Bareksa.com - Kita semua sudah tahu bahwa investasi adalah menanamkan modal pada aset-aset dengan harapan nilainya bisa naik di kemudian hari. Berinvestasi, seperti di produk reksadana, bisa memberikan potensi keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan hanya menabung biasa di celengan atau rekening bank.
Namun perlu diingat, setiap produk investasi yang menawarkan keuntungan pasti juga memiliki risiko. Begitupun halnya dengan reksadana, yang merupakan kumpulan dana investor yang dikelola manajer investasi untuk dimasukkan ke dalan aset-aset keuangan seperti saham, obligasi dan pasar uang.
Berikut ulasan mengenai risiko investasi reksadana.
1. Risiko Penurunan Nilai
Harga reksadana tercermin dalam nilai aktiva bersih per unit penyertaan (NAB/UP), yang dihitung dari nilai semua aset dan dikurangi biaya-biaya kemudian dibagi dengan jumlah unit yang beredar. Nilai ini bisa naik dan turun karena ada risiko pasar (market risk).
Penyebab penurunan nilai atau harga ini adalah perubahan harga aset di dalamnya. Contoh, reksadana saham memiliki saham sebagai aset terbesarnya. Harga saham di pasar bisa naik dan turun karena berbagai sentimen, sehingga bisa berdampak pada NAB/UP reksadana yang memegangnya.
2. Risiko Likuiditas
Likuiditas berkaitan dengan pencairan reksadana. Risiko ini muncul ketika manajer investasi terlambat menyediakan dana untuk membayar pencairan (redemption) yang dilakukan oleh investor. Namun, menurut peraturan, pembayaran dana dalam hal pencairan harus dilakukan manajer investasi dalam maksimal tujuh hari kerja (Sabtu, Minggu, dan hari libur tidak dihitung).
3. Risiko Wanprestasi
Risiko ini juga dikenal sebagai risiko kredit atau gagal bayar, yang terjadi jika rekan usaha manajer investasi gagal memenuhi kewajibannya. Rekan usaha termasuk, tetapi tidak terbatas pada emiten, pialang, bank kustodian dan agen penjual efek reksa dana yang ditunjuk oleh manajer investasi.
Contohnya, sebuah produk reksadana memiliki obligasi (surat utang) perusahaan PT ABCD dan menerima bunga atau kupon secara reguler. Namun, PT ABCD pada suatu periode tidak bisa membayar kupon dan ada risiko juga uang pokoknya tidak dibayar. Hal ini tentu berpengaruh terhadap kinerja reksadana.
4. Risiko Ekonomi dan Politik
Risiko ini muncul terkait dengan kondisi ekonomi dan politik baik di dalam maupun di luar negeri. Contohnya, ada perubahan peraturan yang dapat menyebabkan terpengaruhnya kinerja reksa dana baik secara langsung ataupun tidak langsung.
5. Risiko Pertanggungan Harta
Risiko ini bisa terjadi bila ada kehilangan aset secara fisik yang disimpan pada bank kustodian. Namun, kita sebagai investor tidak perlu khawatir karena umumnya aset tersebut diasuransikan lagi.
Itulah sejumlah risiko yang ada pada reksadana dan harus ditanggung oleh investor. Setiap jenis reksadana memiliki tingkat risiko yang berbeda, seiring dengan kemampuannya memberikan potensi keuntungan. Semakin tinggi risiko, semakin tinggi juga potensi keuntungan (high risk high return).
Demi kenyamanan berinvestasi, pastikan dulu tujuan keuangan dan profil risiko Anda.
Sebagai informasi, reksadana adalah kumpulan dana dari masyarakat pemodal (investor) yang dikelola oleh manajer investasi. Kumpulan dana ini dimasukkan ke dalam berbagai aset investasi seperti saham, obligasi, dan deposito. Reksadana adalah produk investasi resmi yang diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
***
Ingin berinvestasi di reksadana?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.