Bareksa.com – Rapat Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali menegaskan stabilitas sektor jasa keuangan pada semester I 2019 dalam kondisi terjaga. Hal ini sejalan dengan kinerja intermediasi sektor jasa keuangan yang positif dan profil risiko lembaga jasa keuangan yang terkendali.
Melalui keterangan pers, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menyampaikan, beberapa indikator terkini ekonomi global masih mengindikasikan perlambatan. Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur dan pertumbuhan ekspor negara-negara ekonomi utama dunia terpantau masih melambat.
“Kondisi tersebut semakin meningkatkan ekspektasi pasar untuk kebijakan moneter global yang lebih akomodatif terhadap pertumbuhan, sehingga berdampak pada berkurangnya tekanan likuiditas di pasar keuangan global dan mendorong kembali masuknya arus modal ke pasar emerging markets,” ujar Wimboh di Jakarta, Rabu, 24 Juli 2019.
Sejalan dengan perkembangan global tersebut, lanjut Wimboh, pasar keuangan domestik mencatatkan kinerja yang positif di semester I 2019. Salah satunya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang ditutup pada level 6.358,63 meningkat 2,65 persen di paruh pertama, dengan net buy investor nonresiden Rp68,8 triliun.
Wimboh juga menyampaikan, penguatan juga terjadi di pasar Surat Berharga Negara (SBN), tercermin dari turunnya rata-rata yield SBN 57,64 bps, dengan investor nonresiden yang mencatatkan net buy Rp95,5 triliun.
Di sisi lain, kinerja intermediasi sektor jasa keuangan juga meningkat di semester I 2019. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan meningkat 7,42 persen yoy. “Tertinggi dalam delapan bulan terakhir, didorong oleh meningkatnya pertumbuhan deposito dan giro perbankan,” ungkap Wimboh.
Pada periode yang sama, asuransi jiwa dan asuransi umum/reasuransi berhasil menghimpun premi masing-masing Rp85,65triliun dan Rp50,93 triliun. Selain itu, di pasar modal, korporasi berhasil menghimpun dana Rp96,2 5triliun dengan jumlah emiten baru sebanyak 29 (per 22 Juli 2019), dengan 18 rencana penawaran umum di pipeline.
Wimboh menerangkan, sektor jasa keuangan juga meneruskan kontribusinya dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Kredit perbankan tumbuh stabil pada level 9,92 persen yoy,dengan pertumbuhan tertinggi pada sektor listrik, air, dan gas, konstruksi, serta pertambangan.
Sementara itu, piutang pembiayaan tumbuh 4,29 persen yoy, didorong oleh pertumbuhan pembiayaan pada sektor industri pengolahan, pertambangan, dan rumah tangga.
“Dengan adanya penurunan giro wajib minimum dan penurunan suku bunga kebijakan Bank Indonesia serta masuknya arus modal di pasar keuangan domestik akan dapat meningkatkan pertumbuhan kredit ke depan,” ungkap Wimboh.
Profil risiko lembaga jasa keuangan juga terjaga pada level yang terkendali. Perbankan mampu menjaga risiko kredit stabil di level rendah, tercermin dari rasio non-performing loan (NPL) gross 2,5 persen, terendah pada posisi akhir Semester I dalam lima tahun terakhir.
Sementara itu, rasio non-performing financing (NPF) perusahaan pembiayaan stabil pada level 2,82 persen. Perbankan juga mampu menjaga risiko pasarnya berada pada level yang rendah, tercermin dari rasio posisi devisa neto (PDN) 2,2 persen, stabil pada level di bawah ambang batas ketentuan.
Kinerja intermediasi perbankan tersebut didukung dengan likuiditas dan permodalan yang memadai. Indikator likuiditas perbankan masih berada di atas ambang batas ketentuan dengan rasio AL/NCD 90,09 persen.
Sementara itu, permodalan lembaga jasa keuangan terjaga stabil pada level yang tinggi. Capital adequacy ratio perbankan 23,18 persen, dengan risk-based capital industri asuransi umum dan asuransi jiwa masing-masing 313,5 persen dan 662,9 persen, jauh di atas ambang batas ketentuan.
Teruskan Kebijakan dan Inisiatif Strategis
Pada semester I 2019, Wimboh mengatakan, OJK fokus meningkatkan kontribusi sektor jasa keuangan dalam pembiayaan ekonomi nasional dengan telah menerbitkan serangkaian kebijakan untuk meningkatkan potensi pembiayaan dari lembaga jasa keuangan dan memperluas akses investor di pasar keuangan domestik.
Dalam rangka menjaga stabilitas sektor jasa keuangan, kebijakan OJK difokuskan untuk menjaga profil risiko lembaga jasa keuangan terjaga di level yang rendah, antara lain melalui penguatan pengawasan perbankan berbasis teknologi informasi.
“Pada paruh kedua tahun 2019,OJK akan meneruskan kebijakan dan inisiatif strategis untuk terus mendukung pembiayaan sektor-sektor prioritas pemerintah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. OJK juga senantiasa mendorong pemberdayaan UMKM dan masyarakat kecil, inovasi teknologi informasi industri jasa keuangan serta reformasi internal dalam pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan,” jelas Wimboh.
Di tengah belum turunnya ketidakpastian ekonomi global dan tensi perang dagang, lanjut Wimboh, OJK senantiasa terus memperkuat koordinasi dengan para stakeholder untuk memitigasi ketidakpastian eksternal yang cukup tinggi dan juga mengoptimalkan kontribusi sektor jasa keuangan dalam pembangunan.
Selain itu, kata Wimboh, OJK juga mengapresiasi kebijakan Bank Indonesia yang terus mendukung penguatan fungsi intermediasi lembaga jasa keuangan, antara lain melalui pelonggaran kewajiban giro wajib minimum (GWM) dan penurunan suku bunga kebijakan Bank Indonesia.
“OJK senantiasa mengharapkan sinergi yang telah tercipta dapat terus ditingkatkan, baik pada kebijakan yang mendukung kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan, maupun untuk menjaga stabilitas sektor jasa keuangan nasional,” pungkasnya.
(AM)