Jejak Langkah Friderica 'Kiki' Widyasari Dewi Akhiri Kepemimpinan di KSEI

Bareksa • 24 May 2019

an image
Direktur Utama PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) Friderica Widyasari Dewi. (doc KSEI)

Selama memimpin KSEI, Kiki melahirkan beberapa inovasi dari S-Invest, Simplifikasi rekening efek hingga AKSes Next-G

Bareksa.com – Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) akan memasuki era baru. Salah satu dari trio Self Regulatory Origanization (SRO) pasar modal ini tak lama lagi akan memiliki pimpinan baru. Friderica Widyasari Dewi yang sejak Juni 2016 menjabat sebagai Direktur Utama KSEI, akan mengakhiri masa kepemimpinannya.

Lebih dari 15 tahun berkarir di pasar modal, kontribusi wanita yang akrab disapa Kiki ini tak perlu dipertanyakan lagi. Terlebih sejak dirinya menjabat sebagai Direktur Utama KSEI. Semasa kepemimpinannya, banyak terobosan baru yang menjadikan KSEI memiliki peran sentral dalam pengembangan pasar modal tanah air.

Sebut saja pengoptimalan Single Investor Identification (SID) bagi investor reksadana, pembentukan sistem Pengelolaan Investasi Terpadu (S-Invest), simplifikasi pembukaan rekening efek, hingga yang terbaru kehadiran AKSes Next-G. Kontribusi Kiki selama menjabat Direktur Utama KSEI tentu saja berdampak positif pada pengembangan pasar modal, baik dari sisi pelayanan hingga penambahan jumlah investor.

Sebut saja pertumbuhan investor reksadana yang pada 2016 baru mencapai 340.000 langsung naik hingga 4 kali lipat atau menjadi 1,2 juta investor pada saat ini dari total jumlah investor di pasar modal yang mencapai 1,8 juta. Menurut Kiki, hal itu merupakan hasil dari pengoptimalan SID yang disempurnakan dengan layanan S-Invest. Belum lagi dukungan KSEI atas kehadiran platform marketplace reksadana maupun percepatan pembukaan rekening efek.

Di tengah kesibukan Kiki jelang akhir masa jabatan, pada Kamis, 23 Mei 2019, salah satu tim konten Bareksa Issa Almawadi mendapat kesempatan berbincang lebih dalam mengenai layanan-layanan hingga rencana KSEI yang masih berjalan hingga saat ini. Untuk mengetahui lebih detail perbincangan Bareksa dengan Direktur Utama KSEI Friderica Widyasari Dewi, berikut petikan wawancaranya:

***

Secara sederhana, S-Invest itu apa?

Kita tarik ke belakang sedikit, KSEI ini kan lembaga penyimpanan penyelesaian, sebagai salah satu SRO pasar modal Indonesia. Beda dengan bursa kan, kalau bursa di depan tempat perdagangan seperti itu, di KSEI tempat penyelesaian transaksi. Terus, kami punya tugas untuk menyediakan infrastruktur untuk mendukung penyimpanan dan penyelesaian. Tapi dari situ kita lihat bahwa di pasar modal kita itu kan industri reksadana dari buying sidenya itu kan luar biasa, karena beli saham-saham di pasar jadi market kita bergerak, gitu. Jadi kami lihat ini industri reksadana mesti kami support. Kalau di luar negeri lihat market-market lain itu, yang jadi backbone itu reksadana, ETF dan sebagainya. Lalu kita lihat apa sih kendalanya reksadana di Indonesia?

Sebelumnya, di industri reksadana kita tidak ada satu mekanisme prosedur yang terstandarisasi di dalam pengelolaan reksadana itu. Misalnya hubungan antara selling agent ke manajer investasi (MI), MI ke Bank Kustodian, itu secara sendiri-sendiri by letteral kadang-kadang ada human error-nya. Nah, makanya kami lihat apa yang bisa dilakukan KSEI agar bisa support industri reksadana. Kebetulan kami belajar dari kolega kami yakni KSEI-nya Korea, namanya Korea Securities Depository (KSD). Ternyata dia punya sistem yang namanya fund net, suatu sistem mekanisme yang menjadi platform untuk pengelolaan industri reksadana. Dan di situ ketika semuanya terstandarisasi hubungannya menjadi, kalau dulu hubungannya tuh jika digambarkan seperti spagetti, kusut, rumit, banyak error-nya karena hanya bisa lewat email, telepon, fax. Dengan sistem fund net itu, pertumbuhan industri reksadana di Korea pesat sekali.

Dari situ kami lihat akhirnya perlu mengembangkan S-Invest. Waktu itu kami persentasi ke OJK atau masih Bappepam untuk meyakinkan bahwa sistem seperti itu perlu. Ternyata setelah proses panjang kami tunjuk KSD karena punya pengalaman panjang hingga akhirnya tahun 2016 sudah bisa launching. Kalau kita lihat, data statistiknya itu luar biasa. Tahun 2016, jumlah investor reksadana cuma 340.000 dan sekarang sudah capai 1,2 juta hanya dalam waktu dua tahun, naiknya 4 kali lipat atau 400 persen.  Itu karena kerjanya lebih efisien, lebih terstruktur lebih otomatis dan sebagainya. Sekarang yang lebih dahsyat itu, di SID-kan. Dulu sebenarnya Bappepam tidak pernah tahu berapa jumlah perorangan yang menjadi investor, misalnya MI ini melaporkan nasabahnya 1.000, MI yang lain laporkan 500, tapi tidak tahu apa jumlah itu benar atau tidak. Sekarang dengan SID itu sudah 1,2 juta itu. Belum lagi jumlah produk dan AUM dari pertumbuhannya. Dari sini regulator senang. Karena sistem ini, kami jadi the best Central Securities Depository (CSD) di Asia Tenggara, yang pertama punya di Asia Tenggara. Sekarang yang mau luncurkan adalah Thailand.

Jadi S-Invest itu lebih menyederhanakan proses di industri reksadana, bagaimana pengaruhnya ke investor?

Kalau investor tidak secara langsung terhubung dengan sistem ini, tapi jika para pelaku industri reksadana lebih efisien lebih cepat lebih terotomasi, mestinya pelayanan jadi lebih cepat, lebih mudah. Karena switching, redemption dan transaksi lain bisa kelihatan di sistem KSEI. Misalnya, hari ini redemption seluruh market reksadana berapa? Yang subscribe berapa? Itu dahsyat banget.

Kabarnya ada rencana meningkatkan konektivitas S-Invest dengan membuat sistem langsung ke Aperd, manajer investasi, dan bank kustodian akan terintegrasi otomatis (host to host). Sejauh ini bagaimana progresnya?

Guna meningkatkan kualitas layanan S-Invest bagi para pelaku industri reksadana, KSEI mengembangkan mekanisme penggunaan sistem S-Invest untuk penyampaian data terkait transaksi unit penyertaan nasabah reksadana yang bersifat straight through processing sehingga S-Invest dapat berinteraksi langsung dengan back office pengguna S-Invest (host to host) tanpa manual intervention.

Sebenarnya lagi progres. Ada dua sebenarnya host to hostnya. Satu untuk know your customer (KYC), jadi waktu pembentukan SID, penyampaian data nasabah dan lainnya itu sudah dalam tahap pengujian, sebentar lagi selesai. Satu yang yang order routing transaction, penyampaian data transaksi, data nasabah dan investasi nasabah sebagainya itu sedang dikerjakan.

Jika hal itu terealisasi, bagaimana efek positifnya?

Ketersediaan mekanisme host to host untuk penyampaian data terkait transaksi unit penyertaan ini selain melengkapi fitur host to host untuk PTP yang telah tersedia sebelumnya sehingga secara koheren S-Invest memiliki proses interface secara input, upload download dan jug host to host. Mekanisme host to host ini diharapkan dapat secara signifikan mempercepat proses pendaftaran nasabah dan pembentukan SID dan rekening investasi, mengurangi manual error, dan meningkatkan efisiensi dalam proses operasional pelaku industri reksadana, termasuk para agen penjual reksadana berbasis fintech serta gerai-gerai fintech yang menyokong pemasaran produk investasi reksadana sehingga mempercepat pertumbuhan dan perkembangan industri reksadana dan pasar modal.

Beralih ke AKSes, baru-baru ini KSEI telah meluncurkan AKSes Next-G, apa sih fungsinya?

AKSes itu penting banget. Jadi begini, jumlah investor Indonesia saat itu masih tidak banyak di tahun 2008 dan sempat ramai kasus Sarijaya. Saat itu salah satu broker punya nasabah ritel banyak sekali, ternyata dia itu melakukan fraud. Fraud nya itu si broker menggunakan efek dan dana si nasabah. Dari kasus itu, otoritas mencari cara bagaimana melakukan perlindungan terhadap investor. Padahal sederhana sekali. Semua data itu kan disimpan di KSEI dan saat itu (tahun 2009) AKSes itu masih bernama Investor Area, ini satu fasilitas atau infrastruktur yang diberikan KSEI kepada investor untuk melihat kepemilikan portofolio baik dari kepemilikan efek maupun dananya. Lalu pada 2011, kami punya versi mobile dan 2014 kerjasama dengan perbankan untuk co-branding. Dalam perjalanannya ternyata yang log in itu masih sedikit, padahal fasilitas ini kan untuk keamanan investor itu sendiri. Akhirnya, kami introspeksi dan mendapat beberapa penyebabnya.

Dulu, AKSes itu masih berbentuk kartu, fisiknya masih harus dikirim, kadang nyelip di jalan atau broker-nya belum kirim. Kedua, fiturnya sangat sederhana hanya untuk melihat kepemilikan portofolio yang kadang kan tidak harus dilihat setiap hari. Kemudian, log in susah, rumit, panjang dan sebagainya. Sampai akhirnya kami buat focus group discussion dengan investor, broker, pelaku pasar untuk mendapat berbagai masukan dan akhirnya meramu menjadi AKSes Next-G ini. AKSes Next-G ini bedanya log in sangat gampang, hanya pakai Nomor Identitas Kependudukan (NIK), investor asing pakai paspor, investor institusi pakai nomor SID. Lalu sangat sederhana. Fiturnya menarik. Investor mendapat feeding data sesuai dengan kepemilikan dia, misalnya punya beberapa saham nanti akan dapat data corporate action sesuai dengan sahamnya. Secara portofolio investor sudah tergabung, jika sebelumnya hanya bisa lihat saham saja, sekarang bisa lihat semua portofolio investasi mau itu reksadana, obligasi, jadi luar biasa lengkap, ada chart-nya. Pokoknya dahsyat untuk membantu investor mengelola portofolionya.

Yang lebih dahsyat lagi, ini akan terkoneksi dengan sistem-sistem utama KSEI lainnya. Terhubung dengan emiten area, terhubung dengan e-proxy, e-voting, jadi nanti dengan adanya satu AKSes ini bisa mengakses ke mana saja. Selain itu, dengan sistem AKSes ini, yang dahsyat itu sistem account statement yang diberikan broker dan bank kustodian bisa lewat AKSes. Jadi nanti misalnya investor reksadana biasanya terima surat bulanan jika punya banyak jenis produk harus terima banyak surat. Nah dengan AKSes ini semua akan terkonsolidasi, industri tidak harus kirim surat jadi lebih efisien karena kirim surat itu biayanya bisa Rp10.000 per surat, belum lagi man hour nya, belum gaji orangnya. Itu rasanya kontribusi KSEI yang luar biasa. Sebentar lagi akan sosialiasi, tapi mungkin industri sudah tahu.

Apakah e-proxy dan e-voting sudah berjalan?

Sistemnya sudah jalan, tinggal menunggu peraturannya dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kabarnya mungkin Juli akan keluar.

AKSes ini hanya untuk investor?

Tidak. Jadi AKSes ini bisa juga untuk non investor. Misalnya hanya untuk lihat-lihat atau mengetahui mengenai pasar modal. Jadi, landing page nya itu bisa untuk umum.

Bagaimana KSEI melihat kehadiran platform seperti Bareksa dan platform lainnya dalam meningkatkan inklusi dan literasi pasar modal?

Saya pribadi salut dengan Bareksa karena menjadi yang pertama. Dulu orang bertanya-tanya apa sih Bareksa, supermarket investasi apa? Ternyata anak-anak muda dahsyat punya ide-ide yang inovatif dengan menggunakan fintech. Bareksa sebagai yang pertama punya market advantage yang luar biasa, dan mungkin sekarang menjadi market size paling besar, jadi salut sama Bareksa. Jadi kami banyak belajar tentang fintech ini.

Saat itu, apa sih yang akhirnya membuat KSEI memutuskan untuk support platform seperti Bareksa?

Kalau kami embrace kehadiran fintech seperti ini. Karena pasar modal kesannya kan highly regulated, masuknya saja KYC panjang, ribet, dan sebagainya. Tiba-tiba muncul seperti Bareksa dan yang lainnya membuat komunitas di platform lain akhirnya klik untuk beli. Jadi kehadiran portal fintech ini yang dekat dengan masyarakat sebenarnya sangat membantu untuk sosialisasi edukasi pasar modal juga.

Dengan berbagai layanan yang ada dan perkembangan industri, bagaimana melihat pertumbuhan jumlah investor? Apakah masih bisa tumbuh lebih tinggi?

Saya sudah mengalami pasang surutnya pasar modal mungkin sudah 15 tahun. Jadi, kalau dilihat dulu kita terjebak di 250.000-an investor, tidak bergerak, lama. Saat itu saya cukup struggling karena bursa baru memiliki divisi marketing dan saya yang pertama mengisi. Sampai (era) elektronik, kami sosialisasi dan Aceh sampai Papua, ini apa yang salah? Kenapa gerak pertumbuhan investor sedikit sekali. Ternyata kami menemukan satu masalah, orang Indonesia itu khawatir investasi di pasar modal itu judi, syariah atau tidak. Oleh karena itu kami berjuang Fatwa Nomor 80 itu. Nah itu lumayan. Kemudian kami perluas channel pemasaran dan edukasi bekerja sama dengan berbagai pihak. Misalnya dengan kampus-kampus, sekarang sudah 300-an kampus, kerja sama dengan broker, dan lainnya. Lalu setelah saya di KSEI, ternyata infrastrukturnya harus didukung. Buka rekening investasi itu lama, kadang-kadang sampai beberapa hari, di luar Jawa bisa berminggu-minggu. KSEI punya program Simplifikasi Pembukaan Rekening yang biasanya beberapa hari itu jadi hanya 30 menit karena bekerja sama dengan Dukcapil. Ini terobosan luar biasa oleh KSEI.

Banyak lah yang kami lakukan, sekarang dengan jumlah investor di pasar modal mencapai 1,8 juta, kalau dilihat pertumbuhannya dahsyat luar biasa. Tapi kalau melihat potensinya masih banyak yang bisa kami kerjakan. Saat ini sebenarnya potensinya banyak. Kan ada satu perusahaan payment gateway yang nasabahnya banyak sudah convert ke reksadana bisa 10.000 sampai 20.000 nasabah, jadi nanti bisa capai 2 juta investor. Lalu ada Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) nanti juga masuk ke sini. Tapera itu anggotanya itu sudah 4,5 juta. Di KSEI, dengan sistem host to host untuk KYC itu bisa cepat. Mungkin dalam waktu dekat jumlah investor bertambah banyak.

Melihat apa yang telah dicapai selama ini, apa rencana Anda setelah lepas dari jabatan Direktur Utama KSEI?

Saya masih ingin di pasar modal, tapi masih dirahasiakan dulu. Nanti di industri keuangan lah. Jangan dilupain ya.

(hm)

* * *

Ingin berinvestasi di reksadana?

- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.