Bareksa.com - Berikut ini adalah intisari perkembangan penting di pasar modal dan aksi korporasi, yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Selasa, 19 November 2019 :
OJK
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam rapat dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengajukan anggaran untuk tahun depan senilai Rp6,06 triliun. Nilai anggaran yang diajukan OJK untuk tahun 2020 itu lebih tinggi 9,64 persen dibandingkan nilai di rencana kegiatan dan anggaran tahunan (RKAT) 2019 yang telah melewati penyesuaian, yaitu Rp5,53 triliun.
"Struktur kegiatan administratif menjadi yang paling besar," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, dikutip Kontan.
Dalam postur anggaran OJK tersebut, terdapat empat rencana kegiatan. Pertama, kegiatan operasional yang memiliki rencana anggaran senilai Rp1,28 triliun. Kedua, rencana kegiatan administratif dengan nilai anggaran yang diusulkan mencapai Rp4,37 triliun.
Anggaran tersebut juga akan dipakai untuk mendukung beberapa kegiatan strategis OJK seperti pelaksanaan kegiatan operasional berupa perkantoran, remunerasi, pendidikan serta pelatihan pegawai, hingga pengembangan organisasi dan sumber daya manusia (SDM).
Rencana ketiga, yakni kegiatan pengadaan aset dengan rencana postur anggaran mencapai Rp400,42 miliar. Salah satu penggunaan anggaran tersebut adalah pembelian serta pengadaan aset lancar dan non lancar milik OJK. Terakhir, anggaran sebesar Rp35,09 miliar.
Anggaran ini dialokasikan untuk membiayai berbagai kegiatan pendukung OJK, termasuk sarana pelaksanaan tugas, fungsi dan wewenang OJK. Untuk membiayai rencana anggarannya di tahun depan, OJK menggunakan pungutan dari industri keuangan. Ini juga dijalankan OJK di tahun 2019.
Pajak
Target penerimaan pajak tahun ini berpeluang meleset lagi. Salah satu penyebabnya adalah pengembalian pajak atau restitusi pajak mencapai Rp133 triliun sepanjang Januari-Oktober 2019 atau naik 12,4 persen dari periode serupa tahun lalu.
Perinciannya adalah yang berasal dari pemeriksaan Rp81 triliun, upaya hukum lewat keputusan pengadilan Rp22,5 triliun, dan restitusi yang dipercepat sebanyak Rp29 triliun.
"Dibulatkan menjadi Rp133 triliun," kata Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo, saat paparan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) per Oktober 2019, dikutip Kontan.
Apabila restitusi pajak tidak masuk hitungan, penerimaan pajak sampai akhir Oktober tumbuh 2,9 persen year on year (YoY). Jika masuk, penerimaan bruto Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29 Badan dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam negeri cuma tumbuh 0,97 persen YoY.
Khusus untuk percepatan restitusi, Dirjen Pajak berharap fasilitas tersebut bisa dimanfaatkan wajib pajak untuk memperbaiki arus kas korporasi yang memanfaatkan insentif tersebut.
Apalagi Kementerian Keuangan baru-baru ini sudah mengeluarkan aturan restitusi pajak bagi pedagang besar farmasi dan distribusi alat kesehatan yang tertuang dalam PMK Nomor 117/PMK.03/2019.
PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA)
PT Bank CIMB Niaga Tbk mulai menawarkan dua obligasi ke masyarakat untuk menambah modal dan memperbesar kemampuan pembiayaan perseroan. Kedua obligasi dimaksud adalah Obligasi Berkelanjutan III Tahap I, dan Obligasi Subordinasi Berkelanjutan I Tahap I.
Masing-masing obligasi memiliki nilai berbeda, yakni minimal Rp1 triliun untuk Obligasi Berkelanjutan III Tahap I dan Rp100 miliar untuk Obligasi Subordinasi Berkelanjutan I Tahap I.
“Kami berharap obligasi tersebut menarik minat para investor dan akan mendorong pertumbuhan positif bisnis CIMB Niaga ke depan,” ujar Direktur Strategy and Finance CIMB Niaga Lee Kai Kwong di Graha CIMB Niaga, dikutip Bisnis Indonesia.
Total nilai Obligasi Berkelanjutan III CIMB Niaga mencapai Rp6 triliun. Setelah tahap penawaran perdana saat ini, obligasi tersebut bisa kembali dibeli calon investor antara kuartal II hingga IV 2020.
Kemudian, nilai Obligasi Subordinasi Berkelanjutan I CIMB Niaga mencapai Rp2 triliun. Perseroan hendak memasarkan obligasi subordinasi ini dengan penawaran maksimal Rp1 triliun di tiap masa.
Pertumbuhan Kredit
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mulai realistis melihat kinerja intermediasi perbankan tahun ini. Otoritas merevisi proyeksi pertumbuhan kredit akhir 2019 menjadi 8 persen hingga 10 persen secara tahunan.
“Kredit diperkirakan tumbuh 9 persen, plus minus 1 persen pada tahun 2019. RBB 2019 yaitu 10 persen, plus minus 1 persen,” kata Kepala Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR di gedung DPR, dikutip Bisnis Indonesia.
Seperti diketahui pertumbuhan kredit tahun ini melambat sejak akhir paruh pertama 2019. Berdasarkan data otoritas teranyar, per September 2019, fungsi intermediasi bank sebesar Rp5.464,97 triliun atau naik 7,89 persen YoY. Padahal sebelumnya atau Mei 2019 kredit bank masih naik dua digit atau lebih dari 11 persen YoY.
Sementara itu, mengutip laporan Bank Indonesia, perlambatan pertumbuhan kredit disebabkan oleh permintaan korporasi. Tercatat, penyaluran kredit kepada debitur kakap sebesar Rp2.783,1 triliun atau melambat menjadi 8,1 persen YoY dari bulan sebelumnya 9,4 persen YoY.
Mandiri Capital
Selama empat tahun beroperasi, PT Mandiri Capital Indonesia menggelontorkan dana senilai Rp980 miliar. Dana tersebut dikucurkan Mandiri Capital ke 13 perusahaan perintis berbasis teknologi yang dikelolanya.
Dalam ajang Next Indonesian Unicorn (NextICorn) 2019, CEO Mandiri Capital, Eddi Danusaputro, menjelaskan, sebanyak 13 perusahaan rintisan yang dikelola berasal dari sektor financial technology (fintech).
"Pendanaannya rata-rata serie A. Ada pula yang naik kelas ke C. Start up yang kami kelola di antaranya adalah Amartha, Investree, Koinworks, Cashless, PrivyID, dan tentu LinkAja. Nama-namanya lumayan dikenal," ujar Eddi, dikutip Kontan.
Tahun depan, Mandiri Capital berencana untuk menambah investasi ke sektor rintisan yang belum pernah dimasukinya dengan modal berkisar US$ 3 juta-US$ 4 juta.
Menurut Eddi, dana tersebut cukup untuk menambah dua sampai tiga investasi baru. Yang diincar adalah fintech bagian teknologi asuransi hingga remmitance.
(AM)