BeritaArrow iconBerita Ekonomi TerkiniArrow iconArtikel

Berita Hari Ini : Kemenkeu Kaji Suntik Jiwasraya, Obligasi Multifinance Menurun

Bareksa13 Februari 2020
Tags:
Berita Hari Ini : Kemenkeu Kaji Suntik Jiwasraya, Obligasi Multifinance Menurun
Warga melintas di depan kantor Asuransi Jiwasraya di Jalan Juanda, Jakarta, Rabu (11/12/2019). (ANTARA FOTO/Galih Pradipta/wsj)

Nasabah Jiwasraya temui OJK, penerbitan obligasi daerah tak mudah, Schroder Providence Fund dilikuidasi

Bareksa.com - Berikut adalah intisari perkembangan penting di isu ekonomi, pasar modal dan aksi korporasi, yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Kamis, 13 Februari 2020 :

Jiwasraya

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mulai mengkaji penyertaan modal negara (PMN) untuk menyelamatkan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dari kasus gagal bayar. Perusahaan asuransi pelat merah ini mengalami kerugian Rp13,7 triliun pasca September 2019. Pada posisi November 2019 Jiwasraya diperkirakan mengalami negatif ekuitas sebesar Rp27,7 triliun.

Promo Terbaru di Bareksa

Jiwasraya juga dihadapkan dengan kewajiban pengembalian dana nasabah yang mencapai Rp12,4 triliun. Dana itu merupakan akumulasi kewajiban pencairan klaim polis yang gagal dibayar perusahaan sampai periode Oktober-Desember 2019.

"Nanti (PMN) sedang kita pelajari," kata Dirjen Kekayaan Negara Kementerian Keuangan, Isa Rachmatarwata di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Rabu (12/2/2020) dilansir Detik Finance.

Opsi penyelesaian masalah Jiwasraya lewat PMN juga sempat dikemukakan oleh Panitia Kerja (Panja) yang dibentuk Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Selain itu beberapa opsi penyelamatan Jiwasraya diusulkan panja Komisi VI DPR RI yakni pembentukan holding asuransi, dan privatisasi atau penjualan saham Jiwasraya ke publik.

Isa menyebut pengembalian dana nasabah juga bisa berasal dari barang sitaan yang berasal dari kasus Jiwasraya. Hanya saja, Isa mengaku hal tersebut harus dilakukan secara hati-hati. Meskipun nantinya ada aset para tersangka yang disita dan diserahkan kepada Jiwasraya.

Hingga saat ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan 6 tersangka, yaitu Benny Tjokro, Komisaris PT Hanson International Tbk; Heru Hidayat, Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera (Tram); Hendrisman Rahim, mantan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya (Persero); Hary Prasetyo, mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero); Syahmirwan, mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero); serta terakhir Direktur PT Maxima Integra bernama Joko Hartono Tirto.

Otoritas Jasa Keuangan

Deputi Komisioner Humas dan Logistik Anto Prabowo menjelaskan hasil pertemuan dengan para nasabah Asuransi Jiwasraya. OJK akan memerhatikan setiap aspek dalam menghadapi kasus gagal bayar atas produk yang dikeluarkan Jiwasraya. Dia mengatakan pihaknya sudah melakukan yang terbaik untuk para nasabah Jiwasraya dan sudah menjelaskan langkah yang sedang dilakukan untuk bisa mengembalikan dana nasabah.

"Saya bisa memahami apa yang dirasakan nasabah adalah membutuhkan kepastian. Kepastian itu tidak bisa kemudian dilakukan untuk sesuatu yang bisa kemungkinan berakibat melanggar ketentuan, itu yang ingin kita harapkan," kata Anto dilansir CNBC Indonesia.

Nasabah asuransi Jiwasraya melangsungkan pertemuan dengan OJK pada Rabu (12/2/2020) untuk menuntut pembayaran klaim. Pertemuan itu bertujuan untuk meminta tanggapan OJK terhadap tuntutan nasabah Jiwasraya yang ingin segera mendapatkan pembayaran klaim. Namun tak ada satupun pihak OJK yang bersedia dimintai keterangan usai pertemuan tersebut.

Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK, Anto Prabowo dan Direktur Humas OJK, Darmansyah yang memimpin pertemuan langsung berlari keluar ruangan menuju tangga darurat. Sedangkan perwakilan nasabah Jiwasraya Ida Tumota sempat menyuarakan tuntutan yang disampaikan kepada OJK.

"Bersama ini kami, korban gagal bayar polis Bancassurance Jiwasraya mendesak dan menuntut OJK untuk mengambil sikap dan kebijakan agar dengan mekanisme dan cara apapun tunggakan klaim kami segera dibayar sekaligus, tunai dan tuntas, demi menjaga dan memulihkan kepercayaan masyatakat kepada sistem keuangan di Republik Indonesia," kata Ida di Gedung OJK Jakarta pada Rabu (12/2) dilansir katadata.co.id.

Pertemuan dimulai pukul 09.20 WIB dan berlangsung selama hampir dua jam hingga pukul 11.05 WIB. il mulai Maret 2020.

Kementerian Keuangan

Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut proses penerbitan obligasi daerah bukan hal yang mudah. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Astera Primanto Bhakti mengungkapkan daerah masih memiliki kesulitan dalam menentukan proyek apa yang harus didanai dan menjadi landasan dari penerbitan obligasi daerah.

Obligasi daerah harus mendanai proyek infrastruktur ataupun proyek-proyek lain yang memiliki income stream agar utang yang ditarik oleh Pemda bisa dibayarkan. "Pembayaran itu jadi beban Pemda, memang ada obligasi daerah yang tidak harus dihubungkan langsung dengan pemasukan tetapi harus proyek yang signifikan," ujar Prima dilansir Tempo.co (12/2/2020).

Menurut Prima, saat ini Pemda masih cenderung kesulitan menentukan proyek yang akan didanai karena tidak adanya skala prioritas dari proyek-proyek yang hendak dilaksanakan. "Pemda itu lebih kepada daftar keinginan, pengen ini, pengen itu," kata Prima.

Prima juga mengatakan Pemda harus siap dan berani untuk lebih transparan sebelum akhirnya memutuskan untuk menerbitkan obligasi daerah. Apabila obligasi daerah diterbitkan, maka Pemda terkait harus siap memaparkan keadaan perekonomian daerah serta keuangannya.

ADB dalam laporan asistensi teknis 'Indonesia: Strengthening the Local Government Bond Market' mencatat penyebab dari tidak adanya obligasi daerah yang diterbitkan oleh Pemda antara lain disesbabkan oleh dangkalnya pasar modal Indonesia, kurangnya kapasitas manajemen finansial pada level Pemda, dan rendahnya kelayakan kredit Pemda.

Menurut ADB, asistensi teknis belum bisa mencapai output yang diharapkan karena kurangnya komitmen dari pemerintah pusat untuk mendukung Pemda dalam menerbitkan obligasi daerah. Lebih lanjut, koordinasi antarlembaga di level pemerintah pusat dinilai lemah dan waktu implementasi yang diberikan juga terlalu singkat.

Merujuk pada regulasi yang ada, syarat yang harus dipenuhi oleh Pemda untuk menerbitkan obligasi daerah cukup banyak. Syarat yang harus dipenuhi oleh Pemda dalam rangka menerbitkan obligasi daerah terlampir dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 56/2018, Peraturan OJK (POJK) No. 61/2019, 62/2019, No. 63/2019, serta Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 180/2019.

Pertama, jumlah sisa pinjaman daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak boleh melebihi 75 persen penerimaan APBD tahun sebelumnya. Kedua, rasio kemampuan untuk mengembalikan pinjaman atau yang disebut debt to service coverage ratio (DSCR) paling sedikit sebesar 2,5 persen. Ketiga, Pemda tidak boleh memiliki tunggakan atas pengembalian pinjaman dari pemerintah pusat.

Setelah tiga syarat tersebut dipastikan bisa dipenuhi, Pemda perlu mendapatkan persetujuan dari DPRD sebelum dapat memperoleh persetujuan dari dua institusi di pemerintahan pusat yakni Kemendagri dan Kemenkeu.

Schroders Indonesia

PT Schroder Investment Management Indonesia mengumumkan rencana pembubaran dan likuidasi salah satu reksadananya. Berdasarkan pengumuman manajemen Schroders per Selasa (11/2), Schroder dan Deutsche Bank AG, Cabang Jakarta selaku Bank Kustodian sepakat untuk membubarkan dan melikuidasi produk reksadana Schroder Providence Fund.

Dilansir Kontan, alasan Schroder membubarkan reksadana tersebut adalah karena seluruh pemegang unit penyertaan menjual kembali seluruh unit penyertaan Schroder Providence Fund yang investor miliki. Dengan kata lain, kini sudah tidak ada terdapat pemegang unit penyertaan yang tersisa di dalam Schroder Providence Fund.

Pembubaran dan dimulainya proses likuidasi akan dilakukan dengan ditandatanganinya akta pembubaran Schroder Providence Fund yang dibuat di hadapan notaris. Schroder Providence Fund adalah reksadana jenis campuran. Reksadana ini diluncurkan pada Februari 2009.

Obligasi Multifinance

Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut penerbitan surat berharga multifinance pada tahun 2019 mengalami penurunan hingga 2,7 persen. Pada tahun 2019 mencapai angka Rp68,6 triliun, sedangkan pada tahun 2018 sebesar Rp70,5 triliun.

Atas pencapaian tersebut, Kepala Departemen Pengawasan IKNB Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bambang W. Budiawan prediksi, tahun ini industri multifinance akan berjuang mencari dana di luar dan di dalam sebagai salah satu dampak kesalahan persepsi di pasar mengenai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal hak eksekutorial fidusia.

"Saya prediksi ke dua sumber dana (luar dan dalam negeri) akan menurun tetapi masih cukup ruang gerak bagi industri multifinance yang tidak melakukan pembiayaan kepada otomotif," kata Bambang dilansir Kontan.co.id (12/2/2020).

Menurut Bambang meskipun pendanaan melalui penerbitan surat utang menurun dan perbankan selektif menyalurkan pinjaman, namun perkembangan ekuitas multifinance tumbuh 11,97 persen secara year on year (yoy). "Artinya industri multifinance semakin kuat membiayai diri sendiri. Ini tentu harus kita apresiasi di tengah kondisi eksternal yang fluktuatif. Di samping itu juga terlihat bahwa industri multifinance semakin berkonsentrasi kepada kualitas artificial intelligence pembiayaan karena implementasi assets registry," jelas Bambang.

(*)

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A

1.382,65

Up0,58%
Up4,31%
Up7,57%
Up8,73%
Up19,20%
-

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.093,4

Up0,44%
Up4,48%
Up7,05%
Up7,51%
Up2,61%
-

STAR Stable Amanah Sukuk

autodebet

1.079,4

Up0,60%
Up3,97%
Up7,04%
Up7,74%
--

Capital Fixed Income Fund

1.844,13

Up0,53%
Up3,89%
Up6,64%
Up7,38%
Up16,99%
Up40,43%

Insight Renewable Energy Fund

2.270,42

Up0,81%
Up3,87%
Up6,51%
Up7,19%
Up20,23%
Up35,64%

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua