Bareksa.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta perusahaan asuransi untuk menghentikan pemasaran produk asuransi jiwa yang menjanjikan tingkat imbal hasil (return) pasti. Melalui langkah ini, OJK berharap perusahaan asuransi kembali pada fungsinya sebagai pemberi perlindungan.
Pernyataan tersebut disampaikan Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank Merangkap Anggota Dewan Komisioner OJK Riswinandi di Jakarta, Rabu, 24 Juli 2019. Menurut Riswinandi, hingga semester I 2019 terjadi penurunan premi asuransi jiwa yang disebabkan adanya penurunan investasi jangka panjang.
“Jadi kami harus perbaiki mindset asuransi. Asuransi jiwa tidak memberi return seperti di pasar modal atau perbankan. Ini yang sedang kami perbaiki,” ujar Riswinandi.
Riswinandi bilang, premi dari asuransi jiwa biasanya diinvestasikan jangka panjang, tapi masyarakat tidak bisa mengharapkan return seperti di pasar modal atau perbankan. Jadi, kata Riswinandi, return yang diberikan asuransi jiwa adalah perlindungan itu sendiri.
Apalagi, lanjut Riswinandi, perkembangan return pada investasi itu berfluktuasi dan tidak pasti. “Untuk itu, asuransi jiwa tidak bisa memberi komitmen return. Maka yang menjanjikan return harus ditunda dan tidak boleh dipasarkan,” jelasnya.
OJK sendiri mencatat jumlah premi asuransi jiwa sepanjang semester I 2019 mengalami penurunan Rp9 triliun akibat dilakukan restrukturisasi dari produk-produk asuransi yang menjanjikan tingkat imbal hasil (return) di angka tertentu.?
Julmah Investasi Asuransi Jiwa
Sumber: OJK
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan karena proses tersebut membuat pertumbuhan di sektor ini menjadi tidak tinggi seperti biasanya.
"Perusahaan asuransi dalam proses kita lakukan restructuring. Biasanya pasti bisnis akan agak sedikit tumbuhnya tidak seperti normal," kata Wimboh.
Hingga semester I 2019, asuransi jiwa dan asuransi umum/reasuransi berhasil menghimpun premi masing-masing Rp85,65 triliun dan Rp50,93 triliun.
Adapun mengutip statistik OJK, per Mei 2019 jumlah investasi asuransi jiwa mencapai Rp463,92 triliun atau naik tipis 0,52 persen dari posisi Mei 2018 Rp461,52 triliun.
(AM)