BeritaArrow iconBerita Ekonomi TerkiniArrow iconArtikel

Berita Hari Ini : Skenario LPS Hadapi Dampak Corona, Rupiah Masih Undervalued

Bareksa07 April 2020
Tags:
Berita Hari Ini : Skenario LPS Hadapi Dampak Corona, Rupiah Masih Undervalued
Sejumlah nasabah antre di Bank Mandiri Pekalongan, Jawa Tengah, Selasa (24/3/2020). Sejumlah perbankan di Kota Pekalongan menerapkan kebijakan pengaturan jarak atau 'social distancing' di ruang tunggu untuk mencegah penyebaran wabah virus Corona (COVID-19). (ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra/aww)

Dua bank siap tunda cicilan KPR, Ini rincian APBN Perubahan 2020, 46 MI diperiksa Kejagung terkait Jiwasraya

Bareksa.com - Berikut adalah intisari perkembangan penting di isu ekonomi, pasar modal dan aksi korporasi, yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Selasa, 07 April 2020 :

Bank Indonesia (BI)

Bank Indonesia (BI) menyampaikan, dampak pandemi covid-19 pada sektor keuangan mengalami kepanikan di pasar keuangan global. Menyebabkan posisi level rupiah saat ini tidak dalam posisi fundamentalnya.

Promo Terbaru di Bareksa

Seperti diketahui, pada Senin (6/4/2020), rupiah membuka perdagangan dengan stagnasi di Rp16.400 per dolar Amerika Serikat (AS). Tetapi tidak lama rupiah langsung melemah 0,3 persen ke Rp16.450 per dolar AS. Depresiasi rupiah semakin dalam hingga 0,91 persen yang menjadikannya mata uang dengan kinerja terburuk.

Tetapi Mata Uang Garuda berhasil bangkit menjelang penutupan pasar, hingga mengakhiri perdagangan di level Rp16.380 per dolar AS di pasar spot, melansir data Refinitiv.

"Nilai tukar rupiah dewasa ini memadai dan secara fundamental undervalued," kata Gubernur BI Perry Warjiyo saat melakukan rapat dengan Komisi XI, Senin (6/4/2020).

BI menjamin, pihaknya akan terus berupaya dalam menjaga stabilisasi nilai tukar rupiah terhadap dolar. Pihaknya akan mengintensifkan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar rupiah agar stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan tetap terjaga dan kondusif bagi perekonomian.

Perry juga berkomitmen, BI akan terus berada di pasar guna melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah melalui intervensi di pasar spot, Domestic Non Deliverable Forward (DNDF), maupun pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder, khususnya pada periode capital outflows.

"Ke depan rupiah diperkirakan akan stabil dan cenderung menguat ke arah Rp15.000 per dolar AS pada akhir 2020," jelas Perry. BI juga mengklaim, jumlah cadangan devisa saat ini lebih dari cukup untuk kebutuhan impor, pembayaran utang pemerintah dan stabilisasi rupiah.

Dalam hal diperlukan sebagai second line of defence, lanjut Perry, BI mempunyai kerja sama bilateral swap dengan berbagai bank sentral, China, Jepang, Korea Selatan, dan Singapura.

"China kurang lebih setara US$30 miliar, Jepang setara US$22,76 miliar, Korea Selatan US$10 miliar, dan Singapura juga setara dengan US$10 miliar," kata Perry menjelaskan.

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengatakan di tengah pandemi covid-19, pihaknya berjanji akan terus menjamin dana simpanan perbankan simpanan dan non-simpanan secara penuh apabila situasi ekonomi semakin memburuk.

Ketua Dewan Komisioner LPS, Halim Alamsyah mengatakan per 29 Februari 2020, LPS hanya bisa menjamin Simpanan Bank Umum dengan simpanan yang nominalnya di bawah Rp2 miliar atau dengan cakupan 43,5 persen atau dengan total rekening sebanyak 304 juta rekening.

"Tingkat kepercayaan masyarakat saat ini masih tinggi tercermin dari penjaminan 99,91 persen. Namun dari sisi nilai, LPS hanya bisa menjamin 43,5 persen. Jadi masih ada dana besar yang kita tidak bisa menjamin [56,5 persen atau 283.336 rekening]," jelas Halim saat melakukan rapat dengan Komisi XI, Senin (6/4/2020).

Kendati demikian, apabila kemudian terjadi hal buruk, atau terdapat penarikan dana bank yang tidak normal, LPS mempunyai kewenangan dan dapat mengusulkan kepada pemerintah, misalnya dengan menaikkan nilai jaminan simpanan.

Selain itu, melalui Perppu nomor 1 tahun 2020 yang baru saja diterbitkan, lanjut Halim, LPS bahkan diberikan kewenangan untuk melakukan langkah ekstrem, termasuk penjaminan secara penuh. Bukan hanya dalam bentuk kewajiban simpanan, tapi juga bank non simpanan.

"Ini sebagai langkah terakhir sebagai full guarantee. Pengalaman kita ini memiliki moral hazard yang tinggi. Sehingga diperlukan pengawasan yang tinggi dan monitoring yang ketat," kata Halim.

Kinerja keuangan LPS per 31 Maret 2020, terdapat total aset Rp128,3 triliun atau naik 6,4 persen dari tahun sebelumnya. Dari komposisi aset, investasi Rp121,8 triliun atau 94,92 persen, kas dan piutang Rp6,1 triliun atau 4,74 persen, aset lainnya Rp300 miliar atau 0,25 persen, dan aset tetap mencapai Rp100 miliar atau 0,09 persen.

Sementara cadangan penjaminan LPS, per Maret 2020 hanya mampu mengumpulkan Rp98,9 triliun atau dengan porsi 1,64 persen terhadap PDB. Padahal dalam UU LPS Pasal 83, target cadangan penjaminan LPS harus mencapai 2,5 persen terhadap PDB.

"Aset sekitar Rp120 triliun ini cukup aman untuk digunakan. Tapi apa jumlah ini cukup atau tidak, sebenarnya masih kurang. Harusnya LPS bisa memupuk cadangan penjaminan hingga 2,5 persen dari PDB, kami baru 1,64 persen. Karena itu ini menjadi suatu hal yang menjadi catatan," jelas Halim.

Kredit Perbankan

Setelah ramai diberitakan kebijakan keringanan kredit atau cicilan untuk kendaraan, baik motor maupun mobil, rupanya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga memberikan keringan untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Sasaranya sama, keringanan cicilan rumah hanya untuk nasabah KPR yang terkena dampak virus corona (COVID-19) baik secara langsung maupun tidak langsung.

Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso menyampaikan pandemi COVID-19 telah menyebabkan aktivitas perekonomian maupun keuangan terganggu. Untuk membatu masyrakat yang terkena dampak COVID-19 tersebut, OJK memberikan kelonggaran berupa stimulus agar pengaruh pandemi tidak memukul perekonomian domestik.

Menurut Wimboh, debitur KPR dapat memperoleh keringanan penangguhan pembayaran kredit baik dengan syarat tempat bekerja maupun kegiatan usaha debitur tersebut terdampak pandemi Corona.

Hal ini juga sejalan dengan kebijakan kontrasiklus OJK melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease (COVID-19).

"Kalau ini dia (debitur) terimbas dari COVID-19 baik langsung tidak langsung mestinya masuk," kata Wimboh di Jakarta, Minggu (5/4/2020) dalam paparan siaran langsung.

Juru Bicara OJK Sekar Putih menambahkan jangka waktu yang diberikan untuk keringanan penundaaan pembayaran cicilan ini dari 3 bulan sampai 1 tahun. Namun dengan catatan.

"Catatannya adalah antara debitur ini masuk kriteria yang ditentukan bank. Dengan kata lain semua harus sesuai assesment bank terlebih dahulu. Nanti dibuktikan melalui administrasi maupun dokumen," katanya.

Sekar menegaskan, hanya debitur yang terkena dampak covid-19 ini baik langsung maupun tidak langsung. Sementara yang masih mendapatkan penghasilan seperti biasa otomatis tidak bisa.

"Semua kan harus bijak melihat keringanan ini. Tidak bisa mengambil keringanan namun tidak terdampak dari sisi penghasilan. Semua nanti bergantung pada penilaian bank," kata Sekar.

Dua bank anggota Himbara (Himpunan Bank Milik Negara), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) sudah mengimplementasikan kebijakan OJK untuk memberikan relaksasi penundaan pembayaran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bagi nasabah yang terdampak wabah corona (Covid-19).

Pandemi COVID-19 telah menyebabkan aktivitas perekonomian maupun keuangan terganggu. OJK pun memberikan kelonggaran berupa stimulus agar pengaruh pandemi tidak memukul perekonomian domestik melalui kebijakan kontrasiklus Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019.

Direktur Konsumer BRI Handayani mendukung kebijakan OJK dengan memberikan kemudahan bagi debitur yang terdampak pandemi Covid-19. "Pada prinsipnya BRI mendukung arahan OJK. BRI memiliki ketentuan soal mekanisme pengajuan keringanan kredit KPR untuk debitur terdampak Covid 19," kata Handayani dikutip CNBC Indonesia, Senin (6/4/2020).

Direktur Keuangan dan Tresuri Bank BTN, Nixon Napitupulu, menyatakan, sudah ada sekitar 3.000 nasabah KPR BTN yang mendapatkan fasilitas restrukturisasi kredit sepanjang Maret 2020. Adapun kebijakan restrukturisasi adalah penundaan pembayaran pokok maupun bunga kredit hingga setahun. "[Restrukturisasi] sudah berjalan, terutama di daerah Jabodetabek," kata Nixon dihubungi CNBC Indonesia, Senin (6/4/2020).

Nasabah yang mendapatkan keringanan penundaan pembayaran cicilan ini karena tempat bekerja maupun kegiatan usaha terdampak langsung maupun tidak langsung pandemi COVID-19. "Banyak debitur yang tidak bisa diakses oleh petugas collection kita, karena kompleknya sudah ditutup," ungkapnya lagi.

Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Heru Kristiyana menyampaikan, pada prinsipnya stimulus POJK tersebut berlaku bagi seluruh nasabah, termasuk nasabah KPR. Nantinya, debitur bisa mengajukan keringanan kredit kepada masing-masing bank.

"POJK 11 berlaku untuk semua nasabah, kalau skema restrukturisasi, semua nasabah boleh [mengajukan] tentunya. Ini tergantung bagaimana bank menilai masing-masing debiturnya. Sehingga kita harapkan bank betul-betul menilai dan tidak ada penumpang gelap dan pasti mendapat kebijakan relaksasi itu," jelas Heru, dalam paparan secara virtual, Minggu (5/4/2020).

APBN

Pemerintah resmi menuangkan perubahan postur APBN 2020 dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2020. Perpres tersebut untuk melaksanakan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk penanganan Covid-19 serta menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional serta sistem keuangan.

Dalam Perpres 54/2020 ini, pemerintah mengubah target penerimaan negara dari sebelumnya Rp2.233,2 triliun menjadi hanya Rp1.760,9 triliun. Terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp1.462,6 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp297,8 triliun, dan penerimaan hibah sebesar Rp500 miliar.

Sementara, alokasi belanja negara diubah dari sebelumnya Rp2.540,4 triliun menjadi sebesar Rp2.613,8 triliun. Belanja negara terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.596 triliun dan TKDD sebesar Rp762,7 triliun.

Pemerintah juga menambah pos belanja khusus untuk penanganan Covid-19 sebesar Rp255,1 triliun. Dengan begitu, pembiayaan anggaran berubah dari sebelumnya sebesar Rp 307,2 triliun menjadi Rp852,9 triliun.

Pada pasal 2 beleid tersebut, anggaran belanja pemerintah pusat diutamakan penggunaannya dalam rangka penanganan Covid-19 dan menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional serta stabilitas sistem keuangan.

Pemerintah fokus pada belanja kesehatan, jaring pengaman sosial, dan pemulihan perekonomian. Begitu juga dengan anggaran Dana Desa dapat digunakan antara lain untuk jaring pengaman sosial di desa berupa bantuan langsung tunai (BLT) kepada penduduk miskin di desa dan kegiatan penanganan Covid-19.

Rincian lebih lanjut mengenai anggaran belanja pemerintah pusat dan TKDD akan ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Dalam hal diperlukan, beleid ini menyatakan bahwa Menteri Keuangan dapat menetapkan perubahan atas rincian perubahan postur APBN 2020 setelah berkonsultasi dengan Presiden.

Ketentuan lebih lanjut untuk pelaksanaan Perpres ini juga akan diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

Dengan diterbitkannya Perpres 54/2020 ini, maka Perpres 78/2019 tentang Rincian APBN Tahun Anggaran 2020 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Perpres APBN 2020 perubahan ini resmi diundangkan pada 3 April 2020.

Jiwasraya

Sebanyak 46 manajer investasi (MI) dipanggil Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait kasus Asuransi Jiwasraya. Otoritas Jaksa Keuangan (OJK) menjelaskan, pemanggilan tersebut dilakukan untuk keperluan verifikasi. "Kejagung minta OJK untuk memanggil Manajer Investasi (MI) dan Bank Kustodian ke Kejagung guna keperluan verifikasi sebelum Kejagung melakukan penyitaan beberapa saham yang ada dalam portofolio MI," kata Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot dikutip Kontan.co.id, Senin (6/4).

Sekar menjelaskan, penyitaan sendiri adalah tindak lanjut dari blokir yang telah dilakukan selama ini. Dalam hal ini OJK hanya mem-follow up permintaan Kejagung. Dari dokumen yang diterima Kontan.co.id, setidaknya ada 46 MI yang masuk dalam daftar pemanggilan tersebut. Surat dengan nomor SR-38/PM.21/2020 tertanggal 3 April 2020 atas nama Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A Yunita Linda Sari menyebutkan bahwa OJK meminta sejumlah MI dan bank kustodian yang disebut namanya dalam lampiran surat, untuk datang ke Kejagung. Adapun perihal surat yakni permohonan pengalihan administrasi reksadana.

Dalam surat tersebut disebutkan, OJK memberitahukan akan ada penandatanganan berita acara penyitaan (BA-16) dan berita acara penitipan barang bukti (BA-17) dari penyidik Kejaksaan Agung RI atas unit penyertaan reksadana pihak yang diblokir.Termasuk dalam penandatanganan tersebut, Kejagung juga menitipkan distributed income maupun likuidasi atas reksadana yang akan diterima di kemudian hari.

Hal itu merupakan rangkaian dari proses penanganan kasus tindak pidana korupsi Jiwasraya. 46 MI tersebut di antaranya, PT Anugerah Sentra Investama, PT Ashmore Asset Management Indonesia, PT Ayers Asset Management Indonesia, PT Bahana TCW Investment Management, PT Batavia Presperindo Aset Manajemen, PT BNI Asset Management, PT BNP Paribas Asset Managemenet, PT Principal Asset Management, PT Ciptadana Asset Management, dan PT Corfina Capital.

Selanjutnya ada PT Danareksa Investment Management, PT PAN Arcadia Capital (PT Dhanawibawa Manajemen Investasi), PT First State Investments Indonesia, PT GAP Capital, PT Henan Putihrai Asset Management, PT Jasa Capital Management, PT Lautandhana Investment Management, PT Majoris Asset Management, dan PT Mandiri Manajemen Investasi.

Selain itu, ada juga PT Manulife Aset Manajemen Indonesia, PT Maybank Asset Management, PT Mega Capital Investaama, PT Milleium Capital Management, PT Minna Padi Aset Manajemen, PT MNC Asset Management, PT Narada Aset Manajemen, PT Oso Manajemen Investasi, PT Pacific Capital Investment dan PT Panin Asset Management.

Sisa 16 MI lainnya, yakni PT Pinnacle Persada Investama, PT Pool Advista Aset Manajemen, PT Pratama Capital Assets Management, PT Prospera Asset Management, PT Capital Asset Management (PT Dana Nusa Indonesia, PT Brent Manajemen Investasi), PT RHB Asset Management Indonesia, PT Samuel Aset Manajemen, PT Schroder Investment Management Indonesia, PT Semesta Aset Manajemen, PT Sinarmas Asset Management, PT Sucorinvest Asset Management, PT Syaildendra Capital, PT Treasure Fund Investama, PT Trimegah Asset Management, PT Valbury Capital Management dan PT Victoria Manajemen Investasi.

Selain panggilan terhadap 46 MI, pada Senin (6/4), Tim Jaksa Penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung RI memeriksa enam orang saksi yang terkait dengan perkara tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi yang dilakukan Asuransi Jiwasraya.

(AM)

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A

1.384,88

Up0,21%
Up4,05%
Up7,72%
Up8,08%
Up19,46%
Up38,34%

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.095,38

Up0,14%
Up4,09%
Up7,18%
Up7,47%
Up3,23%
-

STAR Stable Amanah Sukuk

autodebet

1.084,98

Up0,55%
Up4,00%
Up7,61%
Up7,79%
--

Capital Fixed Income Fund

autodebet

1.853,59

Up0,53%
Up3,86%
Up7,19%
Up7,36%
Up17,82%
Up41,07%

Insight Renewable Energy Fund

2.287,69

Up0,82%
Up4,11%
Up7,35%
Up7,53%
Up19,98%
Up35,83%

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua