi, dan monitoring reksadana dilakukan secara fully online," kata Afifa.
Selain itu, ia melanjutkan, peraturan OJK juga membuka peluang bagi manajer investasi (MI) untuk menerbitkan reksadana syariah offshore, sehingga menarik minat masyarakat yang ingin memanfaatkan potensi imbal hasil investasi pada pasar modal negara-negara lainnya di luar Indonesia.
"OJK juga merestui hadirnya multi-share class pada reksadana, yang sangat bermanfaat dari sisi efisiensi waktu dan biaya," lanjut Afifa.
Lalu apa harapan pada OJK ke depannya? "Di tengah bertumbuhnya minat masyarakat investor Indonesia akan alternatif produk investasi yang aman sekaligus bisa memberikan potensi imbal hasil yang baik, para pelaku di industri reksadana Indonesia bersama-sama dengan regulator hendaknya semakin giat dalam melakukan edukasi ke masyarakat luas melalui berbagai channel," kata Afifa.
(Martina Priyanti/AM)