Manulife AM : Dampak Lonjakan Imbal Hasil US Treasury ke Obligasi RI dan Rupiah
Yang menarik sepanjang tahun berjalan, imbal hasil obligasi Indonesia hanya naik sedikit lebih tinggi dari US Treasury
Yang menarik sepanjang tahun berjalan, imbal hasil obligasi Indonesia hanya naik sedikit lebih tinggi dari US Treasury
Bareksa.com - Imbal hasil US Treasury sepanjang Februari 2021 melonjak tajam hingga naik di atas 1,6 persen. Kondisi itu memicu meningkatnya gejolak pasar finansial global, termasuk Indonesia.
Menurut Ezra Nazula – Director & Chief Investment Officer, Fixed Income PT Manulife Aset Manajemen Indonesia, lonjakan imbalan US Treasury utamanya akibat ekspektasi normalisasi aktivitas, pemulihan ekonomi dan kenaikan inflasi AS yang lebih tinggi dan lebih cepat dari perkiraan semula.
"Peningkatan ekspektasi inflasi otomatis tentu diikuti juga dengan ekspektasi kenaikan suku bunga The Fed, yang pada akhirnya memicu lonjakan kenaikan imbal hasil US Treasury di bulan Februari," ungkap Ezra dalam laporan Seeking Alpha edisi Maret yang dipublikasi Jumat (12/3/2021).
Promo Terbaru di Bareksa
Apakah lonjakan US Treasury bersifat sementara? Bagaimana dampaknya terhadap pasar obligasi Indonesia dan rupiah? Berikut penjelasan Ezra yang dikutip dikutip dari laporan Seeking Alpha :
Lonjakan tajam imbal hasil US Treasury di bulan Februari yang sempat naik di atas 1,6 persen memicu peningkatan volatilitas pasar finansial global. Apa penyebabnya?
Seiring dengan ekspektasi pemulihan ekonomi tahun 2021 ini, imbal hasil US Treasury memang diprediksi akan mengalami kenaikan, namun memang besaran kenaikan yang terjadi saat ini cenderung terlalu cepat. Jika kita coba urai penyebabnya, kenaikan imbal hasil US Treasury ini mendapatkan dorongan besar dari kemenangan Partai Demokrat pada pemilu senat negara bagian Georgia yang mempermudah jalan bagi Presiden Joe Biden untuk menambah dukungan stimulus fiskal guna membantu pemulihan ekonomi di Amerika Serikat.
Gabungan dari paket stimulus baru yang diajukan oleh Presiden Joe Biden senilai US$1,9 triliun dan vaksinasi yang berjalan lancar dan semakin terakselerasi di Amerika Serikat – dalam satu bulan sudah mencapai 67 juta dosis vaksin untuk 50 juta orang – mendorong ekspektasi normalisasi aktivitas, pemulihan ekonomi dan kenaikan inflasi yang lebih tinggi dan cepat dari perkiraan semula.
Peningkatan ekspektasi inflasi otomatis tentu diikuti juga dengan ekspektasi kenaikan suku bunga The Fed, yang pada akhirnya memicu lonjakan kenaikan imbal hasil US Treasury di bulan Februari.
Apa respons The Fed atas lonjakan imbal hasil US Treasury ini?
Ketua Federal Reserve, Jerome Powell, berusaha meredam kekhawatiran pasar tentang peningkatan ekspektasi inflasi. Dalam berbagai kesempatan Powell berulang kali mengatakan Bank Sentral AS masih belum akan mengurangi dukungannya terhadap ekonomi yakni mempertahankan suku bunga pada level rendah dan melanjutkan program pembelian aset (QE) yang saat ini senilai US$120 miliar per bulan dan memperkirakan tren inflasi rendah masih akan berlanjut bahkan mungkin dibutuhkan waktu hingga tiga tahun untuk mencapai target inflasi secara konsisten.
The Fed mengindikasikan pemulihan ekonomi mengalami moderasi khususnya pada sektor yang paling terdampak pandemi sehingga kenaikan suku bunga dan pengurangan QE masih belum berada dalam radar The Fed.
Apakah dapat disimpulkan lonjakan imbal hasil US Treasury ini lebih seperti reaksi seketika yang bersifat sementara?
Betul, sejauh ini kami menilai kenaikan imbal hasil US Treasury mestinya lebih bersifat sementara. Walaupun secara keseluruhan inflasi AS untuk tahun ini diperkirakan naik, namun karena sektor tenaga kerja Amerika Serikat – yang memiliki kontribusi besar terhadap ekonomi AS masih belum pulih, maka sulit membuat angka inflasi naik secara berkesinambungan.
Saat ini tingkat pengangguran masih tinggi di level 6,3 persen dan jika memperhitungkan ‘shadow unemployment’ (angkatan kerja yang sudah tidak mencari kerja), tingkat pengangguran bahkan lebih tinggi lagi.
Kondisi ini mestinya tidak menyebabkan kenaikan yang terlalu cepat pada imbal hasil US Treasury. Kenaikan yang bertahap akan menjadi lebih konstruktif bagi pasar finansial. Tentu akan menjadi pilihan yang lebih bijak bagi investor untuk tidak mendahului bank sentral dalam mengantisipasi pengetatan moneter.
Bagaimana dampaknya terhadap pasar obligasi Indonesia?
Sebagai safe-haven asset, kenaikan imbal hasil US Treasury akan cenderung diikuti oleh kenaikan imbal hasil obligasi dunia, termasuk Indonesia. Inilah yang menjadi alasan utama penyebab koreksi atau kenaikan imbal hasil obligasi Indonesia baru-baru ini. Yang menarik adalah sepanjang tahun berjalan, imbal hasil obligasi Indonesia hanya mengalami peningkatan sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan imbal hasil US Treasury.
Berbeda misalnya dengan tahun 2013, ketika imbal hasil US Treasury naik pesat, imbal hasil obligasi Indonesia pada saat itu naik berlipat ganda. Kondisi ini sesungguhnya mencerminkan perbaikan fundamental Indonesia yang lebih dihargai oleh investor asing, dimana ekonomi Indonesia masih baik dan masih dalam jalur menuju pemulihan.
Terlebih lagi kita melihat kenaikan US Treasury lebih dikaitkan sebagai refleksi perbaikan ekspektasi pemulihan ekonomi dan The Fed menekankan bahwa sinyal awal kenaikan inflasi tidak serta merta mendorong Fed mengubah kebijakan moneternya. Hal ini mestinya menjadi hal yang positif bagi negara berkembang, seperti Indonesia. Stabilitas pada US Treasury dan sentimen global yang lebih kondusif diperkirakan dapat mendorong penguatan pasar obligasi Indonesia.
Bagaimana peluang nilai tukar rupiah?
Lonjakan pada imbal hasil US Treasury memiliki dampak pada nilai tukar negara berkembang karena kondisi ini mendorong penguatan pada USD dan negara berkembang yang memiliki ketergantungan pada pembiayaan eksternal – seperti Indonesia – kondisinya menjadi lebih rentan.
Namun jika dibandingkan dengan beberapa periode sebelumnya, indikator makro ekonomi Indonesia saat ini menunjukkan kesiapan yang jauh lebih baik dalam menghadapi volatilitas nilai tukar, seperti :
- Defisit neraca berjalan yang jauh mengecil -0,5 persen terhadap PDB di tahun 2020.
- Credit default swap yang terus menurun.
- Cadangan devisa yang terus naik – mencapai rekor tertinggi di bulan Februari jadi US$139 miliar – setara dengan pembiayaan 10 bulan impor.
Kondisi ini meningkatkan kapasitas Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas rupiah, ditambah dengan meningkatnya utang AS melalui penerbitan US Treasury juga akan meredakan penguatan dolar AS.
Peluang masuknya dana portofolio asing ke pasar finansial Indonesia dapat mendorong kembali apresiasi rupiah.
Apa strategi investasi yang Anda terapkan guna menghasilkan alpha di tengah kondisi saat ini?
Kami menilai bahwa imbal hasil obligasi pemerintah denominasi rupiah tenor 10 tahun yang berada di atas level 6,5 persen sebagai entry level yang menarik, mengingat inflasi rendah, suku bunga riil salah satu tertinggi di dunia, likuiditas domestik yang melimpah dan potensi meningkatnya arus dana asing mengingat kepemilikannya yang sudah rendah.
- Portofolio obligasi dalam denominasi rupiah kami jaga pada durasi tactical overweight – baik bagi portofolio dengan durasi pendek ataupun menengah – memanfaatkan kebijakan akomodatif Bank Indonesia dan potensi meningkatnya arus asing mengingat kepemilikan yang sudah rendah.
- Portofolio obligasi dalam denominasi dolar kami jaga pada durasi tactical overweight memanfaatkan kebijakan The Fed yang masih akomodatif dan yield US Treasury yang sudah mencapai target akhir tahun 2021.
Duration management dan yield enhancement diharapkan untuk menjadi penopang kinerja portofolio di tahun ini. Selain itu kami juga terus mencermati likuiditas dan volatilitas untuk memastikan pengelolaan investasi akan memberikan hasil optimal dengan risiko yang terkendali.
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini adalah kinerja masa lalu dan tidak menjamin kinerja di masa mendatang. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.382,96 | 0,58% | 4,31% | 7,57% | 8,73% | 19,20% | - |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.094,08 | 0,44% | 4,48% | 7,05% | 7,51% | 2,61% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.079,18 | 0,60% | 3,97% | 7,04% | 7,74% | - | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.844,13 | 0,53% | 3,89% | 6,64% | 7,38% | 16,99% | 40,43% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.269,81 | 0,81% | 3,87% | 6,51% | 7,19% | 20,23% | 35,64% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.