Bareksa.com - Berikut adalah intisari perkembangan penting di isu ekonomi, pasar modal, dan aksi korporasi yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Kamis, 22 Agustus 2019 :
BPJS Keseharan
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membeberkan hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tentang penyebab defisit keuangan BPJS Kesehatan pada rapat kerja dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI di Kompleks Parlemen Senayan.
Sri Mulyani menjelaskan salah satu penyebab BPJS Kesehatan terus berada di zona merah ialah rendahnya tingkat keaktifan peserta BPJS informal mencapai 54 persen. Padahal Sri Mulyani sudah meminta kepada BPJS agar angka itu ditingkatkan menjadi minimal 60 persen.
“Selain itu, mereka juga hanya membayar pada saat sakit. Setelah sembuh, iurannya dibiarkan,” jelas Sri Mulyani seperti dikutip Bisnis Indonesia.
Faktor selanjutnya adalah struktur iuran BPJS yang dinilai terlalu kecil. Padahal manfaat yang ditawarkan BPJS juga cukup banyak. Hal ini membuat risiko biaya yang ditanggung BPJS menjadi lebih besar. Selain itu, beban pembiayaan penyakit katastropik dinilai terlalu besar.
Saat ini, pembiayaan tersebut menelan lebih dari 20 persen total biaya manfaat. Menurut data Kementerian Keuangan, BPJS tidak pernah mencatat transaksi positif sejak didirikan. Pada 2014, nilai defisit berada pada posisi Rp1,9 triliun. Setahun kemudian, angka tersebut naik hampir lima kali lipat yaitu Rp9,4 triliun.
WhatsApp Pay
Bisnis pembayaran digital di Indonesia akan semakin semarak dengan masuknya pendatang baru. Yang terbaru, aplikasi pesan instan WhatsApp juga dikabarkan akan menawarkan fitur pembayaran digitalnya yakni WhatsApp Pay di Indonesia.
Seperti diberitakan Kontan, di Indonesia WhatsApp Pay akan dibawa oleh PT Alto Halo Digital Indonesia (AHDI), entitas anak perusahaan switching lokal yakni PT Alto Network.
"AHDI rencananya akan membawa WhatsApp Pay ke Indonesia. Nanti di aplikasinya akan ada fitur transfer uang," jelas sumber Kontan.
Sumber Kontan juga mengatakan, rencana ini dilakukan guna meringankan biaya transfer antar bank yang kini dikenakan sekitar Rp6.500 untuk sekali transfer. Nah melalui WhatsApp Pay, biaya transfer antar bank bisa ditekan hingga Rp500.
"Biaya transfer antar bank itu ada karena mereka mesti bangun infrastruktur, dari Rp6.500 itu pun dibagi-bagi antar bank pengirim, bank destinasi, lembaga switching dan lainnya. Kalau pakai WhatsApp, infrastrukturnya ya hanya ponsel pengguna, makanya bisa murah," lanjutnya.
Skema macam ini disebutnya juga sudah terimplementasi di India, bahkan fiturnya lebih banyak. Tak cuma kirim uang, WhatsApp Pay di India juga bisa digunakan sebagai platform pembayaran.
E-Commerce
Pemerintah terus berupaya mendorong pengembangan ekosistem ekonomi digital di Indonesia, sejalan dengan visi untuk menjadikan Indonesia sebagai negara ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara pada tahun 2020.
Salah satu bentuk komitmen Pemerintah untuk mewujudkan visi tersebut ialah melalui penetapan Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2017 tentang Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik (SPNBE) atau Road Map e-Commerce 2017-2019.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Usaha Mikro Kecil Menengah dan Koperasi (UMKM) Kemenko Perekonomian, Rudy Salahuddin berujar, berdasarkan pembelajaran dari dua tahun pelaksanaan Road Map e-Commerce ditambah dengan pesatnya perkembangan sektor digital, maka sejumlah keluaran tidak lagi menjadi prioritas.
Saat ini terdapat isu-isu prioritas baru yang muncul dalam praktik dan belum tercakup dalam road map, seperti aspek perlindungan data, transaksi cross-border e-commerce, pengaturan barang digital dan transaksi digital, penguatan UMKM dan produk lokal, serta keuangan digital (fintech dan cryptocurrency).
“Dengan adanya berbagai tantangan, peluang, dan meluasnya isu ekonomi digital tersebut, kami memandang Road Map e-Commerce belum memadai untuk menjadi sebuah grand design pengembangan e-commerce dan ekonomi digital Indonesia,” tutur Rudy.
Road Map e-Commerce memang masih terbatas pada rencana aksi dengan jangka waktu penyelesaian yang pendek dan isu yang belum diperbarui.
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI)
Perseroan akan mengeluarkan sistem pembukaan rekening secara daring sebelum tahun ini berakhir. Sistem pembukaan rekening secara online milik Bank Mandiri nantinya diklaim berbeda dengan konsep bank-bank lain.
Menurut Senior Vice President Retail Deposits Product & Solution Bank Mandiri Muhamad Gumilang, sistem pembukaan rekening online milik Bank Mandiri akan berbeda bahkan dibandingkan bank-bank lain se-Asia Tenggara. Namun, dia belum bisa memastikan kapan waktu peluncuran sistem pembukaan rekening secara daring ini.
“Pendekatan yang kami lakukan memungkinkan pembukaan rekening secara masif. Nanti akan kelihatan, pokoknya karena media convey untuk bagaimana cara membukanya [rekening online] itu akan kami tempel di banyak tempat,” kata Gemilang seperti dikutip Bisnis Indonesia.
Emiten perbankan berkode BMRI ini menargetkan ada penambahan nasabah sejumlah 3.000-4.000 orang per bulan dari implementasi sistem ini sampai akhir tahun.
Hingga akhir Juni 2019 tercatat ada 82 juta nasabah dan user Bank Mandiri, dengan 25,9 juta diantaranya memiliki rekening giro, tabungan atau deposito.
Menurut Gumilang, pembuatan sistem pembukaan rekening secara daring tak akan memakan biaya signifikan. Dia menyebut biaya untuk pembuatan sistem ini diambil dari pagu infrastruktur IT yang disiapkan perseroan setiap tahun.
Fintech
Pemerintah akan melibatkan perusahaan teknologi finansial (fintech) untuk menyalurkan kredit usaha rakyat (KUR) dan bantuan sosial (bansos). Kerja sama ini diharapkan bisa terealisasi tahun 2019, agar tiap wilayah di Indonesia mendapatkan akses keuangan secara merata.
Sekretaris Dewan Nasional Keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian Eny Widiyanti menjelaskan terkait fintech yang menyalurkan KUR dan Bansos, pihaknya sudah intensif membahas dengan fintech, tetapi sampai saat ini belum terealisasi.
Bahasan fintech menjadi Penyalur KUR, sudah sampai pada satu kesimpulan bahwa fintech tidak dapat menjadi penyalur KUR, tetapi bisa menjadi lembaga linkage dalam penyaluran KUR.
"Hal ini terkait dengan regulasi OJK, karena fintech bukan lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat, tetapi sifatnya hanya menghubungkan pihak yang mempunyai uang dengan pihak yang membutuhkan dana," kata Eny Widiyanti seperti dikutip Kontan.
"Sedangkan fintech sebagai penyalur Bansos mungkin lebih intensif dibahas di Kemenko PMK selaku Ketua Tim Pengendali Bansos Non Tunai," tambahnya.
(AM)