Berita Hari Ini : Investasi Asuransi Jiwa Membaik, Sanksi Penunggak BPJSKes

Bareksa • 28 Oct 2019

an image
Ketua Umum Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Hendrisman Rahim (kedua kanan) bersama Direktur Eksekutif Benny Woworuntu (kiri), Kabid Actuaria & Riset Maryoso Sumaryono (kedua kiri) dan Kepala Departemen Kode Etik Adi Purnomo (kanan) berbincang disela paparan kinerja AAJI tahun 2012, di Jakarta, Jumat (3/5) (FOTO ANTARA/Audy Alwi/Koz/Spt/13)

P2P lending garap produk syariah, BCA Finance rilis obligasi kupon hingga 7,8 persen

Bareksa.com - Berikut adalah intisari perkembangan penting di pasar modal dan aksi korporasi, yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Senin, 28 Oktober 2019 :

Asuransi Jiwa

Kinerja investasi asuransi jiwa per Agustus 2019 kemarin mulai membaik. Setelah sempat menurun dari awal tahun, hasil investasi asuransi jiwa per Agustus, menurut data Otoritas Jasa Keuangan mencapai Rp11,9 triliun.

Angka itu terbilang bagus mengingat kinerja investasi di periode yang sama tahun sebelumnya memperlihatkan angka minus. Kinerja per Agustus juga lebih tinggi jika dibandingkan hasil investasi industri asuransi jiwa per Januari 2019 yang mencapai Rp8,77 triliun.

Dikutip Kontan, Ni Made Daryanti, Chief Investment Officer Asuransi jiwa Allianz Life Indonesia menuturkan, kondisi pasar di tahun 2018 dan 2019 berbeda hingga hasil investasi di dua tahun tersebut pun tak sama.

“Perbaikan lebih dikarenakan kondisi yang lebih kondusif di 2019 seperti dari global sedikit titik terang dari isu perang dagang Amerika dan China, penurunan suku bunga Amerika dan dalam negeri, proses pemilu yang aman dan terkendali hingga pelantikan mampu menggerakkan pasar ke arah yang positif," ujarnya.

BPJS Kesehatan

Untuk menekan defisit keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mengusulkan untuk memberikan sanksi kepada peserta BPJS yang tidak tertib bayar iuran. Salah satu sanksinya, tidak mendapat layanan publik bagi mereka yang menunggak.

"Misalnya, penunggak iuran ingin membuat paspor atau memperbarui KTP. Dia baru bisa mendapatkan pelayanan itu kalau sudah menyelesaikan kewajibannya membayar iuran," kata Ahmad Ansyori, Anggota DJSN, dikutip Kontan.

Bagi Ansyori, sanksi ini bakal efektif menekan defisit. Pasalnya, hal ini sudah diterapkan di beberapa negara, salah satunya Korea Selatan (Korsel).

Atas penerapan itu, sekarang kepesertaan jaminan kesehatan yang tertib di Korsel mencapai 99,98 persen. Sisanya adalah yang tidak tertib atau hanya 0,02 persen. Bisa dimaklumkan tingkat ketertiban Korsel tinggi, karena sanksi yang ditetapkan cukup ekstrem, sampai tingkat pemberlakuan pembekuan aset.

Untuk melakukan sanksi, pemerintah sudah memiliki instrumen hukum yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 86 tahun 2013 Tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara dan Setiap Orang, Selain Pemberi Kerja, Pekerja, Dan Penerima Bantuan Iuran Dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial.

"Tetapi masih ragu-ragu untuk menerapkannya," kata Ansyori.

P2P Lending

Perusahaan fintech peer to peer (P2P) lending berizin usaha penuh bersiap mengarap produk syariah. Namun hal ini harus mendapatkan restu terlebih dahulu dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hendrikus Passagi menyatakan, OJK sebagai regulator memandang P2P lending hadir untuk memberi kemudahan pendanaan bagi kelompok masyarakat yang unbanked dan underserved  yang belum tergarap.

"P2P Lending yang telah terdaftar dan atau berizin dari OJK didorong sepenuhnya untuk terus berinnovasi dalam suatu ekosistem ekonomi digital yang bermanfaat bagi publik. Mereka bebas mengembangkan berbagai produk termasuk produk syariah, sepanjang telah memenuhi prinsip dan syarat-syarat syariah yang dapat diterima oleh masyarakat umum secara luas," ujar Hendrikus dikutip Kontan.

Dia mernambahkan regulasi fintech P2P lending yang telah tersedia menganut konsep umum atau principle base. Sehingga jangan dimaknai sebagai regulasi yang menghambat potensi ide-ide innovasi. Termasuk konsep syariah, yang memang sangat dibutuhkan kehadirannya oleh masyarakat luas.

"Regulasi fintech lending yang tersedia pada saat ini membuka ruang yang luas bagi pengembangan fintech lending syariah di tanah air," tambah Hendrikus.

BCA Finance

Sebagai upaya penghimpunan pendanaan, PT BCA Finance menerbitkan instrumen surat berharga obligasi dengan total jumlah pokok Rp1,5 triliun dan tingkat bunga hingga 7,8 persen per tahun.

Dalam pendaftaran di PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) yang dikutip Bisnis Indonesia, disampaikan perseroan melakukan penawaran umum Obligasi Berkelanjutan III BCA Finance yang efektif sejak 23 Oktober dengan target dana Rp10 triliun.

Adapun, pada emisi Obligasi Berkelanjutan III BCA Finance Tahap I tahun 2019 dengan pokok Rp1,5 triliun kali ini, instrumen surat utang yang ditawarkan terdiri dari tiga seri yakni A, B dan C.

Seri A yang memiliki jumlah pokok Rp842 miliar ditawarkan dengan tingkat bunga tetap 6,75 persen per tahun dan jatuh tempo pada 12 November 2020 atau bertenor 367 hari kalender.

Kemudian Seri B, berjumlah pokok Rp160 miliar memiliki tingkat bunga 7,1 persen per tahun dan tenor 2 tahun sehingga jatuh tempo pada 5 November 2021. Terakhir, Seri C dengan jumlah Rp498 miliar memiliki tingkat bunga lebih tinggi yakni 7,8 persen per tahun dengan masa jatuh tempo pada 5 tahun 2022 alias bertenor 3 tahun.

“Obligasi berkelanjutan III BCA Finance Tahap II dan atau tahap selanjutnya (jika ada) akan ditentukan kemudian.”

Aurora Asset Management

PT Aurora Asset Management berharap total dana kelolaan atau asset under management dapat mencapai Rp1,3 triliun pada tahun ini atau naik sekitar 25 persen dari posisi pada awal tahun. Adapun, nilai tersebut berada di bawah target yang ditetapkan pada awal tahun senilai Rp2 triliun.

Direktur Utama Aurora AM Ferra mengungkapkan tidak tercapainya target tersebut disebabkan oleh kondisi pasar yang tidak menguntungkan.

“Kondisi market naik turun dan ada beberapa produk yang rencananya akan kami luncurkan tapi ternyata tidak memungkinkan. Jadi, [target] kami tidak tercapai,” ujar Ferra dikutip Bisnis Indonesia.

(*)