Berita Hari Ini : Investor Makin Yakin di SBN, Efek Terbesar Portofolio Reksadana
Imbas IKK di saham barang konsumsi, ADB beri pinjaman US$500 juta untuk inklusi keuangan, inflasi diprediksi naik tahun depan
Imbas IKK di saham barang konsumsi, ADB beri pinjaman US$500 juta untuk inklusi keuangan, inflasi diprediksi naik tahun depan
Bareksa.com - Berikut adalah perkembangan penting di isu ekonomi, pasar modal dan aksi korporasi, yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Kamis, 10 Desember 2020 :
Reksadana
Efek bersifat ekuitas atau saham, obligasi negara, dan obligasi korporasi menjadi aset dasar (underlying asset) yang paling banyak digunakan dalam produk reksadana pada November 2020. Dilansir Bisnis.com (9/12), berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per akhir November 2020, saham menempati porsi terbanyak dalam komposisi efek reksadana yakni sekitar 28,61 persen dengan total nilai aset Rp155,63 triliun.
Diikuti oleh obligasi negara atau Surat Utang Negara (SUN) di posisi kedua dengan porsi 22,95 persen (Rp124,86 triliun) dan obligasi korporasi di posisi ketiga dengan porsi 18,49 persen (Rp100,61 triliun). Selanjutnya berturut-turut deposito berjangka 14,31 persen, surat berharga negara syariah (SBSN) 10,89 persen, sukuk 2,32 persem, medium term notes (MTN) 1,45 persen, cash 0,78 persen, efek berangun aset (EBA) 0,12 persen, warrant 0,06 persen, dan rights 0,00 persen.
Promo Terbaru di Bareksa
Sementara itu dari sisi kinerja sepanjang tahun berjalan, reksadana berbasis obligasi alias reksa dana pendapatan tetap masih memimpin. Sebaliknya, reksadana berbasis aset saham belum dapat membalikan kinerjanya ke zona positif.
Berdasarkan data Infovesta Utama per akhir November 2020, kinerja indeks reksadana saham secara year to date tercatat -12,35 persen, sedangkan reksadana campuran -3,46 persen. Adapun dalam periode yang sama kinerja reksadana pendapatan menjadi yang paling moncer dengan imbal hasil 8,93 persen, diikuti reksadana pasar uang dengan return 4,36 persen.
Sukuk
Hasil lelang sukuk negara kemarin semakin mengokohkan keyakinan investor terhadap kondisi pasar Surat Berharga Negara (SBN) Indonesia. Head of Fixed Income Research BNI Sekuritas, Ariawan mengatakan hasil lelang kali ini dipengaruhi oleh meredanya tekanan dari eksternal seiring dengan sejumlah katalis positif seperti vaksin virus corona.
Hal tersebut juga ditambah dengan kejelasan paket stimulus fiskal dari Amerika Serikat. Prospek kemunculan paket stimulus ini, ditambah dengan paket bantuan lain dari bank sentral di dunia akan semakin meningkatkan tingkat likuiditas investor.
Kenaikan likuiditas akan membuat para investor mencari instrumen-instrumen investasi yang dapat mendatangkan return optimal. Sehingga, aliran dana ke pasar emerging market, seperti obligasi Indonesia, kian deras.Selain itu, Ariawan mengatakan, keyakinan investor terhadap pasar surat berharga Indonesia semakin besar.
Hal tersebut terlihat dari dari jumlah penawaran sukuk PBS028 yang mencapai Rp15 triliun."Keyakinan investor juga dapat dilihat dari hasil lelang sukuk negara yang terus menunjukkan tren kenaikan dalam 4 sesi lelang terakhir," katanya saat dihubungi Bisnis.
Lebih lanjut, tingkat imbal hasil (yield) yang ditawarkan dari lelang sukuk cenderung juga semakin menarik dibandingkan surat utang negara (SUN) konvensional. Hal tersebut kian menambah keyakinan investor asing untuk masuk ke pasar obligasi Indonesia melalui lelang Sukuk Negara. Di sisi lain, Ariawan mengatakan hasil lelang hari ini juga ditopang oleh sektor perbankan.
Ia menjelaskan, saat ini fungsi penyaluran kredit yang biasanya dilakukan bank belum berjalan optimal seiring dengan pandemi virus corona. "Sehingga, likuiditas mereka masih cukup besar dan membutuhkan instrumen yang aman untuk menaruh dananya," katanya.
Sebelumnya, lelang surat berharga syariah negara atau sukuk negara pada hari ini menghasilkan penawaran masuk senilai Rp27,76 triliun. Hasil lelang menunjukkan penawaran terbanyak masuk untuk seri PBS028 yang jatuh tempo 15 Oktober 2046 dengan total Rp15,98 triliun. Dari penawaran yang masuk, yield atau imbal hasil rerata tertimbang yang dimenangkan 7,13 persen dengan jumlah nominal dimenangkan Rp2,9 triliun.
Seri selanjutnya yang paling diincar oleh investor yakni PBS017 yang jatuh tempo 15 Oktober 2025 dengan total penawaran masuk Rp6,7 triliun. Yield rerata tertimbang yang dimenangkan 5,28 persen dengan jumlah nominal yang dimenangkan Rp1,35 triliun. Adapun, total nominal yang dimenangkan dari kelima seri yang ditawarkan senilai Rp6,14 triliun. Lelang sukuk Selasa kemarin merupakan yang terakhir untuk tahun 2020.
IKK
Survei Bank Indonesia (BI) mencatat Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) November 2020 meningkat menjadi 92. Pada bulan sebelumnya, indeks tersebut berada di angka 79. Perbaikan ini seperti dilansir Kontan.co.id, menandakan keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi Indonesia membaik. Indeks ini terbentuk dari Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) dan Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) yang kompak mengalami peningkatan. IEK terpantau bertumbuh menjadi i 123,9 dari 106,6 sebelumnya.
Sementara itu, IKE juga naik menjadi 60,1 dari 51,5 sebelumnya. Kendati membaik, IKE masih berada di area kontraksi karena di bawah level 100. Kepala Riset NH Korindo Sekuritas Indonesia Anggaraksa Arismunandar mengungkapkan perbaikan IKK bulan November memang menjadi sentimen positif. Akan tetapi, imbas dari pertumbuhan IKK tersebut terlihat minim terhadap saham-saham barang konsumen. "Pada periode akhir tahun ini banyak katalis yang lebih dominan seperti fenomena window dressing dan progres vaksin Covid-19," jelasnya ketika dihubungi Kontan.co.id.
Ia mengamati, saham-saham barang konsumen sebenarnya cenderung bertahan di tengah IHSG yang bulllish. Sebab, investor lebih fokus terhadap saham-saham cyclical seperti pertambangan maupun properti. Karena itu saham-saham barang konsumen cenderung terlihat kurang atraktif dan menjadi laggard.
ADB
Asian Development Bank (ADB) menyampaikan telah menyetujui pinjaman berbasis kebijakan senilai US$500 juta untuk menunjang upaya pemerintah Indonesia dalam memperluas akses keuangan bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta kelompok marjinal seperti perempuan dan kaum muda. ADB menyebutkan Program Promosi Inklusi Keuangan Inovatif akan membantu pemerintah menyasar dan memantau inklusi keuangan secara lebih baik, meningkatkan infrastruktur pembayaran, serta memperkuat kerangka regulasi bagi layanan keuangan digital, privasi data, perlindungan konsumen, dan literasi keuangan.
Program ini akan membantu membangun sektor layanan keuangan yang lebih inklusif, yang akan mengurangi kemiskinan dan ketimpangan, serta menunjang pembangunan berkelanjutan jangka panjang Indonesia.Poornima Jayawardana, Spesialis Sektor Keuangan ADB untuk Asia Tenggara mengatakan dukungan reformasi dari program ini memungkinkan kebijakan dan teknologi yang mendorong inovasi dan menambah inklusi keuangan dengan membuka akses ke produk dan layanan keuangan formal, meningkatkan kualitas layanan tersebut, serta menjangkau populasi yang lebih luas dan belum sepenuhnya terlayani.
"Inklusi keuangan akan berperan penting dalam pemulihan Indonesia dari pandemi penyakit virus korona (Covid-19). Akses yang lebih setara dan efisien ke produk dan layanan keuangan dapat memitigasi dampak ekonomi dan sosial dari pandemi, membangun kembali penghidupan, dan bersiap menghadapi guncangan ekonomi di masa mendatang,” lanjut Jayawardana.
Berdasarkan survei Nasional Inklusi Keuangan yang diadakan oleh Dewan Nasional Keuangan Inklusif menunjukkan, persentase orang dewasa di Indonesia yang memiliki rekening bank meningkat dari 35 persen pada 2016 menjadi 56 persen pada 2018. Meski mengalami kemajuan, Indonesia masih tertinggal jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand.
Inflasi
Bank indonesia (BI) optimistis inflasi pada 2021 akan kembali ke kisaran sasaran 2-4 persen, setelah inflasi pada tahun 2020 diperkirakan akan lebih kecil dari 2 persen. Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah pun mengatakan kalau dirinya sependapat dengan bank sentral.
"Saya perkirakan inflasi akan berada di kisaran target sasaran. Kecenderungannya, akan berkisar antara 3 persen sampai 4 persen," ujar Piter dilansir Kontan.co.id.
Akan tetapi, Piter melihat kalau inflasi di tahun depan baru akan naik di semester II 2021. Hal ini dengan asumsi, kalau pandemi Covid-19 baru sudah akan berakhir di paruh kedua tahun depan, sehingga konsumsi rumah tangga juga tumbuh tinggi.
Jadi, di semester I 2021, Piter masih melihat kalau inflasi masih rendah karena permintaan juga masih rendah sehingga tekanan inflasi masih belum akan terasa. “Perkiraan, pandemi masih berjangkit di semester I-2021 sehingga konsumsi masih belum sepenuhnya normal,” tambahnya.
Piter memberi catatan kalau perkiraan inflasinya ini dibarengi dengan asumsi tidak ada kenaikan harga administered prices atau harga yang diatur oleh pemerintah. "Seperti tiba-tiba ada kenaikan BBM, gas bersubsidi, dan juga tidak adan kenaikan harga tarif dasar listrik," tandasnya.
(Martina Priyanti/AM)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.382,96 | 0,58% | 4,31% | 7,57% | 8,73% | 19,20% | - |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.094,08 | 0,44% | 4,48% | 7,05% | 7,51% | 2,61% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.079,18 | 0,60% | 3,97% | 7,04% | 7,74% | - | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.844,13 | 0,53% | 3,89% | 6,64% | 7,38% | 16,99% | 40,43% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.269,81 | 0,81% | 3,87% | 6,51% | 7,19% | 20,23% | 35,64% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.