Bareksa.com - Bank Indonesia (BI) menilai kontraksi perekonomian global berlanjut, sementara pertumbuhan ekonomi Indonesia diprakirakan menurun, meskipun perkembangan terkini menunjukkan tekanan mulai berkurang.
Menghadapi perkembangan tersebut, BI menempuh respons bauran kebijakan untuk memitigasi risiko dampak COVID-19 terhadap perekonomian, serta bersinergi erat mengambil langkah-langkah kebijakan lanjutan yang diperlukan secara terkoordinasi dengan pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta pemulihan ekonomi nasional.
Demikian intisari Tinjauan Kebijakan Moneter Juni 2020 yang diterbitkan BI untuk menyampaikan hasil evaluasi atas perkembangan ekonomi terkini dan kondisi moneter, serta keputusan respons kebijakan moneter yang ditempuh BI, seperti yang disampaikan dalam laman resmi BI.
BI seperti disampaikan Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Onny Widjanarko menyampaikan kontraksi perekonomian global berlanjut. "Sementara ketidakpastian pasar keuangan global menurun seiring penyebaran Covid-19 yang melandai," sebut BI.
Menurut BI, pembatasan aktivitas ekonomi sebagai langkah penanganan Covid-19 berisiko menurunkan pertumbuhan ekonomi global 2020 lebih besar dari prakiraan awal. Namun, kontraksi volume perdagangan dunia dan penurunan harga komoditas tidak sedalam prakiraan sebelumnya. Respons kebijakan dan relaksasi pembatasan kegiatan ekonomi mulai mendorong kegiatan ekonomi di beberapa negara.
"Seiring dengan itu, risiko ketidakpastian global menurun, dan mendorong aliran modal ke negara berkembang serta mengurangi tekanan nilai tukarnya, termasuk Indonesia," BI menilai.
Sementara itu pada triwulan II 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia diprakirakan menurun meskipun tekanan mulai berkurang. Ekspor menurun sejalan dengan kontraksi perekonomian global, sementara konsumsi rumah tangga dan investasi menurun sejalan dengan dampak kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
BI memprakirakan proses pemulihan ekonomi mulai menguat pada triwulan III 2020 sejalan relaksasi PSBB sejak pertengahan Juni 2020 serta stimulus kebijakan yang ditempuh. Perkembangan tersebut disertai dengan ketahanan eksternal perekonomian yang tetap baik, inflasi yang rendah, serta stabilitas sistem keuangan dan kelancaran sistem pembayaran yang tetap terjaga. "Namun, risiko pandemi Covid-19 tetap perlu terus dicermati," BI mengingatkan.
Ke depan, Onny melanjutkan BI memprakirakan perekonomian yang menurun pada 2020 akan kembali membaik pada 2021. Pertumbuhan ekonomi diprakirakan menurun pada kisaran 0,9 persen-1,9 persen pada 2020 dan kembali meningkat pada kisaran 5 persen-6 persen pada 2021.
Pertumbuhan tersebut, disertai dengan inflasi yang terjaga dalam sasarannya 3 persen plus minus 1 persen. Sementara itu, defisit transaksi berjalan diprakirakan sekitar 1,5 persen PDB pada 2020 dan di bawah 2,5 persen-3 persen PDB pada 2021.
Suku Bunga
"BI tetap melihat ruang penurunan suku bunga seiring rendahnya tekanan inflasi, terjaganya stabilitas eksternal, dan perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi," kata Onny.
Terkait itu, dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) 17-18 Juni 2020, BI memutuskan untuk menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 4,25 persen, melanjutkan kebijkakan stabilisasi nilai tukar Rupiah dan pelonggaran likuiditas (quantitative easing), serta memberikan jasa giro kepada bank sebesar 1,5 persen per tahun.
(AM)