Bareksa.com - Keputusan Bank Indonesia untuk memangkas suku bunga acuan BI 7 days Reverse Repo Rate 25 basis poin (bps) ke level 3,5 persen pada Kamis (19/2/2021), jika diibaratkan seperti pisau bermata dua bagi industri reksadana. Sebab tidak semua reksadana akan diuntungan dengan keputusan tersebut.
Sekadar informasi, keputusan kemarin merupakan penurunan pertama di tahun 2021 setelah sebelumnya juga dipangkas 125 bps (1,25 persen) sepanjang tahun 2020. BI 7 day Reverse Repo Rate kini berada di di posisi terendah sejak diperkenalkan pada Agustus 2016 menggantikan BI Rate.
Secara umum, Kita ketahui bersama bahwa penurunan suku bunga biasanya akan membawa angin segar untuk pasar saham dan obligasi. Namun tidak bagi pasar uang (deposito).
Bagi pasar saham, penurunan suku bunga diprediksiakan diikuti dengan penurunan suku bunga kredit, sehingga membuat perusahaan memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendanaan dengan biaya yang lebih rendah, yang kemudian bisa mendorong laba bersih lebih besar, dan pada akhirnya akan mendorong kenaikan harga sahamnya.
Kenaikan harga-harga saham tentu akan membuat kinerja reksadana saham yang 80 persen portofolionya berisikan aset tersebut ikut mengalami pertumbuhan nilai.
Adapun bagi pasar obligasi, secara teori penurunan suku bunga acuan biasanya memang akan menguntungkan instrumen berpendapatan tetap seperti Surat Berharga Negara (SBN), termasuk reksadana pendapatan tetap yang memang kebijakan investasinya mayoritas di instrumen surat utang (obligasi).
Sebagai informasi, harga obligasi berbanding terbalik dengan suku bunga. Ketika suku bunga turun, maka harga obligasi cenderung naik. Begitupun sebaliknya, ketika suku bunga naik, maka harga obligasi cenderung turun.
Begitupun ketika harga obligasi naik, maka kinerja reksadana pendapatan tetap yang menjadikan 80 persen minimal portofolio investasinya berisi obligasi, maka hal tersebut akan mengerek nilai aktiva bersihnya.
Di sisi lain, pemangkasan suku bunga acuan BI 7 day Reverse Repo Rate juga dapat membatasi pergerakan kinerja reksadana pasar uang, karena akan membuat suku bunga deposito menurun dan membuat imbal hasil reksadana pasar uang menjadi semakin kecil.
Hal ini dikarenakan portofolio reksadana pasar uang yang 100 persen isinya merupakan produk pasar uang seperti deposito, sehingga penurunan suku bunga deposito akan membuat imbal hasil reksadana pasar uang bisa terkikis.
Meski begitu, reksadana pasar uang tetap bisa menjadi pilihan yang tepat bagi investor untuk menjaga likuiditas jangka pendek jika ada keperluan mendesak dalam waktu dekat.
Karena itu, bagi investor yang ingin mendapatkan imbal hasil optimal dalam kondisi ekonomi dan pasar saham yang mulai bangkit, dapat mempertimbangkan untuk meningkatkan profil risikonya dengan menambah porsi pada reksadana saham seiring dengan ekspektasi pemulihan ekonomi pada tahun ini.
Potensi pertumbuhan ekonomi maupun pasar saham ini didukung oleh berbagai faktor internal dan eksternal. Faktor internal tentunya terkait dengan proses distribusi vaksinasi yang berjalan lancar sehingga diharapkan perekonomian akan segera pulih.
Kemudian dari sisi global, likuiditas di dunia yang masih akan melimpah akibat kebijakan-kebijakan akomodatif oleh developed countriesseperti suku bunga rendah, quantitative easing, dan stimulus fiskal yang masih akan berlanjut di tahun initentu diharapkan juga akan mendorong capital inflow ke negara berkembang, termasuk Indonesia.
Sementara itu, investor bisa mengurangi porsi reksadana pasar uang yang ruang penguatannya sudah sangat terbatas karena tingkat suku bunga yang sangat rendah. Namun, investor tetap dianjurkan menjaga tingkat likuiditasnya dengan reksadana ini jika suatu waktu ada kebutuhan yang mendesak.
Apapun jenis reksadana yang dipilih, pastikan disesuaikan dengan profil risiko kamu ya!
(KA01/Arief Budiman/AM)
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini adalah kinerja masa lalu dan tidak menjamin kinerja di masa mendatang. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.